Melepas Belenggu Rindu

Aku mengembuskan napas kasar, setelah lama duduk di bus. Pantatku terasa lumayan panas, ditambah lima belas menit naik ojek menuju dusun gading desa Kaumrejo di kecamatan Ngantang.

Namun, semua lelahnya perjalanan itu terkuras tak bersisa kala kulihat sebuah rumah sederhana di area pondok pesantren Al-Hikmah tepatnya di utara pasar Ngantang. Aku tersenyum penuh arti.

Tak terasa telah tujuh tahun aku meninggalkan rumah ini, mungkin memang tidak tujuh tahun karena setiap tahun di hari raya idulfitri, aku pulang walau hanya dalam waktu seminggu.

Memori otak segera memutar beberapa kejadian penting yang kualami. Kejadian yang sangat melekat di otakku. Saat aku berpamitan kepada umi dan abi untuk menuntut ilmu di Kediri. Saat itu aku baru lulus SD. Usiaku baru dua belas tahun. Tapi tekad untuk mencari ilmu itu sangat kuat.

"Umi, abi, Afin brangkat ya." Suaraku bergetar hebat saat mengecup punggung tangan kedua orang tua yang selalu menemaniku setiap waktu itu. Berkali-kali aku berusaha menguasai diri, namun tetap saja air mata merembes dari ujung mata. Saat aku telah melangkah menjauh, umi memanggilku dan menarikku ke dalam dekapan hangatnya.

"Hati-hati ya, Fin. Umi sayang Afin," umi tergugu. Air mataku juga tidak tertahan. Aku pun turut menangis.

Kurasakan mata ini menghangat jika ingat kenangan perpisahan itu. Perpisahan untuk menuntut ilmu memang ujian berat bagi orang tua. Tak hanya itu, merekapun terus mengikat keberadaan putrinya yang berjarak puluhan kilo meter dengan doa yang terus mengalir. Ya Allah, berkahilah usia kedua orang tuaku. Usia yang panjang karena beribadah.

Lalu bagaimana bisa aku tega membiarkan umi dan abi menanggung rindu sekian lama? Belum lagi, setahun lalu, setelah aku lulus dari pendidikan Madrasah Aliyah di pesantren, aku memutuskan mengabdikan diri menjadi ustazah. Ya Allah, betapa kedua orang tuaku merindukan putrinya yang kini beranjak dewasa. Putri yang diharapkannya kelak merawat kala usia senja.

Air mata kembali menetes di saat yang sama, pandanganku tertuju kepada seorang perempuan berhijab panjang yang tengah mengambil jemuran di samping rumah. Perempuan itu belum menyadari keberadaanku. Tubuhnya yang sintal terlihat lebih kurus, wajah pucat dan garis-garis usia terlihat di wajahnya yang lelah. Air mataku kembali meluruh. Apakah umi tidak makan dengan benar? Atau ada sebuah masalah yang menyesap kecantikannya?

"Umi!" pekikku sambil berlari menujunya. Kuambil punggung tangannya untuk kukecup dan dia bergerak mendekapku.

Kami berpelukan lama sekali. Isakan yang tertahan selama ini, terburai sampai tuntas. Rindu, rindu itu menyiksa batinku saat berjauhan dengan umi dan abi. Kasih sayangnya selalu terbayang dimata.

"Kamu sudah pulang, nduk," umi meraih kedua pipiku dengan tangannya yang tak sekokoh dulu. Kuselami wajah teduh dengan mata membendung haru itu. Aku menyayangimu, umi. Aku kembali membenamkan diri dalam dekapan hangatnya. Tempat ternyaman yang belum pernah kutemukan penggantinya.

"Ayo masuk, nduk. Abimu pasti senang melihatmu pulang," aku mengangguk dan menuruti ajakan itu.

Kuhentikan langkah sebentar kala melewati ruang tamu. Mataku menatap kaku pada barisan foto yang berpigura rapi tertata di tembok, namun tiga pigura yang lainnya terpasang lebih rendah, bahkan setara dengan tinggi sofa. Foto-foto masa kecilku. Keharuan kembali merayap halus di hati. 'Umi, abi, maafkan Afin yang sangat jarang pulang sampai-sampai foto-fotoku kalian pajang di ruang tamu agar mudah melihatku.' Jerit batinku merasa bersalah.

"Ayo, nduk," umi turut menghentikan langkahnya di pintu tengah. Aku menelisik. Di mana abi? Mengapa beliau tidak menyambutku?

Bukankah abi merindukanku? Keraguan demi keraguan itu hilang timbul di dadaku. Menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi? Baru saja aku melangkah tiga langkah, bibirku terbuka dan aku membeku di tempat. Seorang pria berusia lima puluh tahunan, dengan uban yang hampir memenuhi kepalanya, berusaha keras mendorong roda kursinya untuk keluar dari kamarnya dan menghampiriku.

"Abi," aku seolah tidak percaya. Apa yang terjadi kepada abi? Air mataku terus mengalir. Kedua orang tuaku selalu berkata mereka baik-baik saja di saat aku menghubungi. Lalu apa ini? Bodohnya aku percaya saja dengan kalimat 'kami sehat walafiat' yang kerap kali mereka lontarkan.

Dan aku tidak menghiraukan rasa rindu yang juga bersemayam di dadaku ini. Astagfirullahalladzim, aku merasa menjadi anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Aku begitu egois, memilih tinggal di pondok pesantren di saat libur.

"Maafkan Afin, bi. Afin bahkan tidak tahu apa yang terjadi sama abi," tangisku meledak di kaki laki-laki yang dulu begitu tegas mendidikku ini. Aku merasa sangat berdosa acuh kepada oang yang tiada henti menguntai doa-doanya untukku.

"Abi terkena stroke, fin. Saat itu abi ngeyel memasang foto-fotomu di tembok. Dan karena kurang hati-hati, abi jatuh dan .... ," mendengar penjelasan umi, isakanku semakin menjadi.

"Sudahlah, fin. Mungkin abi kurang menjaga pola hidup, dan akibatnya tubuh abi menghianati abi sendiri. Inilah yang dinamakan assunnah, fin." Abi tersenyum dan menyentuh jilbabku lembut.

Setelah itu, umi menyuruhku untuk beristirahat dahulu. Aku telah berjanji pada diri sendiri untuk merawat dan menjaga abi semampuku. Bahkan, aku mulai gamang tentang beasiswa yang kudapatkan. Apakah sebaiknya aku melepaskan kesempatan itu?

"Mi, apa sebaiknya Afin nggak ambil beasiswa itu?" Tanyaku sembari meletakkan kepala di pangkuan umi. Umi menggeleng.

"Jangan, nduk. Niatmu itu baik, menuntut ilmu dan membawanya pulang ke indonesia untuk memajukan umat. Seperti yang sering kau ceritakan di telpon, Fin." Umi tersenyum.

Ya, aku sering berkata 'aku akan menggeser gunung'. Itu adalah kiasan tentang mimpiku menjadi seorang pembawa pengetahuan untuk memajukan umat.

"tapi, bagaimana umi dan abi?" Aku kembali meragu. Sedangkan umi mengecup ujung jilbab yang aku kenakan.

"Kan, ada Allah, nduk?"

Aku membenarkan perkataan umi. Tapi sebagai anak, aku belum melaksanakan kewajibanku dengan baik. Aku belum berbakti kepada kedua orang tua. Tak terasa, butiran bening yang sejak tadi mengumpul di sudut mata merembes dari pelupuk. Aku takut Allah tidak memberiku waktu untuk berbakti kepada mereka.

****

"Fin, kemarilah, nduk."

Siang itu, abi memanggilku di waktu istirahatnya. Aku melangkah mendekat. Abi mengisyaratkanku untuk duduk di sampingnya, aku menurut.

"Tolong kamu antar rantang itu ke rumah di seberang. Turuti perintahnya dan jadilah wanita yang mennyejukkan hati." Jelas abi, aku mengernyit. Kalimat itu berakhir dengan abi mengelus ujung kepalaku. Mataku beberapa detik meneliti rantang itu, barulah aku bangkit dan mengambilnya. Apapun titdah abi, aku harus melaksanakannya sepanjang itu tidak menyimpang dari ajaran agama.

"Baik, bi. Afin berangkat, assalamualaikum." Aku mengambil rantang yang dimaksud abi dan segera melangkah keluar kamar abi untuk mengantar rantang makanan itu. Umi yang melihatku menegurku dengan lembut.

"Mau kemana, Fin?"

"Mengantar makanan, mi. Disuruh abi." Jawabku apa adanya.

"Yang sami'na waato'na ya nduk, sama dia. Dia adalah orang yang penting." Aku meragu dengan kata-kata umi. kuulas sebuah senyum untuk menutupi kecurigaanku. Siapa yang akan kutemui sekarang? Apakah seorang pejabat?

"Berangkatlah, nduk." Aku tersadar dari lamunan yang terasa aneh ini. Aku belum mengertiperkara yang amat abu-abu untukku. Aku bergerak mendekat dan mencium punggungtangan umi sebelum kembali meneruskan langkahku.

Episodes
1 Aku Akan Menggeser Gunung
2 Melepas Belenggu Rindu
3 Lelaki Beraroma Yasmin
4 Lantunan yang Mendamaikan Langit
5 Imam Pilihan Tuhan
6 Matahari Tersenyum
7 Menembus Langit Timur
8 Tasbih Cinta Penjaga
9 Perpisahan yang Manis
10 Senja Tanpa Embun
11 Perjuangan untuk Umat
12 Pertemuan Sekaligus Perpisahan
13 Seringai Takdir di Serambi Petang
14 Air Mata Menjelang Subuh
15 Tenggelam Dalam Duka
16 Keputusan yang Menghimpit Napas
17 Jika Allah Menghendaki
18 Muhasabah
19 Perempuan dengan Senyum Fajar
20 Perindu yang Menang
21 Seperti Pelangi di Matamu
22 Kerajaan Kasih Sayang
23 Ar-Rahman
24 Menjamu Cintanya
25 Persembahan Cinta
26 Tulang Yang Bengkok
27 Ketidaksukaan
28 Cemburunya Bidadari
29 Mood Swing = Petaka
30 Keputusan dan Keputusasaan
31 Permintaan yang Sulit ( POV Adi)
32 Pulang Membawa Dilema
33 Tak Akan Mendua
34 Tangis Tengah Malam
35 Firasat Seorang Anak
36 Memeram Rindu
37 Curah Sang Istri
38 Gadis di Tepi Musholla
39 Halusinasi Fatim
40 Tentang Aku (Fatimah POV)
41 Tentang Gus Ali
42 Attention Please !
43 Dijodohin?
44 Fans Gus Ali
45 Ujian Kesetiaan
46 Keputusan Terpaksa
47 Tentang Tradisi
48 Cemburu Merusak Segalanya
49 Curhatan Gus Ali
50 Romantika Arrahman
51 Mega Mendung
52 Kegelisahan Gus Ali
53 Mahar Arrahman
54 Hanya Sebuah Perpisahan Sementara
55 Tercekam Dalam Kenang
56 Hari yang Sepi
57 Jarak di antara kening dan sajadah
58 Lamaran
59 Hijrah Hati
60 Pertemuan Dua Hati
61 Cinta Tata Tak Tertaut
62 Mendadak Pulang
63 Pernikahan Mendadak
64 Menjalankan Tradisi
65 Percakapan Sepasang Pengantin
66 Cemburu
67 Terjadi Tanpa Rencana
68 Perjalanan ke Surabaya
69 Bertemu Mega
70 Di Kampus
71 Dosen Ganteng Tapi Killer
72 Masalah Sepele
73 Semakin Rumit
74 Fitnah
75 Disidang
76 Sementara Itu, ....
77 Dimana Fatimah Berada?
78 Dendam Melebur Karena Cinta
79 Dendam Melebur Karena Cinta 2
80 Dendam Melebur Karena Cinta 3
81 Keadaan Dika
82 Bertemu dengan Tata
83 Karma Instant
84 Karma Instant 2
85 Karma Instant 3
86 Bertemu Saudara Lama
87 Nasib Tata
88 Nasib Tata 2
89 Kemarahan Orang Tua Mega
90 Kemarahan Orang Tua Mega 2
91 Kemarahan Orang Tua Mega 3
92 Mempelai Datang
93 Kedatangan Tata
94 Tata Bertemu Dika
95 Pertemuan Keluarga Besar
96 Setelah Resepsi
97 Setelah Resepsi 2
98 Tamu Agung
99 Masih Tentang Dika
100 Setelah Sampai di Surabaya
101 Melamar Tata
102 Melamar Tata 2
103 Jawaban Tata
104 Jawaban Tata 2
105 Kisah Rabiah Al-Adawiyah
106 Khitbah Untuk Mega
107 Khitbah Untuk Mega 2
108 Bertemu Gus Jaka
109 Bertemu Gus Jaka 2
110 Pengakuan
111 Pengakuan 2
112 Dilema Mega
113 Dilema Mega 2
114 Dilema Mega 3
115 Hidayah Itu Mahal
116 Hidayah Itu Mahal 2
117 Pilihan Mega
118 Perjuangan Menuju Pelaminan
119 Perjuangan Menuju Pelaminan 2
120 Taklik
121 Rindu yang Merayu
122 Ikhlas
Episodes

Updated 122 Episodes

1
Aku Akan Menggeser Gunung
2
Melepas Belenggu Rindu
3
Lelaki Beraroma Yasmin
4
Lantunan yang Mendamaikan Langit
5
Imam Pilihan Tuhan
6
Matahari Tersenyum
7
Menembus Langit Timur
8
Tasbih Cinta Penjaga
9
Perpisahan yang Manis
10
Senja Tanpa Embun
11
Perjuangan untuk Umat
12
Pertemuan Sekaligus Perpisahan
13
Seringai Takdir di Serambi Petang
14
Air Mata Menjelang Subuh
15
Tenggelam Dalam Duka
16
Keputusan yang Menghimpit Napas
17
Jika Allah Menghendaki
18
Muhasabah
19
Perempuan dengan Senyum Fajar
20
Perindu yang Menang
21
Seperti Pelangi di Matamu
22
Kerajaan Kasih Sayang
23
Ar-Rahman
24
Menjamu Cintanya
25
Persembahan Cinta
26
Tulang Yang Bengkok
27
Ketidaksukaan
28
Cemburunya Bidadari
29
Mood Swing = Petaka
30
Keputusan dan Keputusasaan
31
Permintaan yang Sulit ( POV Adi)
32
Pulang Membawa Dilema
33
Tak Akan Mendua
34
Tangis Tengah Malam
35
Firasat Seorang Anak
36
Memeram Rindu
37
Curah Sang Istri
38
Gadis di Tepi Musholla
39
Halusinasi Fatim
40
Tentang Aku (Fatimah POV)
41
Tentang Gus Ali
42
Attention Please !
43
Dijodohin?
44
Fans Gus Ali
45
Ujian Kesetiaan
46
Keputusan Terpaksa
47
Tentang Tradisi
48
Cemburu Merusak Segalanya
49
Curhatan Gus Ali
50
Romantika Arrahman
51
Mega Mendung
52
Kegelisahan Gus Ali
53
Mahar Arrahman
54
Hanya Sebuah Perpisahan Sementara
55
Tercekam Dalam Kenang
56
Hari yang Sepi
57
Jarak di antara kening dan sajadah
58
Lamaran
59
Hijrah Hati
60
Pertemuan Dua Hati
61
Cinta Tata Tak Tertaut
62
Mendadak Pulang
63
Pernikahan Mendadak
64
Menjalankan Tradisi
65
Percakapan Sepasang Pengantin
66
Cemburu
67
Terjadi Tanpa Rencana
68
Perjalanan ke Surabaya
69
Bertemu Mega
70
Di Kampus
71
Dosen Ganteng Tapi Killer
72
Masalah Sepele
73
Semakin Rumit
74
Fitnah
75
Disidang
76
Sementara Itu, ....
77
Dimana Fatimah Berada?
78
Dendam Melebur Karena Cinta
79
Dendam Melebur Karena Cinta 2
80
Dendam Melebur Karena Cinta 3
81
Keadaan Dika
82
Bertemu dengan Tata
83
Karma Instant
84
Karma Instant 2
85
Karma Instant 3
86
Bertemu Saudara Lama
87
Nasib Tata
88
Nasib Tata 2
89
Kemarahan Orang Tua Mega
90
Kemarahan Orang Tua Mega 2
91
Kemarahan Orang Tua Mega 3
92
Mempelai Datang
93
Kedatangan Tata
94
Tata Bertemu Dika
95
Pertemuan Keluarga Besar
96
Setelah Resepsi
97
Setelah Resepsi 2
98
Tamu Agung
99
Masih Tentang Dika
100
Setelah Sampai di Surabaya
101
Melamar Tata
102
Melamar Tata 2
103
Jawaban Tata
104
Jawaban Tata 2
105
Kisah Rabiah Al-Adawiyah
106
Khitbah Untuk Mega
107
Khitbah Untuk Mega 2
108
Bertemu Gus Jaka
109
Bertemu Gus Jaka 2
110
Pengakuan
111
Pengakuan 2
112
Dilema Mega
113
Dilema Mega 2
114
Dilema Mega 3
115
Hidayah Itu Mahal
116
Hidayah Itu Mahal 2
117
Pilihan Mega
118
Perjuangan Menuju Pelaminan
119
Perjuangan Menuju Pelaminan 2
120
Taklik
121
Rindu yang Merayu
122
Ikhlas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!