Aria menyandarkan tubuhnya pada frame pintu. Merasa jengah dengan drama dihadapannya.
Rupanya waktu tak banyak merubah mereka. Apa yang dilihatnya sepuluh tahun yang lalu terulang kembali pada hari ini.
Mereka bertiga masih memainkan drama yang sama, dengan plot dan alur cerita yang sama.
Tapi kali ini Aria tidak akan mengikuti script, dia tidak mau memerankan antagonis bodoh yang nantinya berakhir dengan naas. Dia sudah menulis script yang berbeda.
Dia sudah menyusun naskah untuk dirinya sendiri. Dia akan mengganti setting karakternya.
Tanpa memperdulikan dua orang yang sedang pamer bonding antara ibu dan anak itu, Aria berseru.
“Hari ini aku mengumumkan jika mulai dari saat ini, Aria Aji akan mulai menagih hutang.” Aria membusungkan dadanya, dengan bangga dia mendeklanamasikan perang.
Ibu dan anak itu secara bersamaan menoleh ke arahnya. Kedua orang itu tentunya tahu apa maksud dari perkataan Aria itu.
“Beserta bunganya.” Aria tersenyum cerah. Dia sedikit senang dengan respon yang diberikan oleh dua orang itu.
Dia tahu apa yang bisa membuat dua orang itu panic.
Sebenarnya dia sudah sejak lama tahu akan hal ini, hanya saja waktu itu dia masih terlalu naif dengan pemikirannya.
Masih berpikir jika kebaikan dan kesabaran akan membuat dunia ini menjadi lebih baik.
Untuk itulah selama ini dia memilih diam dan dan menghindar. Dengan harapan mereka akan meninggalkannya sendiri.
Tapi ternyata postif dan negative tidak menghasilkan nol.
Untuk itu dia memutuskan untuk menambah negative dengan negative agar bisa menghasilkan positif.
“Joe bisakah kau pinjamkan aku ponselmu?” Aria masih dengan senyum cerahnya mengadap pada Joe.
Mengulurkan tangannya pada Joe yang sekarang ini sibuk berkutat dengan google translate, rupanya dia sangat ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
Joe yang belum pernah melihat Aria tersenyum selebar itu menelan ludahnya. Walaupun Aria tersenyum dampai matanya, dia merasa merinding.
“Joe?” Aria memanggil Joe yang tidak juga memberikannya ponsel.
“Oh,” Joe tersentak dari lamunannya, buru-buru mrnutup laman pencarian dan memberikan ponsenya kepada Aria. Dia sedikit malu terpergok langsung sedang menguping.
“Aku tidak menangkap satu pun perkataan kalian.” Joe menjelaskan.
Aria tidak memperdulikannya, Joe tahu atau tidak, itu sama saja.
Begitu menerima ponsel dari Joe, Aria langsung membuat sebuah panggilan.
Sembari menunggu panggilan itu tersambungkan, Aria menyempatkan diri untuk melirik kedua orang yang masih mematung di depannya. Lagi-lagi dia tersenyum.
“Pengacara Pramudya, ini Aria.” Aria mulai berbicara begitu panggilan tersambungkan. Dia sengaja memberikan jeda yang sedikit panjang. Membiarkan mereka mendengar ucapan puji syukur yang diucapkan oleh orang di sebrang.
Wira Pramudya yang belum tidur selama tiga hari sangat senang ketika mendapatkan telpon dari Aria. Saking senangnya dia hampir saja bersujud syukur andaikan dia tidak sedang berada di tempat dinner.
Dia meletakan beberapa uang di meja dan bergegas keluar tidak perduli jika dia membayar untuk makanan yang belum disajikan. Aria adalah hal terpenting untuknya saat ini, jika dia bersikeras menunggu makananya, dia tidak yakin jika kesempatan seperti ini akan datang lagi.
Dia ingin segera menyelesaikan tugasnya dan pulang ke Indonesia. Makanan di sini membuat lidahnya tersisa. Dia merindukan nasi pecel buatan ibunya.
Aria tertawa kecil, dia sangat menikmati saat-saat ini, dengan terus menatap kedua orang di hadapannya, dia menjatuhkan bomnya. “Bisakah kau datang ke rumahku sekarang. Aku akan menandatangagi surat itu.” Kedua orang itu yang semakin pucat. Wajah mereka tak karuan ekspresinya.
“Tentu, tentu saja nona , aku akan sampai dalam lima belas menit.” Jawabah antusias Wira Pramudnya menjadi akhir dari panggilan itu.
“Apakah kalian mau masuk dan menjadi saksi?” Aria berkata memprovokasi. Dia memberikan gesture penuh kemenangan.
“Aria jangan besar kepala kamu!” Amelia adalah yang pertama kali sadar. Dia memdesis penuh kebencian kepada Aria.
Sedangkan Ariel, wajah penuh kesedihannya sudah luntur untuk beberapa detik. Dia menatap Aria tajam sebelum akhirnya dia kembali menguasai diri. Dan kembali pada perannya.
“Tentu saja aku tidak boleh besar kepala, ini baru awal. Kalian bersiaplah.” Aria memberikan tatapan conggkak kepada mereka. "Aku menagih hutang berserta dengan bunganya."
Itu membuat mereka semakin tersulut. Ameli memberikan isyarat kepada bodyguard-nya.
Dia sudah memberikan insteruksi sebelummnya. Tentu saja dia sudah mempersiapkan rencana cadangan jika sesuatu terjadi di luar keinginannya.
Pria berotot itu melangkah maju dan dengan paksa menangkap pergelangan tangan Aria. Menyeretnya menjauh dari pintu.
Aria memang bisa berkelahi. Tapi karena satu minggu ini dia hanya berbaring di atas tempat tidur, dia tidak punya cukup stamina untuk mepis serangan itu. Dia terhuyun kearah pria itu.
Dan ketika pria itu melepaskan pegangannya dia terlempar dan menghantam tembok.
“Ah!” Joe menjerit. Dia dengan panic berlari kearah Aria.
Ketika dia melihat darah mengalir dari dahi Aria, segala sumpah serapah keluar dari mulutnya.
Dia hendak untuk menelpon polisi tapi niatnya itu diketahui oleh Ariel yang langsung merebut ponselnya. Dia menyuruh pengawalnya untuk menahan Joe.
Amelia mendekati Aria. Dia menjambak rambut Aria dan memaksanya berdiri. “Aku akan selalu berada satu langkah di depanmu. Lebih baik kau menyerah Aria.” Dia menghempaskan Aria. Membuatnya kembali terjah ke lantai. “Berhenti sekarang dan ikut mama pulang.” Dia memberikan tatapan merendahkan kepada Aria.
“Mama!” Ariel memekik. Menghentikan Amelia yang bersiap untuk kembali menjambak Aria.
“Kak Aria, mama hannya ingin yang terbaik untuk kakak.” Ariel berjongkok si depan Aria. Ariel terisak dengan begitu sangat memilukan. Orang yang melihat akan mengira jika Ariel yang baru saja dihempaskan ke tembok.
“Heh,” Aria mencibir. Karena dia menunduk dan wajahnya tertutupi oleh rambut, Ariel tidak tahu jika saat ini Aria sedang tertawa mengejeknya.
Sangat disayangkan dengan kemampuan berekting sehebat itu, Ariel tidak masuk ke dalam dunia entertainment. Tidak bisa dibayangkan berapa banyak piala Oscar yang akan dia menangkan jika dia masuk ke Hollywood.
“Kak Aria, pulanglah bersama kami, Ariel mohon...” tangisan Ariel semakin menjadi
Aria sungguh ingin tertawa, “Masudmu pulang bersama dengan kalian dan memberikan kesempatan kepada kalian untuk merebut harta warisanku? Jangan pikir aku tidak tahu.” Aria mendongak. Matanya menatpa Ariel penuh dengan cemoohan.
“Aria berhenti untuk tidak tahu diri.” Amelia mendesis.
“Dan kamu Ariel, berhenti membelanya.” Dia menarik Ariel berdiri.
“Roy seret dia.” Amelia memberikan perintah kepada pengawalnya.
Roy yang tahu harus berbuat apa, segera melepaskan Joe.
“Apa yang ingin kalian lakukan. Ini illegal. Hentikan.” Joe semakin histeris ketika Roy mendekati Aria. Dia memenghalangi Roy dengan memeluk kaki pria itu. Sekuat tenaga berusaha menahan Roy yang dua kali lipat lebih besar darinya.
“loel, haec est pars consilii mei.” Aria menggelengkan kepalanya kepada Joe. Joe menatap Aria, memastikan jika Aria sungguh-sungguh dengan perkataannya. (Joe, ini adalah bagian dari rencana ku.)
Setelah merasa yakin, barulah dia melepaskan kaki Roy.
Tapi dia masih tidak tenang melihat Aria dibawa pergi oleh mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments