Aku melangkahkan kaki ke ruangannya, bersiap dengan senjata dan amunisi di tangan, jika ini adalah perjuangan terakhir untuk sebuah kemerdekaan yang akan kami dapatkan sebagai pegawai setia. Maka, aku siap mengorbankan jiwa dan raga sampai tetes darah penghabisan.
“Las, gue masuk, ya.” Aku menyapa Lastri asisten GM, kami memang harus ijin dia dulu kalau mau bertemu dengan Mister X.
Aku masuk ruangan GM, disana ada Mister X. Tentu saja, kan ini ruangannya. Dia duduk di meja. Oh, ternyata mejanya sudah diganti dengan meja besi warna putih, sebelumnya pak Bimo pakai meja kerja kayu berwarna coklat, papan nama pak Bimo juga sudah diganti menjadi papan namanya.
Di depannya ada Mbak Ida duduk di bangku sebelah kanan, walau ada sofa tapi mbak Ida memilih duduk di depan meja kerja Mister X, jadi mau tidak mau aku mengambil bangku sebelah kiri.
Aku dan Mbak Ida berhadapan dengan Mister X, kami terpisah meja kerja.
“Pak.” Aku menyapanya, dia masih memandang laptop tanpa menoleh.
“Ok Namira, saat ini kami membahas tentang formulir lembur, kata Ibu Ida kamu yang mengurus langsung formulir ini, benar?”
“Betul pak, sejak enam tahun lalu, saya ....“
“Lihat baik-baik, apa ini form nya?” Dia memotong kata-kataku, aku menarik nafas dan mengambil form yang dia sodorkan, form kosong formulir lembur.
“Betul, ini pak form-nya.” Aku mengembalikan form tersebut kepadanya.
“Kamu tahu, berapa persen tren kenaikan lembur dua tahun belakangan?”
“Saya harus cek data dulu pak.” Karena jujur aku tidak pernah membuat grafiknya, maksudku, Mbak Ida dan aku tidak pernah membuat laporan semacam itu.
“Tidak perlu, kamu lihat ini.” Dia mengarahkan laptopnya padaku dan menunjukan grafik tren kenaikan lembur dua tahun belakangan. Aku menutup mata, karena presentase kenaikannya mencapai angka 85%, angka yang cukup signifikan. Kalau secara keuangan, ini bisa saja menjadi kerugian walau memang harus dikaji kembali apakah lembur tersebut efektif sehingga sepadan dengan pendapatan perusahaan, yang artinya, lembur tersebut sudah tepat atau hanya permainan dari pegawai dan aku lah penanggung jawabnya. Maka, aku harus bertanggung jawab jika terbukti bahwa lembur tersebut adalah tindakan curang dari pegawai, karena bocornya sistem.
“Saya sudah memeriksa bahwa form yang mereka setor dan laporan absen sudah sesuai, tidak ada lembur bodong, mereka bekerja sesuai dengan jam lemburnya atau overtime dan perusahaan berkewajiban membayar hak pegawai tersebut sesuai ketentuan. Perhitungan saya pun tidak meleset atau melanggar sistem perusahaan, jam perjam, sudah saya cek berkali-kali sebelum sampai di meja Mbak Ida, artinya bahwa tidak ada kerugian yang perusahan ....“
“Bukan itu pertanyaan saya Namira,” lagi-lagi dia memotong kata-kataku, “apakah menurutmu mereka perlu lembur? apakah perlu kami membayar overtime atas kinerja mereka? atau kamu bekerja sama dengan mereka untuk saling menguntungkan.” Aku menatapnya dengan tajam dan bermaksud membalas tuduhan keji itu.
“Pak Gio bisa cek, bahwa format form lembur sudah dirombak oleh Namira pada tahun 2014 artinya 4 tahun lalu.” Mbak Ida menahan tanganku lagi, dia berusaha mencairkan suasana.
“Ok, lanjutkan.” Mister X mendengarkan mbak Ida.
“Bahwa sebelum ini, form lembur hanya berisi kolom nama pegawai, nomor induk, tanggal, jam mulai lembur dan jam selesai lembur, sudah itu saja. Pada tahun 2014 akhirnya form tersebut dirombak karena Namira merasa ada yang salah, ada yang kurang, yaitu pembuktian kerja dari jam lembur yang diakui.” Mbak Ida melanjutkan. Aku bahkan lupa masalah itu karena emosi, Mbak Ida memang atasan terbaik.
“Pak Gio bisa lihat pada form tersebut ada kolom keterangan, disitulah akhirnya diberi keterangan mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai yang lembur, itu karena Namira fight, sebelumnya sempat tertolak oleh para Direksi, tapi akhirnya disetujui.” Mbak Ida masih mencoba membelaku.
“Itu maksud saya Namira, kamu sudah mencoba mengkoreksi, tapi itu setengah matang, lalu apakah setelah pegawai yang lembur memberi keterangan dia lembur, selesai? bagaimana cara kami tahu bahwa lemburnya efektif? bagaimana kami menilai perfomance kerjanya? apakah dia memang memerlukan lembur itu untuk meningkatkan pekerjaannya atau meningkatkan pendapatannya? seharusnya kedua belah pihak untung, bukan hanya satu pihak. Seharusnya baik Pegawai maupun perusahaan, mendapatkan benefit dari lembur yang diakui!”
“Pak, Namira sudah melakukan yang terbaik yang dia bisa lakukan untuk memposisikan dirinya menjadi pegawai yang memenuhi aturan perusahaan, tetapi ....”
“Ibu Ida, bisakah ketika saya bertanya pada Namira, maka dia yang menjawab, apakah kamu walinya sehingga dia tidak mampu menjawab sendiri.” Mbak Ida terdiam, emosiku sudah sampai di tenggorokan.
Aku menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar, baiklah aku akan memberitahunya, dengan siapa dia berurusan.
“Saya mengerti bahwa BAPAK GIO membutuhkan koridor yang jelas sebagai acuan untuk menilai apakah lembur tersebut memang dibutuhkan atau hanya sekedar untuk menambah pendapatan pegawai, apa yang harus saya lakukan?” Dia hanya sedang mengujiku, sejauh mana pemahamanku tentang kepegawaian.
“Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah merombak form lembur, tambahkan kolom detail pekerjaan, lalu result kolom tersebut harus berada sebelum kolom keterangan. Lihat ini, salah contoh lembur dari bulan lalu.” Dia mengambil form lembur yang telah diisi pegawai.
“Adi Reporter, dia lembur dri jam 16:31 sampai jam 20:05, kurang lebih dia lembur 3 jam setengah, hak yang dia dapatkan adalah 50 ribu konpensasi lembur sampai jam 8 malam, lalu 5 menit untuk jam berikutnya yaitu sekitar 1.700 rupiah karena sesuai kesepakatan perusahaan bahwa setelah jam 8 malam maka lembur dihitung 20 ribu perjam, total pendapatannya adalah 51.700 untuk satu kali lembur, selama seminggu dia lembur 3 kali, total selama sebulan dia lembur adalah 9 kali maka pendapatan lemburnya kurang lebih 465.000, pertanyaan saya adalah, dari 9 form lembur ini, apakah kamu tahu tentang ini?” Dia menunjuk satu persatu form lembur Adi Reporter pada kolom keterangannya.
Isi form keterangan lemburnya itu kalimat yang sama yaitu ‘buat artikel untuk majalah’. 9 form tapi semua keterangan sama, yaiyalah sama, kan dia reporter, tugasnya ya buat artikel untuk majalah, kebetulan dia pegang wilayah Jakarta Utara saja ... oh, damn!
“Sudah mengertikan? Dia hanya pegang satu wilayah saja, yaitu Jakarta Utara. Majalah kita terbit hanya 2 kali dalam sebulan, untuk iklan semua format hanya tinggal copy paste, yang beda hanya pada beberapa lembar halaman di rubrik tokoh ternama, paling banyak 3 lembar, maka secara logika selama satu bulan artikel yang dibuat Adi hanya 6 lembar, dimulai dari liputan sampai editing, yang edit ada tim lain bukan dia, kan? pertanyaan saya, 22 hari kerja di jam kerja reguler selama sebulan, masa iya dia nggak bisa bikin artikel 6 lembar, sampai harus lembur 9 kali dalam sebulan hanya untuk 6 LEMBAR ARTIKEL! hanya untuk 2 edisi terbit! Bukankah dia reporter senior?” Mister X melempar kertas lemburnya, bukan ke arahku, tapi jujur aku merasa, merasa memang aku tidak pantas bekerja di sini, aku fikir aku sudah cukup baik mengerjakan pekerjaanku, tapi aku salah, seharusnya aku lebih teliti.
Mister X benar, bahwa sistem lembur kami terlalu longgar, seharusnya memang sistem lembur ini perlu dikaji ulang, aku tidak menyadari, tapi apalah aku, hanya seorang admin, sedang Pak Bimo saja yang seorang GM tidak menyadarinya dulu.
