Oh My Wife!

Oh My Wife!

1. Bastian, Pria Kacang!

Joe Morgan melirik gadis yang duduk di sebelahnya. Ternyata gadis itu sedang melamun. Pantas saja dia tidak menjawab.

Joe sudah memanggilnya tiga kali.

“Aria?” akhirnya Joe menyikut Aria. Dia tidak tahan lagi diabaikan. Dia butuh dihibur.

Dirinya sedang menderita patah hati, Bastian, kekasihnya selama dua tahun berselingkuh.

Dan Aria, gadis itu berjanji untuk menghiburnya, tapi bukannya terhibur, Joe malah semakin merasa sedih karena diacuhkan oleh Aria.

Dia menyesal telah menolak Britney yang mengajaknya sleep over hanya karena dia tergoda dengan janji palsu Aria yang mengatakan jika dia bersedia untuk menemaninya dan mendengarkan curhatannya.

“Tidak ada gunanya kau berkeluh kesah. Itu tidak akan mengubah kenyataan jika kau diselingkuhi” Aria menyerang dimana itu paling menyakitkan.

“Aria!” Joe berteriak. Menghentakan kakinya ke lantai. Dia tersenyum kecut, menyadari bahwa itu adalah salah dirinya sendiri karena menaruh harapan kepada Aria.

Jelas-jelas Aria bukan tipe orang yang akan mendengarkan keluhan orang lain dengan sabar. Apa lagi menghiburnya.

Yang ada dia akan semakin sakit hati. Aria tidak pernah memikirkan perasaan orang lain, dia akan mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya tidak peduli itu menyakiti hati atau tidak.

Dia bilang dia tidak punya cukup gula untuk dibagikan kepada orang lain.

“Lalu maumu apa? Selain membuatnya bonyok tidak ada bantuan lain yang bisa aku tawarkan.” Aria meraup kacang di piring.

Joe menelan ludah. Memang benar jika dia ingin hal buruk menimpa Bastian. Tapi jika dia meminta Aria untuk memukulinya dia rasa itu berlebihan. Bisa-bisa polisi akan mendatangi rumahnya dengan membawa surat ijin penangkapan.

Dia merinding membayangkan dirinya meringkuk dibalik jeruji penjara.

Tapi kalau Aria melakukan itu dia yakin tidak akan ada polisi yang mendatanginya.

Selama lima tahun mengenal Aria dia mengetahui sebuah fakta bahwa gadis itu memiliki bakat untuk menjadi kriminal.

“Ada satu lagi yang bisa aku lakukan” Aria menyeringai, penuh dengan janji, membuat gesture menggunting dengan tangannya.

Joe mendelik. Tidak tahu bagaimana cara kerja otak Aria. Dia jadi merasa kasihan kepada siapapun yang menjadi pasangan Aria di masa depan. Aria terlalu liar dan tidak berpegang pada norma masyarakat seperti manusia pada umumny, dan jelas dia tidak taat pada hukum. Sekalinya dia merasa perlu melakukan sesuatu gadis itu tidak akan memikirkan opini orang lain.

Dia akui ide Aria untuk mengebiri Bastian terdengar lebih memuaskan dari pada menghajar pria itu. Bukankah memang pantas hukuman seorang tukang selingkuh adalah dikebiri.

“Lagi pula apa sih hebatnya dia.” Aria meraup kacang lagi, “Pria kacang begitu.” Aria menjejalkan kacang-kacang itu ke dalam mulutnya yang masih penuh.

Melihat itu Joe ingin tertawa. Aria tampak seperti marmut.

“Bastian bisa menipumu selama dua tahun. Aku jadi ragu, apa kau ini psikiater gadungan?” Aria memberikan tatapan mencemooh.

Perkataan gadis itu memang sering kali menohok dan membuat sakit hati, tapi dia tidak merasa tersinggung sedikit pun. Karena itulah yang membuat persahabatannya dengan Aria awet hingga saat ini. Joe lebih senang mendengar Aria yang berbicara secara blak-blakan tanpa diberi pemanis.

Setelah dia tahu Bastian menyelingkuhinya, Joe mengalami down mental, dia terjatuh jauh hingga sampai pada titik dia meragukan dirinya sendiri.

Mempertanyakan apakah ada yang salah pada dirinya sampai-sampai Bastian melakuan hal itu.

Penghianatan Bastian membuatnya meragukan integritasnya sebagai seorang ahli psikolog.

Dia memiliki banyak tropi penghargaan, dia dinobatkan sebagai psikiater muda yang hebat dan berbakat. Sering mendapatkan undangan untuk mengisi kuliah. Tapi dirinya terkena tipu.

Bertingkah seperti badut dan memamerkan diri di depan Bastian. Betapa ironisnya semuai itu. Selama dua tahun ini dia pasti terlihat sangat bodoh di mata Bastian. Dia tidak sadar jika selama ini dia sedang dipermainkan.

“Tapi sudahlah, siapa di dunia ini yang tidak melakukan kesalahan.” Aria menatap Joe.

Joe tertegun, Aria benar, siapa yang tidak melakukan kesalahan. Bukankah ini hanya siklus kehidupan manusia. Wajar untuk sesekali membuat kesalahan, dengan begitu dia bisa belajar dari kesalahan itu agar dikemudian hari dia tidak mengulanginya lagi.

Joe kembali bersemangat, “Benar. Masih ada banyak ikan di laut.” Dia akan mencari pacar yang lebih tampan dan lebih setia dari Bastian.

“Kau juga kenapa melamun?” Joe ikut mengambil kacang di piring. Dia sudah menerima Bastian membodohinya. Tidak lagi ada penyesalan. Hidupnya tidak berakhir hanya karena seorang Bastian. That not worth it.

Aria menerawang, menghela nafas. Mempertimbangkan apakah dia ingin memberitahu Joe atau tidak. Pada akhirnya dia membuka mulut. “My father passed away.”

“Apa?” Joe terlonjak dari duduknya. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Pasti dia salah dengar.

“My father passed away.” Aria mengulanginya.

“Apa aku harus mengantarmu pulang?” Joe tidak yakin apa pertanyaan itu tepat. Aria sepertinya tidak terpengaruh dengan kematian ayahnya. Joy tahu Aria memiliki hubungan yang buruk dengan keluarganya.

“Untuk apa? Dia mati semingu yang lalu.” Aria dengan santai mengupas kacang.

Joe tercengang, kembali duduk.

“Aku merasa lega orang tua itu mati.” Aria mengangkat tangannya, mengisaratkan kepada bartender untuk mengisi ulang gelasnya.

Saat mendengar kabar kematian ayahnya, yang Aria rasakan adalah perasaan lega. Perasaan tidak tenang yang selama ini menghantuinya setiap malam sudah hilang. Bahkan dengan tegas dia menolak untuk mengadiri pemakaman.

Malam itu pertama kalinya dia bisa tidur dengan pulas tanpa bermimpi buruk.

Tapi perasaan tenang yang dia alami berlangsung sangat singkat. Seperti rasa senang setelah menyelesaikan lima ronde di atas ring. Baru keesokan paginya dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Hatinya seperti sedang loading. Menunda emosi yang seharusnya dia rasakan dihari itu.

Begitu dia terbangun dari tidur pulasnya. Gelombang perasaan mengantamnya, dia menagis pagi itu. Air mata yang selama bertahun-tahun tidak pernah dia gunakan tiba-tiba mengalir. Membuatnya panik dan bingung.

Lalu ketika pengacara ayahnya menelponnya lagi dan membacakan isi surat wasiat yang ditinggalkannya oleh ayahnya sebelum mati, dia tertawa terpingkal-pingkal seperti orang gila seakan sedang mendengar lelucon yang sangat lucu.

Apakah perasaanya begitu murah sehingga pak tua itu berpikir untuk memberinya uang untuk menebus dosanya.

Cih!

Pak tua itu pikir dia akan bersyukur atas warisan itu? Atau sebenarnya itu hanyalah bagian dari rencananya untuk menghukumnya karena telah melarikan diri?

“Dia mewariskan hartanya kepadaku. Lucunya lagi, he called my name before his last breath.” Aria tertawa kecil. “Apa yang pak tua itu inginkan?” Aria bergumam lirih, mukanya semakin lama semakin masam.

Wira Pramudya pasti sengaja, pria itu sungguh polos jika mengira Aria akan langsung berlari pulang setelah dia mendengar hal itu. Hanya karena pak tua menghembusakan nafas terakhir dengan namanya, Aria tidak terenyuh.

Tidak! Justru rasa benci Aria kepada pak tua itu semakin bertambah.

Dia akan terus memendam dan menumbuhkan kebenciannya itu.

“Selama ini dia tahu aku ada dimana.” Tangan Aria mengepal. Merasa semakin ingin membuat pak tua itu mengeliat di dalam kubur!

Terpopuler

Comments

Lee

Lee

karyamu memang bagus thor, aku suka

2022-10-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!