Lelaki Di Jembatan Busway
Tahun 2008
Namaku Namira Adhza, aku bekerja di salah satu perusahaan pencipta software akuntansi yang lumayan dikenal, posisiku adalah Telemarketing, tugasnya mudah, hanya tinggal telepon setiap perusahaan yang sudah ada daftarnya untuk menawarkan software akuntansi, jika Person In Contact perusahaan tersebut setuju, maka aku akan mengirimkan email dan mengatur jadwal Sales untuk datang dan mempresentasikan software kami lebih jauh.
Aku tidak terlalu suka pekerjaan ini, karena hanya batu loncatan, saat ini aku sedang mengumpulkan uang untuk kuliah.
Di antara jobdesk-ku yang berbicara dengan banyak orang untuk menawarkan software yang kami jual dan lebih banyak ditolak dibanding diterimanya, aku kadang merasa jengah, karena penolakan dari para calon Customer itu sungguh membuatku merasa rendah diri, tapi kejengahan itu tersembuhkan hanya karena berpapasan dengannya, di jembatan itu.
Sebut saja namanya Mister X, aku tidak benar-benar tahu siapa namanya, kami bertemu saat turun kendaraan umum, transjakarta, kami biasanya menyebut busway.
Kami bertemu di jembatan busway setiap hari, awalnya dia hanya seperti lelaki lain yang tentu saja seperti kebanyakan orang yang lewat di jembatan busway ini, terburu-buru.
Mereka yang single pasti telat karena terbiasa dilayani Ibunya, yang laki-laki telat karena rumahnya jauh dan wanita yang menikah sekaligus bekerja, ia terlambat karena harus menyiapkan segala hal untuk anak dan suaminya sebelum berangkat kerja.
Aku pun sama, terburu-buru, telat karena rumahku jauh.
Sebenarnya aku kategori yang jarang ada, wanita single barumur 20 tahun, terlambat karena rumah jauh. Kalau dipikir-pikir aneh juga, lokasi antara rumah dan tempatku bekerja, letaknya sama, sama-sama di Jakarta Pusat. Tapi, untuk mencapai kesana aku harus menempuh jarak sepanjang 11 kilometer, membutuhkan waktu sekitar 2 jam lebih jika menggunakan Busway, moda angkutan umum yang memang paling efisien di tahun ini.
baru-baru ini aku sadar, lelaki itu, Mister X, ternyata sangat tampan.
Dia berambut ikal dengan potongan cepak yang rapih, walau rapih aku masih bisa melihat bahwa rambutnya ikal, dia menggunakan kacamata yang cukup tebal dengan frame hitam berbentuk kotak tidak terlalu besar, pas untuk ukuran wajahnya yang terkesan maskulin.
Matanya dalam, dengan alis yang tebal. Bibirnya pas tidak terlalu lebar dan tebal, hidungya tidak terlalu mancung atau pesek, entahlah aku hanya merasa keseluruhan wajahnya hanya pas saja, tapi tidak menciptakan siluet pas-pasan, justru keseluruhan pas tersebut menjadi sempurna.
Tinggi tubuhnya sekitar 180 sentimeter, kalau hari senin sampai kamis dia memakai setelan rapi, kemeja tangan panjang, celana bahan dan sepatu pantofel. Sedang hari jumat dia memakai setelan kaos berkerah, celana Jeans dan sepatu kets, yang sama hanya tasnya. Dia memakai tas selempang yang cukup besar, tidak seperti kebanyakan lelaki yang lebih senang memakai ransel, dia memilih memakai tas selempang.
Aku menyadari di antara seluruh lelaki tampan yang papasan denganku di jembatan busway ini, dialah yang paling tampan, ya aku tahu, bahwa ketampanan adalah selera. Mungkin, dia masuk kategori seleraku.
Aku tahu, aku pasti hanya wanita pada umumnya di mata Mister X, wanita muda yang sibuk berlari, tergesa-gesa karena tuntutan hidup, wajahku biasa saja dengan hidung sedang, jidad lebar, rahang tegas, memiliki rambut yang tidak indah karena selalu dikuncir kuda, ya karena itulah tatanan rambut paling efisien untukku, yang datang dari keluarga menengah hampir kebawah, naik kendaraan umum dengan rambut di gerai itu seperti musibah yang akan membuat rambutku menjadi kacau begitu terkena angin. Gimana tidak, helai rambutku itu tebal, tipe paling sulit diatur, ya samalah dengan pemiliknya, kata Ibu aku tuh anak paling sulit diatur, si pembangkang Namira.
Saat papasan dengannya, entah kenapa kami selalu papasan dengan arah yang berbeda, aku dari sisi kiri karena setelah turun Busway aku akan naik ke jembatan penyebrangan untuk ke sisi kanan, sedang dia entahlah mungkin juga turun dari angkutan naik jembatan penyebrangan untuk pergi ke sisi kiri, kami selalu berpapasan beberapa detik di tengah, dari satu atau dua detik itu aku bahkan bisa mencium betapa wangi parfumnya.
Selama sebulan lebih aku menikmati ketampanan wajahnya, dia tidak sadar, aku yang seorang introvert, lebih suka seperti ini, aku tidak akan membuat kemajuan yang berarti, cukup melihatnya setiap hari, maka cukup.
Tapi entah kenapa akhir-akhir ini dia sepertinya sadar telah ku perhatikan, seperti hari ini saat aku tengah menikmati ketampanannya, dia menoleh ke arahku! yang biasanya hanya melihat ke arah depan saja dan terburu-buru. Aku kaget dan memalingkan wajah berusaha bersikap wajar.
Hari demi hari hanya seperti itu, aku menatapnya dan memalingkan muka begitu dia menyadari aku memperhatikan.
Sampai saat ini enam bulan sudah aku menjalin hubungan rahasia, bukan dengannya tapi dengan khayalanku, sungguh untukku tidak ada satu pun kemewahan menjalin hubungan dengan lelaki tampan selain berkhayal, untukku wanita berwajah biasa saja dengan tingkat ekonomi rendah, memiliki lelaki tampan di sisiku hanya sebatas impian, maka tidak ada lagi yang lebih indah selain bertemu dengannya, pagi ini setelah enam bulan aku memperhatikannya, ada satu titik di mana dia memergokiku telah lebih lama menatapnya sehingga kami saling bertatap muka langsung, aku kikuk berusaha untuk berpaling, sebelum aku berpaling aku melihatnya menunduk dan dia tersenyum dalam tunduknya, oh Tuhan manis sekali senyum yang disembunyikan itu, tanpa sadar aku pun tersenyum dan menunduk.
Tapi sayang pertemuan kami itu, tidak pernah ada kemajuan selain saling senyum dalam tunduk dan ini berlangsung selama setahun penuh.
Hari ini akan menjadi hari terakhir kami bertemu, besok aku tidak akan turun lagi di shelter Karet Tengsin, kantorku pindah ke daerah Sawah Besar, jadi mungkin kami tidak akan pernah berpapasan lagi, sebagai hadiah perpisahan, aku akan melakukan hal besar dalam hidupku, hanya ini satu-satunya yang bisa kulakukan, aku sudah bertekad akan melakukannya.
Aku keluar dari Busway dan menuju tangga atas untuk menyebrang, aku menengok kearah kanan, ada lelaki itu ....
Ini hari jumat, dia menggunakan setelan kasual, tampan sekali, aku berjalan perlahan, menatapnya dengan tajam dan kepercayaan diri yang sudah kubangun sejak tadi subuh, saat ini memang bagianku untuk menatapnya, ada semacam perjanjian yang kami buat bahkan tanpa berkenalan apalagi berkompromi. Yaitu, akulah yang boleh menatapnya duluan, lalu kemudian dia setelah aku berpaling, selalu seperti itu setiap pagi selama setahun ini, bukan?