“Buat format form-nya hari ini Namira, sesuai yang sudah saya gambarkan tadi, tambahan kolomnya harus persis, jika sudah saya setujui baru kita cetak form tersebut. Ibu Ida, saya minta tolong, biarkan admin ini mengerjakan tugasnya, jangan dibantu!” aku menunduk saja, karena memang aku salah.
“Aku akan mereviewnya besok begitu sampai kantor, kirim draft-nya dan satu format yang sudah kau isi sebagai contoh.”
“Baik Pak.” Aku menunduk.
Ada yang mengetuk pintu ruangan Mister X.
“Pak, Ada meeting dengan tim Marketing sebentar lagi, mereka sudah siap di ruang meeting.”
“Ok, saya akan kesana sebentar lagi.”
Aku dan Mbak Ida berdiri dari duduk kami dan keluar ruangan, Mbak Ida permisi, aku hanya mengangguk dengan wajah sendu, aku merasa bahwa kerugian perusahaan karena ulahku.
...
Jam tujuh malam, aku sedang lembur. Mbak Ida dan semua pegawai pergi ke acara penyambutan GM baru, aku nggak ikut, nggak mood, aku bilang nggak enak badan sama Mbak Ida, dia nggak tau aku lembur, paling besok dia ngomel.
“Namira, belum jalan?” Aku kaget, ternyata si Mister X yang menyapaku. Aneh, dia yang punya acara, kenapa belum jalan? aku fikir hanya tinggal aku, OB dan satpam.
“Tidak ikut pak.” Aku menjawab tanpa menoleh, terpaku pada laptopku.
“Mau bareng ke sana?” Sok Baik, tadi aja lempar-lempar kertas.
“Tidak Pak, terima kasih, aku sedang menyelesaikan FORM LEMBUR KARYAWAN, besok kan harus ada di meja bapak.” Aku memberi penekanan pada kata-kataku.
Kulihat dia berlalu tanpa menjawab, tersinggung? bodo amat, nggak suka, ya pecat. Lumayan pesangon, kan, aku sudah pegawai tetap.
Aku melanjutkan lagi pekerjaanku.
Telepon genggam berbunyi, dari Mbak Ida. Dia pasti telepon mau mastiin aku udah minum obat belum, dia kalau aku sakit ribet, kayak ibuku.
[Ya Mbak?] Aku menjawab teleponnya.
[Wang, gue ke kostan ya, gue bawain bubur kesukaan lu, sama obat lu yang biasa.] dia memang orang terbaik yang aku miliki.
[Nggak usah, gue di kantor, lembur.]
[Eh sableng, lu kalo mau lembur ya bilang dong!] dia marah.
[Sorry, tadi gue males aja ikut, ya you know lah.]
[Masih kepikiran yang tadi? udah sih Wang, padahal kalo lu ikut asik tau, lu kan yang bikin suasana jadi rame, lagian si GM nggak dateng tau.]
[Pak Gio nggak dateng? aneh.] Bukannya dua jam lalu nawarin tumpangan? lah, dia malah nggak dateng.
[Iya aneh ya, dia yang punya acara, dia yang nggak dateng. Tapi nggak apa-apa, kartu kredit udah di tangan, makan bebas, sini Wang, makan enak.]
[Nggak ah ogah, iya aneh ya tu orang.] Aku tidak memberitahukan tadi Mister X menawari tumpangan ke acara, nanti dikira GR lagi.
Lalu Mbak Ida menutup teleponnya setelah beberapa wejangan, akupun bersiap pulang karena sudah jam sembilan malam. Yang penting kerjaanku sudah beres.
Aku keluar kantor, baru mau pesan ojek online, sudah lumayan malem bahaya juga nih, biasanya aku lembur tidak semalam ini.
“Namira.” Aku menengok, ada suara yang memanggilku. Aku sudah di pinggir jalan, tadi sempet keluar areal kantor karena lama kalau nunggu ojek online di dalam,. Untuk masuk areal kantorku, ojek online harus melewati pos parkir dan masuk ke dalam sekitar lima menit.
“Pak Gio? Malam pak.” Aku mengangguk dan berjalan, males harus berbasa-basi sama dia.
Aku berjalan menjauh, bersiap memesan ojek online lagi, lumayan lama sekitar 15 menit semua ditolak, kalau sudah malam kadang memang susah cari ojek online, apalagi ruko ini masuk komplek perkantoran ke dalam, jadi agak jauh ojek online jemputnya.
Bip ... bip ... bip ... Suara klakson mobil, mobil itu berhenti di depanku, lalu si pengemudi membuka kaca. Lah si Mister X lagi.
“Malam Pak.” Aku tersenyum, terpaksa.
“Naik Nam, sudah malam.” Dia lalu menutup kacanya sebelum aku menolak, sial! mau tidak mau aku akhirnya membuka pintu mobilnya dan dengan terpaksa naik.
“Terima kasih pak, nanti turunin saja di depan jalan raya yang ada angkotnya.”
“It’s ok, kita sejalan kok.”
“Loh memang rumah bapak di mana?”
“Oh ya, rumahmu dimana ya?” dia malah balik nanya, dasar Bambang! Tadi katanya sejalan.
“Di daerah Pramuka, Pak.”
“Ya, saya lewat situ kok.” Lah dia nggak jawab pertanyaanku.
Ah sudahlah, terserah, lagian nggak mau tau juga rumahnya d imana. Aku memandang jalan, tidak sengaja aku melihat pantulan wajahnya dari kaca mobil, aku memandangnya dari pantulan itu, dia masih setampan dulu, aku tersenyum.
Siapa sangka, dulu kami hanya teman papasan yang tidak saling kenal, sekarang aku menumpang mobilnya.
“Namira, kamu kost sendiri atau tinggal dengan orang tua?”
“Kost, Pak.” Aku kaget dia bertanya.
“Hati-hati kalau pulang malam, bahaya, banyak target begal adalah pegawai wanita yang sering lembur.”
“Iya pak.” Aku jawab dengan singkat.
Lalu kami sama-sama tenggelam lagi dengan suara deru mobil, parfumnya terasa sekali, teridentifikasi oleh hidungku yang mengingat kenangan sepuluh tahun lalu. Aku menatap ke depan, seolah-olah melihat jalan, padahal tenggelam dalam khayalan, tentang sepuluh tahun lalu. Seorang lelaki wangi yang tampan, dia memang ada di sampingku sekarang, tapi bukan milikku, dia milik seseorang yang cincinnya tersemat di jari manis itu. Lelaki sepuluh tahun lalulah yang milikku, dia adalah khayalanku, sedang yang di sampingku hanya kamuflase dari beratnya dunia nyata.
“Nam, Nam, Namira.” Aku merasa bahuku digoyang, loh udah di depan kost ku, wah aku ketiduran!
“Maaf pak, maaf.” Aku membuka pintu mobil dan hendak keluar, tapi tanganku ditahan. Oh aku berdebar, lelaki ini memegang tanganku.
“Nam, sebentar.” Dia menekan tombol seat belt! oh Tuhan, bodohnya aku, kenapa nggak buka seat belt dulu, pasti gara-gara panik tadi.
“Maaf pak, aku akhirnya turun dari mobil dan menutup pintu, lalu berlari ke gerbang kostku, menutupnya dengan cepat tanpa menoleh, mobilnya masih di sana. Lalu aku berlari naik tangga, kamar kostku memang terletak di lantai dua, aku berlari secepatnya, lalu pergi ke balkon, aku mau lihat dia masih di bawah atau tidak, ternyata masih di sana, setelah 5 menit dia baru jalan.
Duh Namira bodoh banget sih! ketiduran, lupa buka seat belt, ngorok nggak ya tadi? bodoh banget Namira! sebentar, loh kok Mister X tahu ya alamat kostku, memang sudah kuberitahu alamatnya tadi? kalau nggak salah aku cuma bilang di daerah Pramuka, apa aku sudah beritahu ya? tapi, tadi aku ketiduran. Ah, pasti sudah kuberitahu, makanya dia bisa sampai. Kalau belum, gimana caranya dia sampai sini. Pasti sudah kuberitahu.
Aku pun ke kamar, hari ini sungguh melelahkan, pertama bertemu Mister X, lalu dimarahi oleh orang yang bahkan kutunggu tanpa kepastian, jangankan berharap ditembak, tau namanya saja tidak. Lalu terakhir, diantar pulang oleh orang yang sama, yang mengaduk-aduk hariku seperti cendol.
__________________________
Catatan Penulis :
Mengapa berat sekali bertemu denganmu saat ini, karena saat itu masih ada yang tertinggal, masih ada yang belum terselesaikan, masih ada yang belum aku sampaikan.
Tapi saat ini bahkan sekedar bilang halo saja aku tidak mampu, lalu bagaimana mungkin aku bilang cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Nirna Nirna
😂👏👏👏👏
bahasanya enk, bahasa gaul Shari hari
2024-02-03
0
Sri Bayoe
keren
2023-03-29
0
Nur Cutecute
muka kanvas, q ngevens bgt
crita yg d bawain tu bener2 deh ngena bgt.
angkot jemputan jg sllu q tunggu updetan ny
2023-01-03
0