“Pagi Mbak.” Aku menyapa Mbak Ida yang sedang mumet melihat ke arah laptop di meja kerjanya.
“Nam, tadi si Lastri ke sini nganterin kopi, katanya jangan taro di pantry, takut di minum ama yang lain, itu mesin kopinya udah ditaro pak Gio ke pantry, bikinin kopi bos sono, dia udah nungguin dari sejam yang lalu.”
“Mbak! kenapa lu santai banget sih bilangnya, kenapa lu nggak telepon gue, duh beneran deh.” Aku langsung cemberut, kenapa sih Mbak Ida nggak langsung ngomong, kenapa dia santai banget, gila si Mister X, nungguin kopi sampe sejam, harusnya dia minta bikinin Lastri kek, kan Lastri asistennya.
“Bodo amat, elu dibilangin bebal, tiap hari terlambat, contoh noh bos galak, dari jam 7 kurang udah sampe kantor, nah elu jam 8 lewat baru absen, kepotong mulu kan uang makan lu.”
Aku berlari ke pantry, pantry ada di setiap lantai, ruanganku dan Mbak Ida ada dilantai paling bawah, tapi kami biasa menggunakan pantry lantai 2 untuk makan dan juga menyiapkan makanan para bos, karena pantrynya lebih luas dan lebih lengkap.
Saat sampai pantry lantai 2 aku melihat coffee maker pak Gio sudah ada disana, wah canggih sekali mesin ini, gimana cara pakenya, ya?
Aku harus telepon Lastri, aku beneran nggak tau cara pakenya.
[Las, lu kesini deh, gue nggak tau nih cara pake mesin kopinya, ini canggih banget.]
[Nam, gue juga sama, gue nggak ngerti, lu cari di internet gih pake handphone.]
Duh si Lastri nggak bisa diandelin, katanya anak orang kaya, tapi sama aja kudet kayak aku.
Ok, berarti aku harus coba browsing, pertama masukan merk mesin kopinya, lalu liat video review atau tutorialnya, ketemu!
Akupun mengoperasikan mesin kopi ini, dimulai dengan mencari tombol power pada mesin, mengisi tabung penampungan air, memasukan kopinya yang kebetulan masih berbentuk kapsul, lalu menggeser tuas, tidak lama kemudian kopi yang sudah diproses mulai keluar, celakanya aku lupa menaruh gelas pada bagian kran dimana air kopi keluar, otomatis aku menahan air yang keluar menggunakan tanganku dan ... tanganku terbakar karena air yang keluar dari kran mesin kopi ini panas sekali, rasanya sakit, tapi aku lebih khawatir kalau kopinya berceceran. Dengan menahan rasa sakit karena terbakar, aku membuka lemari atas untuk mengambil gelas, buru-buru menaruh gelas pada mesin kopinya. Setelah itu aku baru sadar rasa sakit terbakar mulai terasa.
Untung ada kotak P3K di sini. Aku membuka kotaknya, mencari gel yang biasanya kami gunakan saat ada yang terbakar, sebelumnya aku membersihkan telapak tanganku dulu, mengolesnya dengan gel lalu mebalutnya dengan kain kasa, membalutnya asal-asalan tentunya, mana bisa balut pake satu tangan, yang penting ketutup dulu.
Kulihat kopi sudah selesai, kumatikan alat nya, lalu menulis di secarik kertas, pesan untuk Office Boy agar mesin ini dibersihkan, OB pasti sibuk membeli sarapan makanya tidak ada di sini.
Aku naik ke atas karena ruangan Pak Gio ada dilantai tiga, lantai dua hanya ada tiga ruangan. Satu ruang meeting, dua photoshoot dan satu ruang besar yang biasa kami sebut aula yang bisa menampung sekitar 200 orang, maklum biarpun bukan majalah komersil, kami tetap butuh ruangan untuk photoshoot, karena terkadang ada artis yang datang untuk di wawancara, tidak selalu artis kadang ada juga tokoh.
Begitu sampai lantai tiga aku menyapa Lastri dan langsung masuk ruangan Pak Gio.
“Pagi Pak.” Aku mengetuk dan langsung masuk, tentu saja sambil menyembunyikan tangan kanan yang terluka, “ini kopinya pak.” Aku menaruh kopinya di meja, lalu buru-buru bersiap pergi.
“Namira.” Oh apalagi ini? Minster X memanggilku, “ apakah sopan jika memberi seseorang sesuatu dengan tangan kiri.” Tuh kan bener, orang yang teliti macam dia pasti ada aja yang di komplain.
“Maaf pak.” Aku berbalik.
“Tunjukan tangan kananmu.” Duh Gusti, apalagi coba, pake sadar lagi dia, pasti abis ini aku bakal diomelin karena ceroboh.