Tapi, kali ini aku akan melanggar janji, tepat setelah akhirnya giliran dia menatapku, aku seharusnya berpaling, tapi aku tidak berpaling, aku tetap menatapnya, dia kaget, tapi masih menatapku, dan aku ... aku untuk pertama kalinya dalam hidup membuat sebuah dobrakan, aku yang tidak pernah berani menatap siapa pun lelaki yang kusukai, akhirnya akan melangkah lebih maju sekarang, hanya untuk dia, Mister X-ku
Kami masih bertatapan di waktu ini, dia masih dengan kebingungannya karena aku melanggar janji yang kita buat bahkan tanpa mengenal satu sama lain, tanpa bicara satu sama lain, aku manatapnya lekat, aku tidak akan ragu untuk melakukannya, aku sudah berlatih sejak subuh tadi, aku akan melakukannya, hanya 5 detik, aku akan melakukannya!
Lalu, aku melakukannya, aku tersenyum, senyuman paling manis yang bisa kulakukan, aku menahan malu selama 5 detik dan memberanikan diri untuk tersenyum padanya.
Diluar dugaan dia berhenti berjalan, dia berhenti ketika melihatku tersenyum padanya, kami sudah sangat dekat, jarak yang cukup untuk melihat wajah kami satu sama lain dengan jelas, aku baru menyadari bahwa di pipi sebelah kirinya ada tahi lalat.
Di detik itu juga aku menganggukan kepala, itu adalah salam perkenalan sekaligus salam perpisahan dariku, dia masih diam di tempatnya, bahkan ada beberapa orang yang menabraknya dari belakang karena terhalangi oleh tubuhnya yang berhenti mendadak, mungkin dia terkejut dengan keberanianku tersenyum padanya.
Setelah 5 detikku berakhir, aku melewatinya, aku berjalan dengan cepat, sampai pada anak tangga pertama, aku berlari, berlari secepat yang kubisa, meninggalkan Mister X di belakangku, aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk melihat ke belakang, apakah dia masih diam di tempatnya, karena kaget aku berani tersenyum padanya? atau dia tidak perduli? entahlah. Aku hanya menikmati diriku yang menatapnya dengan puas, untuk terakhir kalinya.
Selamat tinggal Mister X, priaku yang bahkan aku tidak tahu namanya.
...
Tahun 2018
“Namira! Gila lu telat, jam berapa ini? lu akhir bulan aja ngeluh uang makan dipotong, tapi hari-hari telat!” Mbak Ida adalah Supervisorku, dia galak tapi sebenarnya baik, mulutnya Saja yang kadang kurang bisa dikondisikan, udah tau telat, belum absen finger print juga, dia malah hadang di depan pintu.
“Mbak Ida awas! lima menit lagi nih, mayan uang makan sehari.” Aku mendorongnya.
“Pas! Untung aja sisa 2 menit lagi, masih belum telat.”
“Makanya neng, jangan keseringan telat.” Mbak Ida masih meneruskan marahnya, padahal kami sudah di meja masing-masing.
“Mbak, please gerah nih, orang dateng bukannya disambut atau dikasih es teh manis kek, malah dikasih sarapan omelan.”
“Busyet junior somplak! Bukannya dengerin senior, malah minta dibuatin es teh, dah buruan input lemburan anak-anak gih.”
Aku sudah resign dari perusahaan yang membuat softaware akunting 6 tahun lalu, tepat setelah lulus S1 Akuntansi, setelah menjadi Sarjana Akuntansi, aku melamar pekerjaan di beberapa tempat dan akhirnya diterima di sini, sudah 6 tahun aku bekerja sebagai Tenaga Administrasi Payrol, tugasku hanya input data yang berhubungan dengan gaji karyawan, juga lemburnya, jumlah absennya dan tentu saja membantu apapun yang dibutuhkan tim HRD, terkadang di luar jobdeskku, tapi aku tidak keberatan, kantor yang bergerak di bidang majalah non-komersil ini sangat kekeluargaan, gajinya juga sesuai ketentuan pemerintah kota, jadi ya, aku bertahan cukup lama disini.
Sudah enam tahun tidak terasa dan Mbak Ida adalah Supervisorku, dulu kami kurang akur karena dia galak, judes dan pelit ilmu, tapi setelah lama bekerja dan kita saling mengenal, akhirnya kami jadi sahabatan, benar kata orang, tak kenal maka tak sayang, di antara semua sifat jeleknya, ternyata dia adalah orang yang sangat hangat, membelaku ketika salah di depan bos dan yang terakhir nggak pelit makanan, maklum dia emak-emak yang selalu masak di rumah, sementara aku cuma anak kost, keluargaku pindah ke kampung halaman ibuku setelah menjual rumah kami yang di Jakarta Pusat karena kebutuhan mendesak, ayahku sempat sakit, sekarang sudah sembuh, mungkin udara pedesaan membuat kondisinya lebih prima.
“Nam, lu siap-siap ya, bakal ada bos baru, dia ngegantiin pak Bimo yang pensiun tahun ini katanya masih muda, agak galak trus hari pertama besok meeting ama tim HRD, jangan sampe laporan pegawai belum lu update ya, siapin, kalau perlu lembur, nggak lucu kan Nam, kalau meeting pertama kita malah jadi moment busuk yang tak terlupakan.”
“Udah biasa gue.” Aku menjawab.
“Udah biasa? Maksudnya?”
“Udah biasa sama yang galak-galak.” Aku tertawa, karena menyindir Supervisorku.
“Sialan lu, dah cepet kerjain anak bawang!” dia memang selalu memanggilku begitu, padahal aku sudah cukup senior di sini.
Tim HRD hanya kami berdua, Mbak Ida Supervisornya, aku adminnya, kami berdua menangani semuanya, aku khusus gaji, sisanya semua kebutuhan laporan yang Mbak Ida butuhin, mulai dari jumlah karyawan, biodata mereka, dokumen pribadi mereka, dan tentu saja laporan hutang mereka.
Tak terasa sudah jam 8 malam, aku dan Mbak Ida lembur, aku sudah bilang akan lembur sendiri saja, tapi dia kekeh menemaniku untuk input data, hanya tinggal laporan indeks gaji karyawan saja, aku kasian sama anak-anak Mbak Ida yang pasti menunggu dia di rumah, tapi Mbak Ida memang atasan yang tidak suka kalau hanya tau kulit, dia akan bantu dan memahami laporan yang aku buat, karena memang menurutnya atasan harus seperti itu, bukan hanya mengakui pekerjaan anak buahnya apalagi menelan mentah-mentah.
“Pulang yuk Mbak, udah selesai, udah malem juga, laporan udah gue email dan taro di server, besok lu tinggal buka aja pas meeting.”
“Ok Wang, yuk pulang, mau makan bakso dulu nggak? Mbak traktir deh.” Ini lagi nih yang paling aku suka, traktiran bakso depan kantor yang endul.
...
“Pagi Mbak.” Aku menyapa atasanku yang sudah cantik di mejanya, dia dandan hari ini, biasanya bedak aja dia nggak pake, kita akan meeting dengan bos baru.
“Gue udah deg-degan lu bakal telat, mati gue kalo lu telat, nggak bakal punya muka gue.”
“Lah ini muka siapa yang cantik?” Aku menunjuk wajahnya yang berbeda hari ini, “lagian kan elu udah wanti-wanti Mbak, jadi gue usahain bangun lebih pagi, nggak telat kan?”
“Tiap hari ya?”
“Ogah! hari ini aja.”
“Dih biar uang makan lu nggak di potong terus Wang.”
“Au ah, udah nyok ke ruang meeting, siapin bahan.”
Aku dan Mbak Ida pergi ke ruang meeting, menyalakan proyektor, menurunkan layar proyektor, mengatur suhu AC dan terakhir membuka laptop ruang meeting dan laptopku, memang saat meeting yang presentasi akan menggunakan laptop meeting yang sudah di-setting sesuai kebutuhan, makanya data kami taruh di server ber-pasword, supaya bisa dibuka di mana saja.
“Udah belum, Wang?”
“Mbak bae-bae keceplosan manggil gue Wang, tolong panggil saya Ibu Namira.” Aku meledeknya yang sedang gugup.
“Bawel lu, Anak Bawang.” Dia makin gugup, aku mendekatinya dan memijat bahunya.
“Rileks aja Mbak, lu itu pinter dan gigih, lu pasti bisa presentasi dengan baik, ama pak Bimo aja dulu lu mampu, apalagi ama anak bocah, hempas shay.” Aku meniru gaya artis yang cetar itu.
“Bocah juga, dia GM shay.” Mbak ida mengingatkan, GM baru kabarnya baru berumur 30an.
“Yaudah mbak, aku siap-siap ya.” Aku duduk di meja sebelah kanan, posisinya dekat layar proyektor karena laptopku dan laptop ruang meeting harus berdekatan, meminimalisir terjadi errorkarena jaringan hingga dokumen tidak bisa dibuka maka masih ada dokumen cadangan yang sudah aku siapkan di laptopku.
Tidak lama terdengar suara langkah orang mendekat ke ruang meeting, Mbak Ida terlihat makin tegang. Aku tersenyum dan melihat kepadanya, pisisiku membelakangi pintu masuk ruang meeting.
Tidak lama masuk beberapa orang, Pak Bimo GM lama, sudah terdengar suaranya menyapa Mbak Ida, lalu Lastri asisten GM, dan GM baru, aku tidak melihat ke arah mereka hanya kudengar langkah kakinya, aku masih mencoba menenangkan Mbak Ida yang makin terlihat gugup, posisiku membelakangi pintu masuk.
“Pagi semua.” Pak Bimo menyapa kami, aku menengok ke arah sebrangku, pak Bimo duduk di sebrangku dan Asisten GM di sampingnya, Mbak Ida duduk di meja paling ujung menutupi layar proyektor karena memang itu posisi untuk pegawai yang akan presentasi, aku menyimak apa yang akan dikatakan pak Bimo.
“Siang pak.” Kami semua membalas sapaannya , pria paruh baya yang mengabdikan hidupnya bekerja di perusahaan majalah non komersil ini selama hampir 30 tahun, memulai sebagai wartawan, lalu naik menjadi PemRed, setelahnya menjadi GM, pria bijaksana yang sangat hangat, makanya Mbak Ida takut kalau pengganti Pak Bimo tidak sebaik dia.
“Seperti yang kalian tahu bahwa, sudah waktunya saya pensiun, sudah waktunya main sama cucu.” Pak Bimo melanjutkan, “makanya sekarang Pak Gio yang akan menggantikan saya, pak Gio silahkan menyapa rekan-rekan kita.” Pak Bimo menunjuk posisi meja paling ujung bersebrangan dengan layar proyektor, posisinya ada di dekat pintu masuk.
"Selamat pagi semua."
Aku menoleh kearah suara itu, aku terperanjat hampir saja jatuh dari bangku, kaget, karena ....
Seketika waktu terasa berhenti, sesaat setelah aku melihat arah yang Pak Bimo tunjuk, aku merasa bayangan itu muncul, pertemuan sepuluh tahun lalu, di mana aku si gadis lugu memberikan senyum termanis 5 detikku padanya. Untuk pertama kalinya aku melihat senyum balasan darinya, bukan, bukan untukku, tapi untuk semua orang di ruang meeting ini.
Akhirnya aku mendapat senyum balasan itu darinya, dari Mister X, siapa namanya tadi? Pak Gio? hei Pak Gio, aku Namira ....
_________________________
Catatan Penulis :
Cinta itu bukan tentang waktu, bukan juga tentang pertemuan, tapi cinta itu tentang kesetiaan, apakah aku si buta yang tak pernah kenal siapa yang dicinta, kalian salah. Sang pecinta mana mungkin tidak mengenal yang dicintainya, sisanya takdirlah yang menentukan, apakah berjodoh atau hanya sekedar penumpang dalam Busway saja, datang lalu pergi begitu sudah sampai tujuan.
Lalu kategori manakah aku, mereka yang menumpang, atau tambatan hati yang akan kau pinang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
🖤❣ DeffaSha ❣🖤
ahaiii jadi inget masa2 smp dulu....suka sama seseorang ya kayak namira n gio gitu cuma liat2an doang pas papasan mau berangkat k sekolah dan begitu juga pas pulang sekolah 🤭 gak tau namany siapa, gak tau sekolahny dimana ya papasan aja gitu pas d jalan 🤭🤭🤭
2023-11-17
0
Sri Bayoe
nyimak dulu
2023-03-29
0
T.N
jgn pernah menyesali yg sudah lewat karena bisa jadi itu adalah yg terbaik utk kita lalui
2023-01-29
0