Aku selalu lupa bahwa kau hanya khanyalanku saja. Kadang malah aku merasa bahwa, kau yang berdiri di depanku, bukanlah dia yang aku temui di sana, di jembatan itu dan kuberi harga diriku. Mungkin harga diriku bukanlah sesuatu yang berharga untukmu. Tapi, percayalah, itu semua yang kumiliki untukmu.
“Ok, jadi, saat ini yang kalian lihat adalah form lembur lama dimana form ini akan kita revisi, aku sudah highlight bagian yang Mister … maksudku Pak Gio minta dibuat detail.” Aku mau tidak mau mempresentasikan apa yang diperintahkan oleh Mister X, sepertinya aku harus hati-hati karena tadi hampir aja panggil dia Mister X.
Kuperlihatkan draft untuk formulir lembur yang baru pada seluruh peserta meeting. Lastri membagikan semua draft form dalam bentuk print atau hardcopy, semua orang terlihat melotot dengan format baru. Ya, aku tahu mereka akan sangat keberatan dengan format ini.
“Aku akan mulai, kalian juga bisa isi di lembar draft formulir lembur baru kosong yang Lastri sudah berikan ya. Pertama seperti biasa, kalian isi nama, tanggal lembur dan hari lembur. Lalu isi jam mulai lembur dan berakhirnya.” Aku memperhatikan semua karyawan fokus mengisi lembaran, Mister X terlihat sedang berbincang dengan Mbak Ida, aku agak bingung kenapa raut Mbak Ida cukup tegang.
“Sudah? kalau sudah ada keterangan jenis pekerjaan yang harus diisi, supaya kita bisa langsung praktek, maka aku mengisi lembaran draft di presenstasi ini dengan jenis pekerjaanku. Ya, aku isi jenis pekerjaannya adalah input form lembur.” Semua tertawa karena aku mengisi draft form lembur baru, dengan contoh pekerjaan ‘input form lembur’, sangat lucu bagi mereka. Aku pun sedikit tersenyum, tidak sengaja kulihat Mister X juga ikut tersenyum, manis sekali.
“Ok, setelah kita isi jenis pekerjaan yang akan dilemburkan, kalau form sebelumnya diisi dengan keterangan, maka form sekarang akan diisi dengan detail pekerjaan. Ini contohnya, ‘menginput form lembur karyawan sebanyak 25 lembar, pada bulan november tahun 2018, dimulai dari tanggal 5 sampai tanggal 20.’ Begitu.” Aku menunjukan bagaimana aku mengisi form tersebut melalui layar proyektor, aku memang mensimulasikan memakai ketikan, sehingga semua orang tahu seberapa detail yang Mister X inginkan.
“Lihat, sedetail itu yang harus diisi, makanya kolom ini dinamakan kolom detail pada form lembur ini. Aku menambahkan jumlah lembar yang aku input, bulan yang aku input plus tanggal dimulainya. Kenapa hal ini perlu, karena untuk menjadi indikator penilaian, apakah lembur ini akan disetujui atau tidak," lanjutku.
“Jadi maksud lo, kemungkinan form lembur yang kita isi bakal ditolak itu ada?” Pak Jefri salah satu fotografer senior menyelak presentasiku, padahal belum pada sesi tanya jawab.
“Pak, akan ada sesi tanya jawab, nanti setelah saya selasai presentasi, sementara di tulis aja dulu pertanyaannya biar nggak lupa.” Aku menjawab dengan santun maklum dia itu senior yang judes walau seorang lelaki.
“Aneh dong format lo Nam, harusnya ….“ Pak Jefri masih kekeh membantah presentasiku.
“Bisa tolong memanggil Ibu Namira dengan sebutan pantas di meeting ini, kalau bapak tidak bisa kooperatif, pintu keluarnya ada disana.” Mister X berkata dengan dingin, tanpa berteriak, tapi cukup membuat suara gemuruh yang membela Pak Jefri terdiam, kulihat muka Pak Jefri merah padam, tapi tidak berani melawan. Wah, alamat aku bakal dimusuhin nih. “lanjutkan, Namira.” Mister X memerintahku.
“Ok, kita lanjut ya. Setelah diisi kolom detailnya, maka akan ada kolom result.” Aku bold kolom result dan memberi highlihght agar semua bisa fokus pada kata itu.
“Jadi setelah aku isi kolom detail seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, maka akan ada kolom result atau hasil yang harus kalian isi, aku buat contohnya begini, ‘Berhasil input sesuai detail, data sudah di Server HRD dan di email ke atasan dan GM.’ Seperti itulah result yang jadi contoh ya, jadi kenapa perlu sekali result atau hasil ini adalah, untuk membuktikan bahwa memang lembur kita adalah untuk melakukan sesuatu yagn penting untuk perusahaan ini. Terakhir adalah kolom keterangan, kolom ini akan diisi apabila karyawan ingin menambahkan keterangan berkaitan dengan form tersebut diluar dari kolom-kolom yang sudah disediakan.” Aku menarik nafas lega karena sesiku akan segera berakhir, karena kan tadi Mister X bilang aku hanya presentasi format form barunya.
“Sekarang sesi tanya jawab, jadi siapin pertanyaannya, aku akan melanjutkan menjadi moderator, lalu pertanyaan tersebut akan di jawab oleh Pak Gio.” Aku mundur dan duduk di meja dekat Lastri karena memang seperti itu SOP-nya si pegawai yang melakukan presentasi akan menjadi moderator atau penjawab saat sesi pertanyaan, karena saat ini pemimpin meeting adalah Mister X, maka dialah yang harus menjawab.
“Saya mau tanya,” Pak Jefri yang tadi menyelak berkata, semua hening, sementara Mister X masih di mejanya dengan mikrofon di tangan. “bukankah pada kolom detail saja sudah cukup Pak, kenapa harus di tambah kolom result? maksudnya bagaimana dengan saya, misal saya lembur karena edit foto, indikasi resultnya dimana, sebagai contoh aja, saya lembur untuk edit foto artis edisi minggu depan, lalu nggak selesai, besoknya lembur lagi dengan jenis pekerjaan dan result yang sama pak, kalau kayak gini udah pasti dong lembur saya akan ditolak karena akan dicurigai sebagai lembur main-main.” Sudah kubilang Pak Jefri memang ketus dan langsung pada intinya.
“Ok, ada lagi?” Mister X bertanya dan dia terlihat tenang.
Semua diam menandakan bahwa semua orang memiliki pertanyaan yang sama dengan Pak Jefri.
“Ok, kalau semua orang menunggu jawaban dan tidak ada yang lebih kreatif dalam bertanya lagi, saya akan menjawab.” Wah bosku kata pembukaannya saja sudah pedas, aku tersenyum mendengarnya, Lastri menyikutku dan mengangkat dagu, ekspresi bertanya kenapa aku tersenyum, aku hanya menggeleng, lalu Mister X melanjutkan jawabannya.
“Pertama Pak Jefri, karena anda bertanya jenis pekerjaan anda, saya akan jawab dengan hal yang sama, Lastri, mouse pen saya.” Lastri menghampiri Mister X untuk memberikan mouse pen yang biasa digunakan untuk menulis di laptop. Setelah itu Lastri menampilkan draft form lembur yang kosong di layar proyektor agar Mister X bisa menulis di laptop dan otomatis langsung ditampilkan di layar proyektor.
“Begini ya Pak Jefri,” Mister X sudah mengisi di kolom jenis pekerjaan ‘mengedit foto artis’, "setelah mengisi jenis pekerjaan seperti yang sudah ada di layar, lalu di kolom detail isi dengan ‘mengedit foto artis ibukota untuk edisi tanggal 15 november 2018, yang akan di edit : background, bagian pipi permintaan artis, bagian lengan permintaan artis, dan bagian wajah.’
Lalu pada kolom result dia menulis lagi, ‘background yang tadinya hanya layar putih ganti jadi tumpukan buku seperti perpustakaan, mengecilkan bagian lengan sesuai permintaan dengan foto editor, hal yang harus di lakukan adalah, mencari background perpustakaan, menduplikat lingkungan senti demi senti sekitar lengan untuk menambal bagian lengan yang ingin dikecilkan dan membuatnya berbayang agar terlihat lebih nyata.’ Sudah kelihatan semuanya? betapa pekerjaan mengedit itu bukan soal, copy paste, copy paste bukan? lihat pada tanggal itu Pak Jefri hanya bisa menyelesaikan bagian background dan bagian lengan, berarti masih ada hutang, bagian pipi dan wajah lainnya yang belum selesai, maka apakah kantor akan menolak jika sedetail inilah kalian bekerja?”
Sungguh jawaban yang luar biasa, tentunya dia tidak akan tahu bagaimana proses editing jika tidak mendalaminya, untung Mister X tahu proses editing, dia tidak main-main dan asal dalam mengubah form lembur ini, efeknya saja sudah terasa walau baru sosialisasi. Tentu form lembur ini nantinya bisa menjadi acuan dalam penilaian performa kerja tiap individu, aku sayang, eh ….
Meeting berjalan dengan mulus, Mister X mampu menjawab semua pertanyaan dari setiap divisi, sekarang semua orang pelan-pelan keluar dari ruang meeting, aku dan Lastri membereskan peralatan meeting. Mbak Ida datang ke meja kami.
“Good Job Wang, keren lu jelasinnya tadi, besok-besok gantian ya, kalau gue lagi nggak bisa presentasi.” Mbak Ida memujiku, aku hanya senyum-senyum malu.
“Namira, lain kali kalau di meeting ada yang gue elo, gue elo, kamu langsung potong, jangan diam saja, kamu itu komandannya di presentasi tadi, jangan mau diinjak di depan banyak orang. Lain kali kalau meeting dengan saya kamu masih lemah gitu, saya akan pastikan memberi SP ke kamu, mengerti? “ Sebentar, kok dia nyebelin banget sih, udah nyuruh presentasi dadakan, trus setelah aku berjuang diantara deg-degan, bisa-bisanya dia ngehina gini, dia juga nggak sopan panggil nama bukan panggil Ibu Namira, aku hanya diam dan menatapnya dengan tajam, dia pun pergi tanpa menunggu jawaban.
“Sabar Wang, namanya juga bos, itung-itung dia mendidik lu, kayak gue dulu. Sekarang kita saling jatuh cinta kan.” Mbak Ida berusaha menenangkanku dan memeluk bahuku, aku cemberut.
…
“Las, Pak Gio tuh lulusan design grafis ya?” Mbak Ida nanya, kami bertiga sedang coffee time di pantry, biasanya jam 4 sore kami suka ngumpul di pantry lantai 2, yah semacam cari angin sebelum pulang kantor.
“Bukan Mbak, dia lulusan S2 bisnis, cumlaude lagi. Trus lebih cepet lulus.” Lastri menjawab.
“Apa!” Kami berdua langsung menyemburkan kopi karena kaget.
“Kok dia bisa jawab soal edit fotonya pak Jefri?” Aku bertanya.
“Ya bisa aja, kan dia dulunya kerja di advertising pas magang, mungkin skillnya terasah di sana.” Lastri kembali menjawab.
“Dia pinter ya Wang.” Mbak Ida bergumam.
Kami semua kembali ke ruangan karena sudah jam setengah 5 waktunya pulang. Saat di tangga aku bertemu dengan Manager Marketing, Pak Rian. Dia pasti selalu menawari tumpangan pulang, setiap hari begitu, walau selalu kutolak.
“Wang, pulang bareng yuk.”
“Pak ….“ aku merajuk, yang artinya berhentilah mengejarku, aku tidak tertarik, sepertinya dia sulit mengerti atau sulit menerima bahwa perempuan jelek yang cuma seorang admin sepertiku, berani menolak dia.
“Pleaseee ….“ dia memohon.
“Pak gini ….“
“Rian, meeting bentar sama gue, ini soal proposal yang lo taro di meja gue barusan.” Kulihat Mister X ternyata ada di belakang ku.
“Loh Bos, katanya besok aja meetingnya, itu lu juga udah bawa tas, nggak jadi pulang?” Pak Rian terlihat tergesa-gesa mengejar Mister X yang berlari ke atas, menuju ruangannya. Untung ada Mister X, jadi aku nggak perlu bohong lagi soal nolak tumpangan pulang, biar nyebelin dia kadang jadi penolong yang tepat waktu.
Aku pun berlari ke mejaku, saat sampai, Mbak Ida sudah siap-siap pulang.
“Mbak, makan di tukang bakso nyok, Lastri yang traktir katanya.” Aku ngajak Mbak Ida makan, karena barusan Lastri kirim chat ngajak makan bakso.
“Siaplah kalo gratis mah.” Kami pun menunggu di depan, dekat mobil Lastri di parkir, tidak lama Lastri muncul dan kami bertiga masuk mobil, seperti biasa aku supirnya dan kami menuju tukang bakso dekat kantor.
Begitu sampai tukang bakso, kami langsung memesan pesanan kami yang biasa. Nggak terlalu ramai jadi kami makan lebih santai.
“Eh, lu tau nggak? Pak Gio tuh single tau.” Lastri membuka obrolan.
“Serius? kok bisa?” Mbak Ida menimpali.
“Ya aneh kan? dia tuh bibit unggul, ganteng, kaya dan pintar. Masa nggak ada yang naksir.” Lastri melanjutkan.
“Ya, mungkin karena sibuk kerja kali. Eh, bentar deh. Bukannya dia pake cincin ya di jari manis?” aku bertanya.
“Masa? Kok gue nggak ngeh,ya.” Lastri bingung.
“Bentar deh, Wang, kok elu ampe segitu detailnya ya? tau kalau si GM pake cincin di jari manis.” Wah insting Mbak Ida emang tajam.
“Hmm, kan gue anter kopi, jadi taulah, mana diomelin mulu, jadi gue kayak pada satu titik bengong dan nggak sengaja liat cincinnya deh.” Aku berusaha setenang mungkin menjawab.
“Besok coba gue cek lagi, gue sih taunya berdasarkan resume dia ya, jangan-jangan belum nikah tapi sebenarnya baru mau nikah.”
“Iya Las, cek ya besok. Eh, bae-bae lu naksir dia, inget lu juga udah punya pacar.” Mbak Ida mengingatkan.
“Ih, enak aja. Gue cuma mau berbagi bahan cerita aja tau, nggosip shay, nggak suka gue tipe galak gitu, kan lu tau, gue dominan nggak bisa ama yang begitu.” Lastri monyong.
Ya seperti yang kukatakan pada mereka, bahwa, single bukan berarti nggak punya pasangan, belum menikah bukan berarti sendiri.
Aku juga tidak berharap dia masih jomblo sepertiku, yang ….
“Woy Nam, bengong, kesambet lu ntar.” Mbak Ida mengagetkanku yang memang sedang memikirkan Mister X.
“Las, dia pernah magang di daerah Sudirman ya?” Aku bertanya.
“Iya, kok lo tau? liat resume ya?”
“I-iya.” Aku berbohong padahal aku belum sempat lihat resumenya yang sudah ada di server.
“Dia tuh baik tau sebenarnya Nam, tapi ya nggak tau deh kadang pedes mulutnya, tapi sama orang tertentu aja.” Lastri kembali gosip, pantas dia mengajak makan bakso, tahunya mau gosip.
“Maksud lo ama orang tertentu?” Aku mulai merasa panas.
“Ya kayak sama lu, sama Pak Jefri, sama anak-anak marketing juga yang sering nilep voucher sponsor. Dia tuh galak sama mereka.”
“Lah, mereka kan emang pada ngeyel, kalau gue?”
“Ngeyel juga.” Mbak Ida dan Lastri menjawab bersamaan.
“Oh, gitu ya.” Aku bergumam, mungkin mereka benar, ada baiknya aku nurut saja semua perkataan Mister X, walau masih ada rasa resah dan khawatir dia ingat aku, ada rasa malu juga dan yang pasti deg-degan yang tiada akhir, hingga aku bersikap buruk di depan Mister X. Tapi aku akan berusaha melupakan kenangan itu, kenangan memalukan 10 tahun lalu hingga aku bisa bersikap tenang di depan Mister X.
_________________
Catatan Penulis :
Jika memang ini akhir dari kegilaan cintaku, maka ijinkan aku mengatakan selamat tinggal pada angin, mengecup ranting dan menangisi khayalan. Hanya saja hari ini biarkan aku mengenang kembali bagaimana kita dulu selalu bertemu tanpa kata dan isyarat, hanya sebuah tatapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Sri Bayoe
bahasanya keren
2023-03-29
0
T.N
selalu suka sama catatan kakinya
2023-01-29
0
yaya
Novelnya bagussssss...recommended beud
2022-11-25
0