Aku mengangkat tangan kananku yang terbalut kain kasa asal-asalan, lalu saat ku tunjukan telapak tangan kananku, kain kasanya terlepas, terlihatlah luka bakarku.
Kulihat Pak Gio menghembuskan nafas dengan kasar, lalu menelpon Lastri.
[Lastri, kemari sebentar.]
Tak lama Lastri datang, “Ada apa pak?”
“Antar Namira ke klinik, luka bakar untuk seorang perempuan itu tidak bisa disepelekan. Pakai ini untuk membayar kliniknya.” Pak Gio memberikan kartu kredit pada Lastri.
“Tidak usah pak, ini udah dikasih gel untuk luka bakar, paling juga bentaran sembuh.” Aku menolak.
“Ini kecelakaan kerja karena kamu menyiapkan kopi untuk saya, betul kan? saya nggak mau besok-besok kamu nuntut perusahaan ini hanya karena hal sepele seperti itu.”
Apa! sebentar, orang gila ini benar mengatakan hal itu, ngapain juga kau menuntut hanya karena luka bakar ringan kayak gini!
“Pak!” Lastri langsung menyeretku keluar sebelum aku memaki-maki bos gila ini.
“Las lepas, lepas! gue .... “ Aku agak sesak nafas karena marah.
“Udah yuk, naik mobil gue. Abis dari klinik kita makan siang di seafood depan, pake ini.” Lastri menunjukan kartu kredit bos.
“Ok lah.” Aku langsung luluh, untuk anak kost sepertiku, makan seafood itu kemewahan. Untung ada Lastri kalau nggak udah aku acak-acak tuh ruangan kerjanya.
...
“Bos lu tuh aneh ya, orang begini doang suruh ke klinik, kan cuma luka bakar ringan.”
“Lu juga aneh, baru suruh buat kopi udah kena luka bakar, apalagi disuruh masak makanan doi, yang ada seluruh tubuh lu penuh luka.”
Kami sudah selesai dari klinik sekarang sedang menunggu obat, hanya obat ringan antibiotik, pereda rasa sakit dan salep untuk luka bakar.
Setelah obat ditebus, kami kembali ke kantor, tapi tidak langsung kembali ke sana, karena aku akan makan seafood dulu, seperti yang Lastri janjikan tadi, kita akan makan siang seafood.
“Jangan pesen dulu, sebentar.” Lastri menegurku yang berniat memanggil pelayan restorannya, tempat makan ini masih satu komplek dengan kantor kami, tempatnya bagus, lumayan mahal. Ya namanya juga seafood pasti tidak ada yang murah.
“Kenapa sih!”
“Bentar, tuh dia.” Lastri menunjuk ke arah pintu masuk, aku otomatis nengok ke arah sana. Lah! Kenapa Mister X kesini? wah perasaanku nggak enak, bukan apa-apa aku merasa akan ada sesuatu hal buruk yang dia bawa.
“Pak.” Lastri berdiri dan menunjuk bangku untuk dia duduk, bersebelahan dengannya dan berhadapan denganku.
“Pak.” Aku menyapanya.
“Ok, jadi sudah selesai ya Lastri?”
“Sudah Pak, ok pesan makanan dulu, baru kita bicarakan selanjutnya.”
Tuh kan feeling nggak enak aku ternyata benar, apa yang sebenarnya pak Gio mau bicarakan apakah ini soal pemecatan karena aku membuat banyak kesalahan dari sejak pertama bertemu dengannya. Seafood ini menjadi tidak menarik sama sekali.
Kami sudah memesan makanan, secukupnya yang kami fikir bisa habiskan, lalu sepanjang makan Mister X membicarakan mengenai konsep form formulir lembur yang sudah ku report semalam, dia membahas detail denganku, kenapa aku memberikan contoh seperti yang telah kuemailkan, aku memberikan banyak alasan kenapa seperti ini dan itu, karena tidak semua hasil bisa di lihat secara harapiah, Pak Gio mengerti.
Ternyata dia kesini dikarenakan form lembur baru akan langsung disosialisasikan siang ini setelah jam makan siang, akan ada meeting besar seluruh divisi di ruang meeting besar, kami memang punya ruang meeting yang mampu menampung 200 orang, makanya di lantai 2 ruko kami hanya berisi ruang meeting, aula dan juga ruang photoshoot.
Dia sampai menyusul kami karena sudah tidak ada waktu lagi membicarakan konsep form baru ini, karena insiden nggak penting sehingga aku harus ke kilinik makanya dia akhirnya curi waktu di makan siang.
“Yasudah, saya akan kembali ke kantor duluan, setelah ini kalian juga langsung kembali. Namira, siapkan meeting dengan baik ya, kamu dan Ibu Ida kan tim HRD pastikan semua hal yang dibutuhkan untuk sosialisasi ini sudah di siapkan.”
“Baik Pak.” Aku menjawab, Mister X ini terlihat sangat tampan saat sedang serius sekaligus menyebalkan, baru semalam aku buat draftnya dan sekarang dia menuntut kami untuk langsung sosialisasi, seharusnya dia meetingkan dulu dengan tim HRD baru sosialisasi ke seluruh karyawan, ini main bantai aja, tapi terserahlah, dia ini yang presentasi.
Aku dan Lastri kembali ke kantor, kulihat semua meja sudah kosong, kecuali meja reseptionis, kata Mbak Niken resepsionis, semua karyawan naik ke aula untuk sosialisasi. Aku dan Lastri buru-buru lari ke sana.
Begitu sampai pintu ruang aula, aku langsung duduk di meja moderator, karena kalau ada sosialisasi kami tim HRD lah yang menjadi leadernya. Untung tadi sempet ambil laptop dan agenda, kacau kalau lupa.
“Ok sekarang tim sudah lengkap, ya.” Mister X melanjutkan perkataannya, tadi sempat terhenti karena aku dan Lastri menerobos meeting dan tanpa malu langsung duduk di meja moderator yang letaknya paling depan.
“Saya akan mulai, jadi meeting kita kali ini membahas hal yang sangat krusial yang akan saya perbaiki, kita akan mulai dari pengeluaran perusahaan yang paling sering muncul 5 tahun belakangan. Ok, tunjukan grafik kenaikan lembur karyawan, Bu Lastri.” Pak Gio menyuruh Lastri menunjukan grafik yang sebelumnya sudah di tunjukan padaku, kenaikan lembur karyawan yang sangat luar biasa, “ dari sini bisa keliatan bukan bahwa tingkat kenaikan lembur karyawan sangat luar biasa. Lalu selanjutnya silahkan tunjukan grafik pendapatan kita, Bu Lastri.” Pak Gio kembali memerintah Lastri.
Setelah grafik pendapatan ditunjukan, semua orang terlihat kaget.
Perusahaan ini bergerak di bidang majalan non komersil, artinya pendapatan kami bukan dari penjualan majalah, lalu dari mana kalau bukan dari penjualannya? sebelum bekerja di sini aku pun tidak tahu bahwa ada perusahan jenis ini, yaitu perusahaan majalah yang membahas tentang wilayah sekitar, jadi majalah ini berisi tentang kondisi ibu kota perwilayah.
Ada 5 jenis majalah yang kami keluarkan tiap dua minggu sekali, yaitu Majalah pusat, majalah utara, majalah selatan, barat dan timur. Ke semua majalah tersebut secara spesifikasi membahas daerah sesuai judulnya dan dibagikan ke wilayah yang memang sesuai judul juga. Lalu bagaimana kami bertahan dan digaji jika pendapatan bukan dari penjualan? Karena majalah ini memang tidak dijual tapi dibagikan ke kantor-kantor, ke perumahan dan ke toko buku bukan untuk dijual tapi untuk dibaca di tempat, ke daerah sesuai judulnya misal majalah pusat maka sekitaran Jakarta Pusat, dan seterusnya. Sama sekali tidak ada penjualan, pendapatan kami hanyalah murni dari iklan.
Sudah masuk akal? ya, pendapatan iklan dalam satu edisi terbit, bisa mencapai 150 juta per satu jenis majalah, berarti jika di kali 5 jenis wilayah, maka pendapatan bersih perusahaan ini 600 juta perdua minggu, selama satu bulan sekitas 1,2 Miliar.
Ada tiga jenis iklan yang ditawarkan di majalah ini. Yaitu, Iklan Baris yang iklannya hanya berupa kata-kata maksimal tiga baris. Iklan kolom yang iklannya berupa kolom dengan bentuk persegi panjang dengan lebar di sesuaikan tergantung harga yang dibayar, makin besar kolom makin mahal. Terakhir iklan halaman, jadi iklannya full satu halaman penuh, dan iklan halaman inilah yang paling mahal diantara seluruh iklan, kalau nggak salah bisa mencapai 20 juta perhalaman.
Tentu majalah kami tidak hanya memuat iklan, ada rubrik tokoh yang biasanya Reporter kami akan mewawancarai tergantung yang sedang hits saat ini, ada rubrik kesehatan, rubrik shopping, rubrik menu masakan dan lainnya, biasanya dikerjakan oleh tim reporter, tim editing dan tim pusblisher sebagai finalisasi.
Perusahaan ini terdiri dari banyak divisi seperti perusahaan berkembang lainnya, ada Finance, Akunting, Pajak, HRD,Reporting, Rditing, Marketing, Sales, Distribusi, semua memiliki Supervisornya nya masing-masing.
Jumlah karyawan di perusahaan ini lumayan banyak, sekitar 100 orang lebih.
“Ok, sudah ketemu gap nya?” Aku tersadar dari lamunanku, Mister X seperti menangkap kekagetan kami, kami kaget melihat pendapatan yang merosot sampai 30 persen setiap edisi terbitnya. Secara logika jika karyawan banyak yang lembur harusnya pendapatanpun naik, karena biasanya proses tidak membohongi hasil. Lalu kenapa ini bisa terjadi, pendapatan menurun cukup signifikan, apa yang terjadi?
“Ok akan saya jelaskan. Ini mungkin akan menjadi sesi yang paling berat untuk kita semua, karena setelah ini tidak akan lagi ada lembur tanpa result, tapi satu yang harus kalian yakini bahwa setelah ini, kantor akan bangkit kembali, hingga kita bisa melewati masa sulit tanpa ada PHK seperti yang di wacanakan sebelumnya.”
Apa? wacana PHK? Jadi benar bahwa akan ada PHK masal setelah penggantian GM, dan Mister X mencoba mencegah itu dengan memperbaiki sistem di perusahaan ini. Aku tidak menyangka bahwa dia yang nyebelin banget ternyata lumayan bijaksana.
“Tapi syarat supaya saya bisa memperbaiki sistem yang salah dan membuat pendapatan kita bangkit lagi adalah, kerja sama, untuk itu bagi siapapun di sini yang menolak kerjasama, pintu resign saya buka selebar-lebarnya, karena saat ini, yang saya butuhkan adalah kerja sama, bekerja dengan hati dan kejujuran.” Pak Gio tegas tapi apa yang dikatakannya benar.
“Baiklah, kita akan mulai dari gerbang yang paling mungkin terjadinya pelencengan sistem, yaitu formulir lembur, selanjutnya presentasi draft formulir baru akan dibawakan oleh Namira, draft ini akan menjadi final setelah sosialisasi ini selesai. Silahkan Namira.”
Apa! ini beneran aku yang harus presentasi, tadi di restoran seafood sama sekali tidak ada pembicaraan bahwa akulah yang akan presentasi, trus kenapa sekarang aku yang harus jelaskan, iya sih aku menguasai dengan baik draft formulir ini, tapi kalau presentasi itu hal yang berbeda. Menyesal aku sudah memujinya tadi. Tapi, sebentar, kenapa juga dia panggil aku dengan nama saja, sementara panggil Mbak Ida dengan sebutan Ibu dan panggil Lastri dengan sebutan Ibu di meeting ini, sedang aku nama saja.
Aku melihat kearah Mbak Ida, dia melotot dan menyuruhku untuk berdiri, padahal aku berusaha meminta pembelaannya,dia malah menyuruhku menuruti perintah. Mau nggak mau aku harus presentasi di depan, duh Gusti kenapa cobaan ini berat sekali. Memang aku mengenal semua karyawan ini, tapi meeting di depan seluruh karyawan, rasanya masih terlalu canggung.
Aku berjalan ke depan, membawa laptopku, menghubungkannya dengan proyektor, lalu mengeluarkan draft formulir lembur ke layar proyektor. Agak canggung tapi aku harus menguasai presentasi ini, aku adalah Penanggung Jawab dari form ini selanjutnya, demi pendapatan perusahaan naik aku tidak boleh ragu, kubulatkan niat dengan berdoa lalu memulai presentasi ini.
Semoga aku tidak mengecewakannya ....
_________________________
Catatan Penulis :
Cintaku mungkin tidak sedalam dongeng putri, tapi percayalah, penantianku selama nafas ini berhembus, selama jantung ini berdetak dan selama umur ini berjalan, karena kamu adalah untaian penantian tanpa batas itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Dewi Puji Astuti
Mantafff
2022-08-22
0
eMakPetiR
you can do it girls
chayo Namira
2022-06-25
0
Ivanka Anata
Saya pernah kerja di bag finance di perusahaan dgn byk kary dan staff, yg paling sulit yah mmg kerjasama dan kejujuran. Bila kary 100 org mgkn staff HRD msh bisa memantau, tp bila sudah menyangkut ribuan kary apalagi ada bag produksi dimana mustahil bagi staff HRD utk turun lapangan dan mengcheck benar tidaknya lembur, maka yg bertanggungjawab benar tidaknya lembur kary mnrt saya adlh kepala bagian masing-masing, bila kepala bagian sudah meng-acc laporab lembur maka staff kantor atau hrd atau finance menganggap benar dan mmg perlu kary tsb lembur
2022-06-21
2