(Bagian 2 : Segelas Kopi)

Untuk embun mungkin hujan adalah kepalsuan yang menciptakan dirinya di pagi hari, untuk awan mungkin petir adalah si bising yang tak pernah berhenti menghantui, dan untukku kamu adalah khayalan, cukup sampai di situ.

Hari ini, setelah 10 tahun aku berusaha melupakan kebodohan masa lalu, kamu datang lagi. Padahal rencananya setelah merayakan anniversary yang tidak pernah terjalin itu, aku akan mulai berusaha melupakanmu dan menerima cinta yang baru.

Tapi kenapa kau datang? kenapa sekarang? setelah 10 tahun. Karena saat ini, masa dimana kegemilanganku sebagai seorang wanita telah habis, umurku sudah pada batas waktu dimana kecantikan bukan lagi kelebihan. Setidaknya, dulu aku masih muda, walau tidak terlalu cantik, tapi masih energik.

Aku yang sekarang, diumur 30 tahun, hanya Namira yang mendekati kedewasaan dengan segala kerut kehidupan yang mulai timbul. Lalu bertemu denganmu, seseorang yang sudah 10 tahun ini menjadi khayalanku, menjadi pria yang mengisi kekosongan hatiku, alih-alih mencari pria nyata, aku malah tenggelam dalam khayalan semuku padamu.

Sementara kau, kau menjadi Mister X yang sangat cemerlang, rambut itu, mata itu, hidung itu, dan keseluruhan kesempurnaan itu, menjadi manekin yang paling indah di gelapnya dunia dramaku.

...

“Selamat pagi, saya Gionino Abrar, boleh panggil saja Gio. Saya hari ini resmi menjabat sebagai GM,  menggantikan Pak Bimo, mohon bantuannya.” Dia memperkenalkan diri. Aku terus memperhatikan tanpa malu, aku yakin bahwa dia tidak akan mengenaliku lagi.

“Saya Ida, supervisor HRD.” Mbak Ida memperkenalkan diri, aku masih terpukau menatap Gionino, my Mister X.

“Saya Namira, Admin HRD.” Aku memperkenalkan diri dengan menunduk, semua mata tertuju padaku, termasuk dia.

Sungguh aku merasa sangat frustasi dengan pertemuan ini. Kenapa harus sekarang? kenapa harus saat aku mengenakan kemeja bunga-bunga tangan panjang, yang motifnya khas remaja tahun 80an, alias jadul! dipadu rok bahan panjang warna hitam yang tentu saja sudah pudar. Ditambah rambut, oh ya rambutku tidak kalah legend-nya, dikuncir cepol hanya dengan jepitan capit. Sempurna!

“Baik, silahkan Ibu ida presentasikan seluruh laporan HRD yang perlu saya Highlight.” Mister X memerintahkan Mbak Ida, tidak ada jeda saling mengenal lebih jauh, lebih tepatnya dia tidak perduli. Benar, kan? dia tidak ingat aku, terlihat dari ekspresinya yang datar.

“Kami akan mulai dengan jumlah karyawan, presentase absen, presentase kenaikan gaji dan tentu saja Key Perfomance Indikator.” Mbak Ida memulai presentasinya. Aku mencoba fokus, sungguh, aku mencoba fokus.

“Namira, bisa buatkan saya kopi.” Di tengah meeting, Mister X tiba-tiba menyuruhku membuat kopi, sebentar, apa? kopi!

“Kopi? maaf, Pak?” Aku menatap ke arahnya, aku memang sering mengerjakan tugas di luar dari tanggung jawabku, tapi nggak bikin kopi juga, itu tugas Office Boy!

“Iya kopi, saya suka yang manis dicampur susu atau creamer, jangan gula, ok?”  Mister X memerintah kembali.

Aku nggak salah denger, ini beneran dia nyuruh buat kopi? di tengah meeting gini lagi?!

“Pak Gio, biar saya saja yang buat kopi.” Asisten GM, Lastri berbicara. Ya, dia kan asistennya, sudah sepantasnya Lastri yang bikin kopi, kenapa juga aku? Pokoknya aku nggak mau berdiri, malu dengan pakaianku.

“Lastri, apakah jika kamu meninggalkan ruangan, notulen bisa tercatat sendiri? menurutmu mana lebih penting? kau buat kopi atau notulen, lagian Namira kan hanya pendamping, jadinya wajar sekali kalau dia lebih memiliki waktu untuk membuatkan saya kopi. Bukankah dia juga pasti sudah menguasai bahan meeting, karena dia dari bagian HRD, divisi yang sedang presentasi.” Mister X memaksa.

Dia merendahkanku, mungkin hanya karena aku seorang admin, jadi tidak ada manfaat lebih untuk perusahaan ini, makanya meninggalkan ruang meeting untuk bikin kopi tidak akan masalah buatku. Mister X, ternyata kau tidak semanis khayalanku.

“Baik pak, tentu saja, kopi susu ya? kebetulan sekali aku pandai membuat kopi, ya kan Mbak!” Aku berbicara dengan nada penuh penekanan. Kau bukan Mister X ku, dia manis dan baik, dalam khayalanku tentunya. Aku berdiri dan berjalan, sekilas kulihat Mister X.

Tidak ... oh Tuhan, dia menunduk dan tersenyum, persis seperti waktu itu, kenapa wajah manis itu tidak pernah pudar, fokus Nam, fokus! Dia hanya fatamorgana di tengah teriknya padang pasir kehidupan ini.

Aku keluar dan menuju pantry, membuat kopi dengan susu, ingin rasanya aku ludahi saja, biar sekalian nurut, Orang-orang bilang begitu. Tapi sayang, aku punya harga diri yang tinggi.

“Wang, ngapain lu?” Manager marketing Pak Rian, dia ternyata datang ke sini, pasti mau bikin kopi juga.

“Buatin kopi GM baru yang sombong!” Aku monyong.

“Siapa? Gio?”

“Hooh, siapa lagi, btw lu kenal, Pak? kok manggil nama doang?” aku bertanya.

“Temen kuliah gue itu, tumben.”

Oh, Pak Gio temen kuliah Pak Rian, wah berarti mereka anak-anak orang kaya, kalau nggak salah universitas Pak Rian itu universitas swasta yang terkenal mahal dan bonafit, pantas si Gio sombong.

“Tumben kenapa?” Aku bertanya dan kopinya sudah jadi.

“Gio nggak pernah minum kopi seduh, dia selalu pesen kopi di tempat yang sama atau kopi giling dengan merk yang sama. Bahkan saking psykonya soal kopi, dia pernah bawa mesin pembuat kopi dan taro di kantin kampus, supaya kalau dia mau ngopi bisa sesuai ama yang dia mau. Makanya tumben, kok dia minta lu bikinin kopi.” Pak Rian bertanya dan sekaligus menjelaskan.

“Tau lah, yang anak baru kan die, kenapa gue yang diospek.”

“Elu kan anak Bawang.” Pak Rian menggodaku.

Aku sangat menghormati Pak Rian, dia orang yang baik dan tulus, kami pernah dekat dulu, dia melamarku tidak lama sekitar setahun setelah aku masuk kantor ini, hubungan kami sempat gempar karena aku disangka penggoda bos dengan tampilan seadanya ini. Ada yang bilang aku ke dukunlah, pakai susuklah, aku juga bingung kenapa dia suka aku, tapi aku tidak tertarik memulai hubungan lebih serius dengannya, makanya aku tolak dengan alasan dia pria yang tidak selevel denganku, kelasnya terlalu tinggi. Aku takut tidak bisa mengimbangi dia dan keluarganya, padahal alasan sebenarnya adalah ....

Aku masuk ruang meeting dan menaruh kopinya di meja tempat si Gio ini duduk, wangi parfumnya masih sama, aku sempat terdiam sebentar. Entahlah, kenangan 10 tahun lalu itu membuatku tersentak, sampai aku menyadari bahwa ...  di jari manisnya ada cincin.

Sepertinya, memang dia bukan Mister X dalam khayalanku, karena dia takkan pernah bisa menjadi milikku.

Aku kembali lagi ke mejaku dan memperhatikan jalannya meeting, kulihat dia sesekali menyesap kopi buatanku, tak ada ekspresi, suka atau tidak, entahlah, tidak terlihat, lagian untuk apa aku perduli.

Meeting selesai, kami meeting sekitar 2 jam, semua orang keluar duluan kecuali aku, karena aku harus membereskan ruang meeting, memang kami punya Office Boy dan Cleaning Service, tapi seperti sudah adab saja, selesai meeting aku akan mematikan AC, menaikkan layar proyektor, mematikan proyektor lalu mematikan dan menutup laptop ruang meeting, saat selesai semua kulakukan, aku baru sadar, si Gio masih ada di ruangan.

Duh, dari tadi aku melakukan gerakan aneh nggak ya, atau bergumam yang aneh, biasanya aku bersenandung kecil kalau beberes.

Aku berjalan, mencoba bersikap biasa saja, melewati si Gio sombong ini. Tepat saat aku disampingnya dia berkata, “Kau akan membunuh seseorang dengan komposisi seperti ini.” Dia menunjuk gelas kopinya.

“Maaf Pak?” Aku tidak mengerti, pasti dia mau komplain kopinya, tau gitu tadi sekalian tuang karbol aja ke gelasnya!

“Seharusnya kopi 85%, lalu susunya 15%. Pastikan kau mengaduknya sampai warnanya coklat dan tidak ada lagi gumpalan susu ataupun ampas kopi yang masih menggenang, jadi kopi bisa dinikmati dengan nyaman. Satu lagi, airnya harus benar-benar mendidih.” Wajahku memerah karena marah.

“Baik Pak, lain kali saya akan buatkan sesuai komposisi yang bapak mau.” Aku melotot padanya, oh Tuhan tahi lalat itu, masih di tempatnya. Setelah dia merendahkanku, bahkan aku masih terpana dengan fisiknya, bodoh!

...

“Wang, perasaan gue nggak enak nih,” Mbak Ida berkata. Kami sedang makan siang di pantry.

Banyak orang memilih makan siang di kantin di luar kantor ini, tapi kami berdua memilih makan di pantry, kantor ini berada di dua ruko dengan tiga lantai yang di gabung jadi satu, tidak ada fasilitas makan siang dari kantor, tapi memang ada tunjangan makan, kami biasa menyebutnya uang makan. Kalau kami telat datang, maka goodbye uang makan.

Kami memilih makan di pantry karena lebih irit, kalau Mbak Ida bawa bekal, aku beli dulu baru deh gabung makan, selain kami, ada juga Lastri, asisten GM, dia junior karena baru 3 tahun belakangan ini bekerja. Lastri lulusan D3 sekertaris di akademik yang cukup terkenal, orangnya baik, ramah, walau dia orang kaya tapi dia tidak memandang orang dari penampilan atau fisiknya, makanya dia bisa cocok denganku dan Mbak Ida.

“Masakan lu kan emang gitu-gitu aja, nggak enak apanya?” Aku bercanda.

“Perasaan gue yang nggak enak, bukan masakan gue, Wang.” Mbak Ida menjelaskan.

“Soal Pak Gio ya, Mbak?” Lastri menimpali.

“Hooh Las, gila! laporan gue satu-satu diliat dan di cek loh, detail banget orangnya, pantes kacamatanya tebel.”

“Mbak, sini deh,” Lastri mendekatkan tubuhnya dan menyuruh kami mendekat, dia mau mengatakan hal yang rahasia sepertinya, “katanya, Pak Gio itu perfeksionis, dia tuh kurang suka ketidakteraturan, ketidakkonsistenan dan ketidakharmonisan sama hal-hal yang diluar kebiasaan. Dia tuh mampu berkutat pada satu hal bertahun-tahun tanpa jenuh dan bosan, makanya dia bisa naik jadi GM di umurnya yang baru 35 tahun.” Lastri tahu banyak pasti dari dokumen biodata si Mister X itu, kan Lastri yang scan dokumennya untuk di simpan di server perusahaan, lalu kami HRD akan meng-colect datanya untuk kepentingan  HRD.

“Las, datanya udah lu simpen di server belum? mau gue ambil buat dokumen karyawan.” Aku tidak benar-benar membutuhkannya untuk pekerjaan, aku ingin melihat data pribadinya, aku ingin tahu apakah dia sudah menikah. Maafkan aku, profesionalisme jadi tercoreng untuk kepentingan pribadi.

“Udah Nam, baru kelar tadi.”  Lastri menjawab.

“Wang, lu siap-siaP ya, lu harus tahan ok, kalo lu nggak tahan, lu inget gue, inget ada gue, jangan kebawa emosi yak.” Mbak Ida mewanti-wanti agar aku tidak kelepasan. ya, aku memang sedikit keras kepala apalagi kalau soal laporan yang aku fikir sudah terbaik yang kami lakukan, aku akan fight sampai laporan itu diterima. Aku memang anak bawang dan cenderung diam saat dibully hal-hal pribadi, tapi jangan coba-coba jika itu berhubungan dengan pekerjaan, sampai liang lahat akan kuperjuangkan, itu yang membuatku dan Mbak Ida klop, kami menjunjung tinggi tanggung jawab.

“Iye Mak, itu bagi sambel napah, pedes hati gue, eh mulut.” Aku melawak, kami tertawa bersama.

“Pak!” Lastri berdiri, Si Mister X ternyata masuk ke pantry. ngapain sih, kan kalau butuh sesuatu ada Office Boy.

“It’s ok Lastri, saya hanya butuh gelas, dimana ya?”

“Sebentar saya ambilkan pak.” Lastri berlari ke arah tempat kami biasa taruh gelas untuk bos-bos, gelas yang tidak boleh dipakai sembarangan. Aku membelakangi si bos edan ini, karena posisi bangku yang aku duduki memang membelakangi pintu masuk.

Kulihat Lastri kembali lagi ke meja kami.

“Oh ya, Namira, besok saya akan taruh coffee maker di pantry dan bawakan kopi yang biasa saya minum, setiap pagi setelah saya datang tolong buatkan kopinya ya, taruh di meja saya.”  Mister X memanggil namaku dan memberi perintah.

Wait, what! Maksudnya apa nih, aku berdiri dan berbalik bermaksud menanyakan maksudnya, Mbak Ida menarik tanganku tapi kutepis.

“Gimana pak?” Aku bertanya dengan wajah tidak senang. Posisiku masih di dekat meja tempat kami makan.

Si Mister X edan ini mendekatiku, aku masih berdiri dengan wajah kaget, lalu dia berbicara dan setiap dia berbicara, dia mendekatkan wajahnya ke arahku.

“Buatkan! saya! kopi! ... setiap hari! Jelas?” Wajahnya cukup dekat sekarang, tampannya lelaki ini, astaga, Namira bodoh!

“Pak, begini ya ....”

“Ok pak, Namira akan buatkan kopi setiap pagi dan antar ke meja Bapak.” Mbak Ida menjawab, dia berdiri di depanku sehingga menghalangi aku untuk menghardik Mr. X. Ah, sial, kenapa juga dia mencegahku, kalaupun harus di pecat hari ini aku siap, tapi di rendahkan begini, tidak seharusnya aku diam, apalagi yang merendahkanku adalah yang selama 10 tahun ini telah ... Bodoh sekali aku.

Kulihat lelaki itu menunduk dan tersenyum lalu menatapku sebentar dan pergi begitu saja, sungguh dia merusak selera makanku.

“Nam Please, Please Nam.” Mbak ida memanggil namaku, dia tahu bahwa emosiku belum reda.

“Mbak gue bukan OB, nggak seharusnya dia memaksa gue melakukan itu, mungkin karena penampilan gue yang belel ini.” Aku menunjuk bajuku, “makanya dia seenaknya nyuruh-nyuruh hal yang seharusnya dilakukan OB, gue udah melewati masa ospek 6 tahun lalu, apakah sekarang gue harus menjalaninya lagi!” Tak terasa air mataku turun.

