Joe menggelengkan kepala melihat Aria yang seperti kepompong di atas tempat tidur. Sudah satu minggu sejak pulang dari bar, Aria sama sekali tidak meninggalkan tempat tidurnya. Menggulung dirinya ke dalam selimut dan menatap langit-langit kamar seperti ikan asin yang digelar.
Aria memang bukan orang yang aktif dan memang lebih banyak mengabiskan waktunya di dalam rumah. Tetapi kelakuannya selama satu minggu ini benar-benar diluar perkiraannya.
Gadis itu memutuskan semua jaringan telekominikasi yang ada di rumah ini.
Aria juga telah mewanti-wantinya untuk tidak memerima telpon dari nomor asing dan tidak sembarang membuakan pintu rumah.
Dia tidak tahu apa yang Aria sedang hindari.
Saat Joe menanyakan alasannya, Aria mengatkan jika sekarang tingkat kejahatan sedang tingggi dan tidak ada salahnya untuk lebih berhati-hati.
Sampai pada siang hari tadi, barulah dia mendapatkan jawaban.
Aria menolak harta warisan dari ayahnya.
Pengacara ayahnya sudah kehabisan cara untuk menghubungi gadis itu hingga akhirnya dia menemui Joe. Memohon kepadanya untuk membujuk Aria agar mau bertemu dengannya.
“Aria apa kau benar-benar tidak mau menerima warisan itu.” Joe duduk di kasur Aria.
Dia sungguh tidak menduga jika Aria bisa menolak aset bernilai milliaran dollar tanpa mengedipkan mata.
Ayah Aria—Kristian Aji adalah pengusaha tambang sukses yang masuk ke dalam rangking sepuluh besar orang terkaya di dunia. Selain dari bisnis, keluarga Aji merupakan keturunan bangsawan terhormat yang kaya raya turun temurun dari nenek moyang.
Jangankan hidup berongkang-ongkang kaki dan tidur di atas tumpukan uang. Bahkan setiap berendam di dalam bathtub yang dipenuhi dengan berlian seperti adegan Taylor Swift dalam MV What You Made Me Do, kekayaan keluarga Aji tidak akan habis.
Membayangkannya saja sudah membuat Joy ngiler. Kalau Aria tidak mau Joe bersedia menggantikan sahabatnya untuk mewarisi dollar dollar itu.
“Wira Pramudya?” Aria melirik Joe.
Joe menganguk. Wira Pramudya memberitahunya sedikit banyak informasi. Darinya, Joe tahu jika Aria tidak mendapatkan warisan hutang seperti yang dia kira selama ini, gadis itu menerima uang dalam jumlah milyaran dan asset bergerak yang jumlahnya membuat Joe pening.
Tidak menyangka jika keluarga Aria ternyata sekaya itu.
Aria menggumamkan sesuatu lalu membalikkan badannya membelakangi Joe.
“Kau tidak mau menemuinya?” Joe meraih rambut Aria dan merapikannya.
Aria tidak merespon.
Joe merasa kasihan kepada Wira Pramudya, menyayangkan wajah tampan pengacara muda itu terlihat kusam dengan kantung mata tebal kerena kurang tidur, sudah pasti pria itu tidak istirahat dengan cukup selama satu minggu ini.
Joe hanya bisa menyalahkan nasib sial pria itu yang mendapatkan Aria sebagai client.
“Setidaknya aktifkan ponselmu.” Joe hanya bisa membantu Wira Pramudya sampai disitu. Dia merasa tidak berhak untuk mecampuri urusan Aria.
“Hmm.” Jelas dia tidak akan mengikuti sarannya. Aria sudah memceburkan ponselnya ke dalam akuarium tiga hari lalu. Jelas dia tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menghubunginya.
Aria tampaknya sudah memperhitungkan semuanya.
“Wira Pramudya, apa dia masih single?” Joe mengalihkan topik. Dari pada mencampuri urusan Aria lebih baik di memenuhi rasa penasarannya.
Matanya berbinar ketika dia mengingat pertemuannya dengan Wira Pramudnya. Pria itu tampan dan tinggi. tubuhnya tidak terlalu atletis tapi Joe yakin dibalik kemejanya Wira Pramudya memiliki otot yang sempurna. Dan lagi ketampanan pria itu yang manis seperti anggota boyband korea membuatnya ingin menjadikannya sebagai sugar baby.
Setelah hubungan naasnya dengan Bastian seleranya berubah. Pria yang jinak sepertinya lebih cocok untuknya. Dan Wira Pramudnya adalah subjek yang tepat untuk dia jadikan percobaan.
Aria meliriknya sinis. Mencemooh lewat gerakan matanya.
Joe mengedipkan matanya. Mengabaikan tatapan jijik Aria. “Hmm?” dia memdesak Aria.
“Ayolah.” Joe mengedipkan matanya dengan menjijikan. Membuat Aria beringsut mejauh. Merinding dengan kelakuan Joe yang persis seperti kucing di musim kawin.
Dia mempertanyakan kewarasan otaknya. Kemana perginya akal sehatnya sehinga dia mau berteman dengan orang mesum seperti Joe.
Aria baru akan mengatakan sesuatu ketika bell rumahnya berdering.
“Abaikan saja.” Dia menahan tangan Joe yang hendak beranjak. Ada firasat buruk yang melintas di kepalanya.
Joe tidak jadi berdiri dan menuruti saran Aria. Kelihatannya memang aneh, dia tidak memesan delivery hari ini, juga jika itu teman atau keluarganya mereka akan menghubunginya terlebih dulu.
Bell itu terus berbunyi selama dua menit hingga akhirnya mulai terdengar ketukan tidak sabar.
Dia sedikit berharap jika Wira Pramudya yang berada di depan pintu mereka, tapi itu tidak mungkin, jika itu memang dia tidak mungkin dia mengedor-gedor pintu seperti itu. Pria itu kelihatan sopan dan kalem.
“Jangan-jangan perampok.” Pikiran Joe mulai mengelantur. Kemingkinan jika itu adalah perampok memang masuk akal. Tapi mengingat system keamanan komplek, itu mustahil. Ada dua penjaga berpakaian taktis didepan pintu masuk komplek dan sepuluh lainnya ditempatkan di titik lain. Mereka secara rutin berkeliling komplek.
Mereka berdua berdiri di depan layar monitor.
Mata joe bergerak dengan cepat, menatap secara begantian diantara Aria dan layar monitor.
Selain seorang pria kekar berpakaian serba hitam yang sedang menggedor pintu dengan anarkis. Ada dua orang lagi.
Joe tidak asing dengan kedua orang itu. Amelia Langton, wanita dermawan yang mendirikan banyak yayasan sosial, dan putri sosialitanya, Ariel Langton.
Joe pernah bertemu dengan dua orang itu pada sebuah acara amal satu tahun lalu.
“Kau mengenal mereka?” rasa penasaran Joe tidak lagi terbendung. Kenapa mereka berada didepan pintu rumah mereka?
Otaknya bekerja dengan cepat dan menghasilkan teori yang mengagetkan. Amelia Langton adalah orang Indonesia, sama dengan Aria. Nama tengah Aria sama dengan nama tengah Ariel Langton.
Jika diurutkan nama mereka juga mirip. Aria, Ariel, Amelia. Tidak mungkin itu hanya kebetulan bukan?
Joe membuka peramban di ponselnya. Mengetikan nama Amelia Langton ke dalam mesin pencarian.
Tangan Joe gemetar. “Aria, siapa sebenarnya kau ini?” Joe sepontan berteriak. Informasi baru ini tidak bisa dia cerna.
“Kau punya hubungan dengan keluarga Langton? Mereka bibi dan sepupumu?” tebak Joe.
Aria tidak menggubris Joe. Matanya terpaku pada layar monitor. Menggumamkan sesuatu dalam bahasa Indonesia.
“Here come the devil.” Aria menarik ganggang pintu dengan kasar dan menyebabkan pria kekar berpakaian hitam hampir terjengkang dan menimpa Joe.
“Apa mau kalian?”
Aria lagi-lagi berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Joe dengan kemampuan berbahasa Indonesianya yang sebatas, aku,kamu dan cinta, hanya bisa mengamati dari samping.
Tetapi tidak sulit untuk menebak apa yang sedang terjadi, expresi mereka mencerminkan semuanya.
“Kak Aria, mama…” Ariel membuka mulutnya.
“Hentikan itu, kau dua tahun lebih tua dariku.” Aria memotong dengan cepat.
Ariel sedikit terkejut, air mukanya berubah masam. Tapi dengan cepat dia menguasai emosinya. Kembali menampakan wajah yang elegan.
“Kak Aria, jangan begitu, mama benar-benar merindukanmu.” Ariel mencoba meraih tangan Aria, yang dengan cepat ditepis oleh Aria.
“Kak Aria,” Ariel memanggilnya lirih. Matanya yang begetar dan mulai berkaca-kaca. “Aku mohon jangan marah kepada mama.” Ariel ingin mendekati Aria tetapi Amelia mencegahnya. Dia menarik Ariel ke sisinya.
“Aria. Jangan keterlaluan kamu!” Amelia berteriak, tidak lagi memperdulikan imagenya.
“Mama,” Ariel menarik lengan Amelia. Menatapnya dengan tatapan memohon, “Jangan marah kepada kak Aria. Ini semua salahku.” Ariel menundukan kepalanya, menatap ujung kakinya dengan gelisah.
Amelia menggertakkan giginya, hatinya seperti diremas melihat Ariel yang terus-menerus menyalahkan diri.
Inilah sebabnya Amelia melarang Ariel untuk ikut dengannya.
Ariel hanya akan menderita jika bertemu dengan Aria. Dan dengan bodohnya Ariel membela gadis tidak tahu diri itu dan memberikan kesempatan kepada Aria untuk menyakiti hatinya.
Putrinya yang malang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments