ELMIZAAJ (SUASANA HATI)
Malam dingin kali ini berbeda. Tidak menusuk-nusuk ke tulang seperti malam-malam sebelumnya. Setidaknya seperti selama beberapa bulan sebelumnya. Hembusan angin menerpa wajah. Membuat tiap helai rambutnya menari-nari dengan indah.
Oja duduk memeluk lutut di balkon kamarnya yang sangat luas. Matanya menatap sependar cahaya di langit. Bulat penuh yang sangat indah terlihat di sana. Memandang bulan dan bintang menjadi kebiasaan Oja akhir-akhir ini. Untuk beberapa bulan yang lalu setelah ibunya pergi menyusul sang ayah ke surga.
Oja adalah anak yatim sejak berusia lima tahun. Ibunya menggantikan peran sang ayah dalam mencari nafkah dan memenuhi segala kebutuhan hidup keluarga kecil mereka. Sejak kecil, Oja sudah ditempa menjadi pribadi kuat tapi lembut. Sopan tapi tidak penakut. Kehidupan yang serba kekurangan membuat Oja tidak pernah menginginkan banyak hal seperti anak-anak lain pada umumnya. Hingga di usia sekarang. Delapan belas tahun.
Beruntung Oja masih bisa bersekolah dengan bantuan beasiswa hingga lulus Sekolah Menengah Atas. Oja merasa cukup selama ibunya masih bersamanya meski beberapa kali hanya bisa makan dengan lauk tempe goreng.
Gadis keturunan Aceh itu menyeka setetes bulir yang mengalir turun dari pipinya. Dia rindu sosok ibunya. Rindu itu hadir setiap saat. Namun, setiap malam tiba, kadarnya semakin tinggi. Ibarat racun yang ditenggak paksa. Menusuk ke jantung dan terasa sangat menyakitkan. Melumpuhkan saraf-saraf pentingnya. Membuatnya merasa ingin ikut menyusul sang ibu.
Mendadak pintu kamar diketuk. Seorang pelayan memanggil dari luar kamar. "Nona, apa Nona sudah tidur?"
Oja buru-buru menyeka air matanya lantas bangkit dari duduknya dan berjalan dengan susah payah untuk membuka pintu.
Terlihat Fuji berdiri di ambang pintu dengan segelas susu.
"Yang Mulia ingin Nona meminum ini setiap malam," kata Fuji tersenyum ketika melihat raut wajah protes Oja.
Gadis itu tidak menyukai susu. Namun, Fuji selalu saja memberikannya susu setiap malam sejak dia tinggal di rumah ini.
Yang Mulia yang disebut Fuji adalah ayah angkat Oja. Ibnu Saud Al Muthahar. Pengusaha kaya raya dari keluarga bangsawan Arab Saudi yang menetap di Indonesia.
Sebenarnya Oja hanya pernah bertemu sekali dengan lelaki itu. Ketika pertama kali diajak ke rumah ini. Dia juga sedikit bingung kenapa mendadak Ibnu Saud Al Muthahar mengangkatnya menjadi anak.
Kala itu hari ahad. Oja membereskan ransel kecilnya untuk bergegas pulang. Gadis itu bekerja di salah satu gerai fotocopy di depan rumah sakit persimpangan dekat rumahnya. Sebenarnya hari ahad adalah hari libur Oja, tapi karena dia merasa sepi di rumah sejak ibunya tidak ada, dia menerima tawaran pemilik gerai untuk membantunya di hari ahad sampai tengah hari.
Seperti biasa, setiap pulang kerja Oja menyempatkan diri menyunjungi ibunya. Ketika hampir tiba di makam, dia sedikit heran melihat di kejauhan berdiri beberapa orang dengan setelan hitam di sekililing pusara ibunya.
Oja melangkah pelan. Menyibak satu dua orang demi melihat apa yang terjadi dan mendapati seseorang bersimpuh di sana. Dialah Ibnu Saud Al Muthahar.
Semua terasa cepat dan membingungkan saat seseorang itu menjelaskan hal-hal aneh lantas menyatakan bahwa dia akan mengangkat Oja menjadi anak.
Lalu di sinilah Oja sekarang. Di kediaman keluarga Al Muthahar yang bagaikan istana.
Fuji masih berdiri di ambang pintu lantas masuk ke dalam kamar setelah Oja mempersilahkan. Oja duduk di sofa kamarnya dan menenggak habis susu itu dengan susah payah. Fuji lantas tersenyum setelah melihat gelas itu kosong. Kemudian pelayan itu pamit undur diri.
Oja tidak pernah sekalipun bermimpi tinggal di rumah yang sangat besar dan mewah, apalagi memiliki pelayan pribadi.
Gadis itu beberapa kali merasa segalanya adalah mimpi dan suatu saat dia akan terbangun lantas menemukan dirinya meringkuk di sudut kamar beralaskan tilam busa super tipis dengan dinding-dinding anyaman bambu yang dilapis koran-koran bekas yang diminta ibunya kepada keluarga tempat ibunya menjadi buruh cuci, yang membuatnya setiap malam memeluk dingin.
Oja memandangi kamarnya kembali. Meski sudah entah keberapa belas kalinya. Dia masih saja tampak tidak percaya memiliki kamar yang nyaris sepuluh kali lebih besar dari rumah gubuk kecilnya.
Pilar besar dan anak tangga ada di dalam kamarnya yang unik. Kamarnya berada di dua lantai rumah ini. Di lantai bawah sofa dan rak buku serta lemari besar yang isinya puluhan pasang sepatu dengan berbagai model serta sebuah wastafel lengkap dengan cermin yang besar.
Di lantai dua tempat tidur dan lemari pakaian super besar yang berisi puluhan pakaian serta beberapa abaya yang sangat indah. Entah untuk apa abaya itu. Oja bahkan tidak pernah bermimpi akan memakai pakaian seperti itu.
Ada juga kamar mandi yang sangat mengagumkan. Oja harus beberapa kali diberitahu fungsi segala alat-alat yang ada di kamar mandinya oleh Fuji. Sementara lantai kamarnya dengan marmer putih gading yang berkilau sangat indah.
Entah bagaimana sudut lain dari rumah ini. Oja belum pernah benar-benar mengelilinginya. Selain dia tidak berani, Fuji juga baru dua hari menjadi pelayannya. Oja masih merasa canggung.
Pelan-pelan Oja kembali menaiki anak tangga dan duduk di balkon memeluk lutut kembali. Posisi yang sama seperti sebelumnya. Matanya menatap air mancur yang di kelilingi tanaman indah di bawah. Daun-daun masih menari-nari diterpa angin. Bahkan halaman rumah ini saja Oja perkirakan hampir lima ratus meter. Pertama kali di bawa ke sini, Oja tidak pernah bisa menutup mulutnya dengan sempurna. Dia terus saja tergagum dan menganga.
Mendadak dari atas balkon Oja melihat cahaya lampu mobil mendekat sebelum akhirnya berhenti tepat di depan teras. Kamar Oja berada tepat menghadap teras. Membuatnya sering melihat siapa saja yang keluar masuk istana ini. Ya, bagi Oja, rumah ini bagaikan istana.
Seorang pemuda keluar dari dalam mobil setelah supir membukakan pintu. Pemuda itu adalah orang Arab, terlihat dari wajahnya meski pakaian yang digunakannya tidak seperti orang arab kebanyakan di negeri para Nabi tersebut.
Pemuda itu berjalan dengan langkah tegap. Mendadak langkahnya berhenti, wajahnya terangkat ke atas dan menatap ke arah Oja yang tengah berdiri dan menatap ke arahnya. Tatapan yang kosong. Untuk beberapa detik waktu berlalu begitu saja.
Oja melihat supir mengikuti arah pandang pemuda itu. Kemudian bergumam entah apa sebelum akhirnya pemuda itu membuang wajah dan berlalu. Baru pada saat itu Oja ingat beberapa saat dirinya menahan napas.
Oja masuk ke dalam kamarnya. Menjatuhkan diri di tempat tidur dan meringkuk. Dipejamkannya mata dan mulai tertidur.
...
Pukul lima pagi Oja sudah bangun. Karena sudah menjadi kebiasaan baginya bangun pagi sejak bersama ibunya. Gadis itu segera berbenah diri dan keluar kamar. Selama beberapa hari ini dia hanya beberapa kali keluar kamar. Melihat-lihat dibagian sayap kiri rumah mewah ini.
Pagi ini Oja berniat jalan-jalan ke paviliun belakang. Melihat-lihat untuk membunuh rasa bosan. Kata Fuji, dirinya ada di sana bersama pelayan lainnya.
Oja menyusuri lantai marmer yang senada dengan warna lantai di kamarnya. Pelan Oja melangkah menuju paviliun belakang.
Gadis itu berdiri di depan pintu. Paviliun ini ternyata adalah dapur. Ada sekitar dua belas orang di sana yang tengah sibuk menyiapkan makanan untuk sarapan pagi ini.
Di sudut kiri Oja melihat Fuji sedang merapikan gelas dan piring. Oja segera masuk dan menghampirinya dengan langkah ringan.
Semua pelayan tampak berhenti dan memperhatikan Oja. Fuji terkaget mendapati majikannya ada di sini.
"Nona," panggil Fuji.
Oja tersenyum lalu senyum itu hilang ketika melihat semua pelayan memandanginya. "Ada apa?" tanyanya berbisik.
Fuji tersenyum dan menggeleng. "Kenapa Nona ke sini? Ini hanya tempat untuk pelayan."
"Aku ingin mencarimu," jawab Oja pelan.
"Maaf, Nona. Apa yang Nona inginkan?"
Mereka berjalan ke luar paviliun. "Sebenarnya aku hanya bosan, jadi aku jalan-jalan," cicit Oja.
Fuji tersenyum. "Tapi ini masih terlalu pagi, Nona. Yang Mulia masih di kamar. Hari ini beliau mengatakn ingin bertemu dengan Nona."
Mata Oja seketika membulat. "Yang Mulia di sini?" tanyanya. "Maksudku, ayah angkatku di sini? Kapan dia pulang?"
"Tadi malam. Bersama Nyonya Muda dan Putri Faatin," ungkap Fuji.
Oja terdiam sesaat. Dia belum pernah bertemu keluarga Ibnu Saud Al Muthahar. Gadis itu menggigit bibirnya dengan rasa entah.
"Sarapan pagi ini di ruang makan bersama anggota keluarga yang lain," lanjut Fuji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Olan
umpang promosi My Devil Husband nih.jangan lupa mampir ya😊
2020-12-05
0
Priska Anita
Like dari Rona Cinta mendarat disini 💜
2020-08-14
0
Syala Yaya (IG @syalayaya)
bagus, lanjutkan
2020-06-08
0