Aku teringat 6 tahun lalu bagaimana sulitnya bertahan di lingkungan kerja di sini, semua senior menginjakku seolah aku sampah, aku diperlakukan seenaknya, semua pekerjaan kulakukan 2 kali karena mereka sengaja menyesatkanku, Mbak Ida pun dulu belum sebaik ini, aku sendirian waktu itu melawan para senior. Walau aku kebanyakan kalah, tapi aku berusaha berdiri, bertahan dan sekarang, haruskah aku diperlakukan sama? apa karena aku hanya seorang admin makanya posisiku yang rendah ini dianggap tidak berguna, hingga dia berusaha membuatku tidak betah dan berharap aku keluar dari perusahaan, itu kah yang dia mau? Mister X, aku tidak tahu bahwa pria yang kucintai dalam khayal selama 10 tahun ini adalah monster.

“Nam, liat gue, liat gue.” Mbak Ida memegang tanganku. “bertahan, ini cuma masalah kopi, masa lu kalah.”

Aku hanya mengangkat bahu, sungguh aku kecewa dengan hidup ini hatiku hancur berkeping.

...

Sudah sore, Mbak Ida dipanggil ke ruangan si Mister X, sudah sekitar 2 jam dia belum balik, apa meeting tadi pagi belum puas juga dia, kenapa sekarang masih mencecar Mbak Ida? Dia memanggil Mbak Ida secara personal, mereka membicarakan tentang format beberapa dokumen, aku memang sudah email semua format dokumen mulai dari formulir lembur, formulir cuti, formulir gudang dan beberapa formulir lain terkait pencetakan dan pendistribusian majalah, nggak heran sih ini bakal lama, untung cuma mbak Ida yang dipanggil, emosiku belum reda sejak kejadian makan siang tadi.

Saat aku sedang asik mengerjakan laporan sambil sesekali buka youtube karena memang internet kami tidak di lock jadi bebas buka apa saja, telepon mejaku berdering, kulihat nama Lastri terpampang di layar telepon mejaku.

“Napa Las?” aku bertanya.

“Wang, lu naik ya, tapi inget Wang, tarik nafas dulu, jangan emosi, jangan cari ribut, pokoknya lu harus tenang ok.” Ternyata Mbak Ida yang telepon dari meja Lastri.

Aku dipanggil ke ruangan si Mister X, peringatan mbak Ida malah membuat dadaku memanas, ada apa lagi ini, apakah aku target karyawan yang memang akan di keluarkan karena kurang produktif, mengingat absenku buruk, jadi seharian ini aku dicecar oleh GM langsung? apakah dengan membuat aku tidak betah itu menjadi pencapaian baginya? aku naik dengan emosi di dada, apa yang harus terjadi, maka terjadilah. Toh, aku nggak suka di rendahkan seperti ini, apalagi dia yang melakukannya, dia yang ....

______________________________

Catatan Penulis :

Aku bukan cinderela yang mengharap pangeran datang dengan sepatu kaca

Bukan juga rapunzel, berharap pangeran menjemputku di kastil, rambutku jangankan indah, panjang saja tidak. Apalagi putri salju, yang kecantikannya melampui semesta

Tapi salahkah jika aku berharap, kau yang kutunggu dan kucintai dalam penantian, mampu melihatku dengan indah.

Terpopuler

Comments

sssstttttttttt!!!!!!!!!!!!!!!!

sssstttttttttt!!!!!!!!!!!!!!!!

emang dia pikir tahi lalat bisa jalan2 😅😅😅😅

2023-02-02

0

T.N

T.N

hahaha... bisa aja kak perumpamaan nya

2023-01-29

0

Regita Regita

Regita Regita

susunan kalimatnya keren banget...apalagi catatan di akhir episode ...seperti pujangga...keren keren...bunga dan kopi meluncur.

2022-12-29

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1 : Perkenalan.
2 (Bagian 2 : Segelas Kopi)
3 (Bagian 3 : Harga Diri)
4 (Bagian 4 : Ragu)
5 (Bagian 5 : Kepercayaan)
6 (Bagian 6 : kebetulan)
7 (Bagian 7 : Muka Dua)
8 (Bagian 8 : Wanita Lain)
9 (Bagian 9 : Bos)
10 (Bagian 10 : Kalut)
11 (Bagian 11 : Obatku)
12 (Bagian 12 : Menarilah)
13 (Bagian 13 : Bersama)
14 (Bagian 14 : Kenangan Buruk)
15 (Bagian 15 : Jangan Pergi)
16 (Bagian 16 : Namira Yang Sakit)
17 (Bagian 17 : Perlindungan)
18 (Bagian 18 : Kenyataan)
19 (Bagian 19 : Pernyataan)
20 (Bagian 20 : Dia)
21 (Bagian 21 : Haruskah)
22 (Bagian 22 : Bersama)
23 (Bagian 23 : Aku dan Kamu)
24 (Bagian 24 : Kami)
25 (Bagian 25 : Bahagia)
26 (Bagian 26 : Terapi Silang)
27 (Bagian 27 : Cahaya)
28 (Bagian 28 : Pengakuan)
29 (Bagian 29 : Maafkan Aku)
30 (Bagian 30 : Teman)
31 (Bagian 31 : Dia)
32 (Bagian 32 : Buka Mata)
33 (Bagian 33 : Jawaban)
34 (Bagian 34 : Jangan Berani Pergi)
35 (Bagian 35 : Pengakuan)
36 (Bagian 36 : Kebiasaan!)
37 (Bagian 37 : Praktik Kebencian)
38 (Bagian 38 : Reuni)
39 (Bagian 39 : Main Api)
40 Bagian 40 : Terbakar
41 Bagian 41 : Bukan Untukku
42 Bagian 42 : Indah
43 Bagian 43 : Sukma
44 Bagian 44 : Yakin
45 Bagian 45 : Melepaskanku
46 Bagian 46 : Buntu
47 Bagian 47 : Strategi Perang
48 Bagian 48 : Kolam Kering
49 Episode 49 : Aku Wanita Gila
50 Bagian 50 : Cinta Namira
51 Bagian 51 : Pengorbanan
52 Bagian 52 : Syarat
53 Bagian 53 : Pergi
54 Bagian 54 : Rindu
55 Bagian 55 : Penyembuhan
56 Bagian 56 : Gioku
57 Bagian 57 : Alasan
58 Bagian 58 : Lebih Jauh
59 Bagian 59 : Tidak Profesional
60 Bagian 60 : Untukku
61 Bagian 61 : Siasat
62 Bagian 62 : Tom Anda Jerry
63 Bagian 63 : Spike
64 Bagian 64 : Spike 2
65 Bagian 65 : Spike Lagi
66 Bagian 66 : Lewati Batas
67 Bagian 67 : Kebaikan
68 Bagian 68 : Teman dan Lawan
69 Bagian 69 : Kekuatan
70 Bagian 70 : Tahun Baru
71 Bagian 71 : Tidak Bersama
72 Bagian 72 : Happy New Year
73 Bagian 73 : Pertemuan Istimewa
74 Bagian 74 : Siasat
75 Bagian 75 : Intrik
76 Bagian 76 : Cara Unik
77 Bagian 77 : Penjelasan
78 Bagian 78 : Tom, Jerry dan Spike, lagi!
79 Bagian 79 : Awal
80 Bagian 80 : Memulai
81 Bagian 81 : Awal dan Akhir
82 Bagian 82 : Cinta Salah
83 Bagian 83 : Cinta Kembali
84 Bagian 84 : Bertemu Cintaku
85 Bagian 85 : Namiraku
86 Bagian 86 : Hadiah
87 Bgian 87 : Fitnah
88 Bagian 88 : Karma
89 Bagian 89 : Investigasi
90 Bagian 90 : Hikmah
91 Bagian 91 : Teka-Teki
92 Bagian 92 : Kalau Bukan Aku, Siapa Lagi?
93 Bagian 93 : Pengorbanan
94 Bagian 94 : Iman
95 Bagian 95 : Memiliki
96 Bagian 96 : Pembaharuan
97 Bagian 97 : Peralihan
98 Bagian 98 : Penyiksaan Lagi
99 Bagian 99 : Terperangkap
100 Bagian 100 : Arik
101 Bagian 101 : Perjalanan
102 Bagian 102 : Hilang
103 Bagian 103 : Tersesat
104 Bagian 104 : Sakit
105 Bagian 105 : Siapa Arik?
106 Bagian 106 : Prasangka
107 Bagian 107 : Amarah
108 Bagian 108 : Pergi
109 Bagian 109 : Putar Balik
110 Bagian 110 : Posisi
111 Bagian 111 : Jangan Bawa!
112 Bagian 112 : Tangguh
113 Bagian 113 : Pelangi
114 Bagian 114 : Ada Apa Ini?
115 Bagian 115 : Cinta Yang Menggebu
116 Bagian 116 : Sesungguhnya
117 Bagian 117 : Perlahan Sembuh
118 Bagian 118 : Dimulai.
119 (Bagian 119 : Restu)
120 Bagian 120 : Restu 2
121 Bagian 121 : Persiapan
122 Bagian 122 : Nita
123 Bagian 123 : Siapa Mereka
124 Bagian 124 : Pengecualian
125 Bagian 125 : The Day
126 Bagian 126 : Deg-degan
127 Bagian 127 : Pernikahan
128 Bagian 128 : Kelam
129 Bagian 129 : Terjebak
130 Bagian 130 : Putar Balik
131 Bagian 131 : Dia
132 Bagian 132 : Waktu
133 Bagian 133 : Arina dan Nita
134 Bagian 134 : Penyelamatan
135 Bagian 135 : Jebakan
136 Bagian 136 : Kekalahan
137 Bagian 137 : Keluarga
138 Bagian 138 : Cinta, Kesetiaan dan Keberanian (Tamat)
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Bagian 1 : Perkenalan.
2
(Bagian 2 : Segelas Kopi)
3
(Bagian 3 : Harga Diri)
4
(Bagian 4 : Ragu)
5
(Bagian 5 : Kepercayaan)
6
(Bagian 6 : kebetulan)
7
(Bagian 7 : Muka Dua)
8
(Bagian 8 : Wanita Lain)
9
(Bagian 9 : Bos)
10
(Bagian 10 : Kalut)
11
(Bagian 11 : Obatku)
12
(Bagian 12 : Menarilah)
13
(Bagian 13 : Bersama)
14
(Bagian 14 : Kenangan Buruk)
15
(Bagian 15 : Jangan Pergi)
16
(Bagian 16 : Namira Yang Sakit)
17
(Bagian 17 : Perlindungan)
18
(Bagian 18 : Kenyataan)
19
(Bagian 19 : Pernyataan)
20
(Bagian 20 : Dia)
21
(Bagian 21 : Haruskah)
22
(Bagian 22 : Bersama)
23
(Bagian 23 : Aku dan Kamu)
24
(Bagian 24 : Kami)
25
(Bagian 25 : Bahagia)
26
(Bagian 26 : Terapi Silang)
27
(Bagian 27 : Cahaya)
28
(Bagian 28 : Pengakuan)
29
(Bagian 29 : Maafkan Aku)
30
(Bagian 30 : Teman)
31
(Bagian 31 : Dia)
32
(Bagian 32 : Buka Mata)
33
(Bagian 33 : Jawaban)
34
(Bagian 34 : Jangan Berani Pergi)
35
(Bagian 35 : Pengakuan)
36
(Bagian 36 : Kebiasaan!)
37
(Bagian 37 : Praktik Kebencian)
38
(Bagian 38 : Reuni)
39
(Bagian 39 : Main Api)
40
Bagian 40 : Terbakar
41
Bagian 41 : Bukan Untukku
42
Bagian 42 : Indah
43
Bagian 43 : Sukma
44
Bagian 44 : Yakin
45
Bagian 45 : Melepaskanku
46
Bagian 46 : Buntu
47
Bagian 47 : Strategi Perang
48
Bagian 48 : Kolam Kering
49
Episode 49 : Aku Wanita Gila
50
Bagian 50 : Cinta Namira
51
Bagian 51 : Pengorbanan
52
Bagian 52 : Syarat
53
Bagian 53 : Pergi
54
Bagian 54 : Rindu
55
Bagian 55 : Penyembuhan
56
Bagian 56 : Gioku
57
Bagian 57 : Alasan
58
Bagian 58 : Lebih Jauh
59
Bagian 59 : Tidak Profesional
60
Bagian 60 : Untukku
61
Bagian 61 : Siasat
62
Bagian 62 : Tom Anda Jerry
63
Bagian 63 : Spike
64
Bagian 64 : Spike 2
65
Bagian 65 : Spike Lagi
66
Bagian 66 : Lewati Batas
67
Bagian 67 : Kebaikan
68
Bagian 68 : Teman dan Lawan
69
Bagian 69 : Kekuatan
70
Bagian 70 : Tahun Baru
71
Bagian 71 : Tidak Bersama
72
Bagian 72 : Happy New Year
73
Bagian 73 : Pertemuan Istimewa
74
Bagian 74 : Siasat
75
Bagian 75 : Intrik
76
Bagian 76 : Cara Unik
77
Bagian 77 : Penjelasan
78
Bagian 78 : Tom, Jerry dan Spike, lagi!
79
Bagian 79 : Awal
80
Bagian 80 : Memulai
81
Bagian 81 : Awal dan Akhir
82
Bagian 82 : Cinta Salah
83
Bagian 83 : Cinta Kembali
84
Bagian 84 : Bertemu Cintaku
85
Bagian 85 : Namiraku
86
Bagian 86 : Hadiah
87
Bgian 87 : Fitnah
88
Bagian 88 : Karma
89
Bagian 89 : Investigasi
90
Bagian 90 : Hikmah
91
Bagian 91 : Teka-Teki
92
Bagian 92 : Kalau Bukan Aku, Siapa Lagi?
93
Bagian 93 : Pengorbanan
94
Bagian 94 : Iman
95
Bagian 95 : Memiliki
96
Bagian 96 : Pembaharuan
97
Bagian 97 : Peralihan
98
Bagian 98 : Penyiksaan Lagi
99
Bagian 99 : Terperangkap
100
Bagian 100 : Arik
101
Bagian 101 : Perjalanan
102
Bagian 102 : Hilang
103
Bagian 103 : Tersesat
104
Bagian 104 : Sakit
105
Bagian 105 : Siapa Arik?
106
Bagian 106 : Prasangka
107
Bagian 107 : Amarah
108
Bagian 108 : Pergi
109
Bagian 109 : Putar Balik
110
Bagian 110 : Posisi
111
Bagian 111 : Jangan Bawa!
112
Bagian 112 : Tangguh
113
Bagian 113 : Pelangi
114
Bagian 114 : Ada Apa Ini?
115
Bagian 115 : Cinta Yang Menggebu
116
Bagian 116 : Sesungguhnya
117
Bagian 117 : Perlahan Sembuh
118
Bagian 118 : Dimulai.
119
(Bagian 119 : Restu)
120
Bagian 120 : Restu 2
121
Bagian 121 : Persiapan
122
Bagian 122 : Nita
123
Bagian 123 : Siapa Mereka
124
Bagian 124 : Pengecualian
125
Bagian 125 : The Day
126
Bagian 126 : Deg-degan
127
Bagian 127 : Pernikahan
128
Bagian 128 : Kelam
129
Bagian 129 : Terjebak
130
Bagian 130 : Putar Balik
131
Bagian 131 : Dia
132
Bagian 132 : Waktu
133
Bagian 133 : Arina dan Nita
134
Bagian 134 : Penyelamatan
135
Bagian 135 : Jebakan
136
Bagian 136 : Kekalahan
137
Bagian 137 : Keluarga
138
Bagian 138 : Cinta, Kesetiaan dan Keberanian (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!