Air Mata Pengantin Dan Keluarga Bunglon

Air Mata Pengantin Dan Keluarga Bunglon

Chapter 1 Hadiah Pertunangan

Suasana gedung serbaguna yang cukup mewah terlihat ramai. Orang-orang berpakaian rapi saling bercengkrama dengan satu sama lainnya. Rina dan Toni terlihat tersenyum sambil menunduk menyalami beberapa orang yang mendekati mereka. Ketika orang sudah tidak mengantri untuk menyalami mereka, Rina menghembuskan nafas karena letih. Agus dan Tuti, orang tua Toni memandang bangga pada kedua pasangan tersebut.

“Baru tunangan aja udah rame, ya!” kata Tuti.

“Iya. Banyak karangan bunga juga lagi,” Agus membalas Tuti sambil melihat ke arah karangan bunga yang juga terpajang di dalam gedung.

“Ada orang-orang penting juga Pak!” Tuti menunjuk ke salah satu pejabat yang masuk ke gedung.

“Hus!” Agus melihat ketus ke arah Tuti. “Jangan tunjuk- tunjuk.”

Tuti tersenyum malu ke arah Agus. Agus menggeleng-gelengkan kepalanya. Rina dan Toni kembali menyalami tamu yang berdatangan. Tak lama, pejabat yang tadi dilihat oleh Tuti mendekat pada Rina dan Toni. Toni menyalami pejabat tersebut sambil tersenyum lebar. Pak Barkah, nama pejabat tersebut, membalas senyum lalu beralih menyalami Rina.

“Wah Rina selamat ya. Semoga lancar sampe pernikahannya nanti,” kata Pak Barkah.

“Pak, makasih ya udah nyempetin dateng.”

“Santai. Kamu udah bantu proyek saya kemarin sampe goal masa saya ga bisa dateng di acaramu,” Pak Barkah tersenyum. “Rame juga yang dateng ya Rin. Gimana nikahannya nanti?” Pak Barkah menambahkan.

“Hehe, iya Pak,” Rina tersenyum malu. “Permintaan keluarga buat ngundang kerabat luar kota juga.”

“Kabarin saya nanti kalo perlu bantuan buat gedungnya. Bisa saya usahain nanti buat yang lebih gede lagi,” kata Pak Barkah.

“Makasih ya Pak,” Toni tersenyum pada Pejabat. Pak Barkah menoleh ke arah Toni dan Rina menggaruk kepala, merasa tidak enak.

“Iya, sama-sama. Saya pulang dulu ya,” Pak Barkah pergi meninggalkan Rina dan Toni yang menunduk sambil tersenyum.

“Mas, kok langsung terima-terima aja?” Rina memandang kesal ke arah Toni.

“Hehe, maaf keceplosan,” Toni tersenyum kecil.

“Nanti aku dapet kerjaan kerjaan banyak lagi. Mana proyek kemarin lama banget selesainya,” Rina mengernyitkan dahinya.

“Iya maaf. Nanti kubantu juga deh. Udah kita seneng aja dulu,” kata Toni.

Rina menggaruk kepalanya. Ia lalu melihat ke arah keluarganya. Terlihat Bambang dan Marni, orang tua Rina tersenyum ke arahnya sambil duduk di meja khusus keluarga. Marni lalu memandang ke arah Bambang.

“Pak, kok aku jadi kepikiran nanti gimana ya nikahannya. Banyak gini yang diundang,” kata Marni.

“Iya, Bu. Sampe bulan lalu padahal kita udah sepakat buat sederhana aja dulu biar lebih akrab antar keluarga tapi ini malah jadi mewah,” timpal Bambang.

“Apa gara-gara syutingan Toni udah selesai ya jadi mereka berani buat mewah gini?”

“Keliatannya sih gitu. Keluarganya kan emang gitu,” kata Bambang.

“Jangan gitu Pak. Baru mau besanan udah kita buruk sangkain,” Marni menepuk tangan Bambang.

Bambang menghembuskan nafas, mencoba menerima kemungkinan bakal seperti apa besannya nanti.

“Lha, Ibu yang nanya duluan,” kata Bambang.

“Ya kan kalo mau ke arah situ jangan di sini, Pak. Nanti aja kalo bahas begitu. Di rumah. Nanti kalo kedengaran gimana?” jelas Marni.

Bambang melihat-lihat ke sekitarnya. Ia tidak melihat kerluarga Toni berada di dekat mereka. Keluarga Toni berada di sisi lain meja mereka. Entah kenapa mereka memilih berada terpisah, bukannya berdekatan untuk lebih mengenal satu sama lain.

“Itu loh, mereka ada di sana semua,” ujar Bambang sambil menggerakkan kepalanya mengarah ke meja yang ada diseberangnya.

“Yaudah, toh abis dari gedung ini kita ada kumpul lagi sama mereka. Itu liat, banyak gitu keluarga mereka yang dateng malah ribet kalo dijadiin satu,” balas Marni.

Bambang menggelengkan kepalanya lalu meminum jus yang ada di depannya. Bambang memainkan lidahnya mengelilingi gigi lalu mendecak.

“Aku ke luar dulu, Bu. Mau ngerokok."

Marni mendecak kesal ke arah Bambang.

“Jangan lupa makan permen sama cuci tangan abis ngerokok. Ga enak nanti kecium baunya sama tamu,” kata Marni.

Bambang mengangguk tidak antusias lalu meninggalkan Marni menuju bagian luar gedung. Di perjalanannya, ia sudah mengeluarkan rokok dan korek dari kantong celananya. Bambang sampai di luar gedung dengan rokok yang sudah menempel di bibirnya. Ia membakar rokok lalu mulai menghisapnya. Dengan perlahan ia menghembuskan asap sambil memejamkan matanya, lega sudah berhasil keluar dari tempat yang penuh dengan orang asing yang belum tentu disukainya nanti.

...****...

Rina memandang aneh ke gerombolan Ibu-Ibu yang berdiri di dekat keluarga Toni. Mereka memandang sinis ke arah Rina. Rina lalu menepuk pelan ke paha Toni. Toni yang fokus ke Hpnya terkaget lalu melihat ke arah Rina.

“Ada apa?”

“Mereka itu siapa ya, Mas?” ucap Rina.

“Yang mana?” Toni melihat ke sekitarnya.

“Itu, yang ada di deket keluargamu,” ucap Rina mengangguk pelan ke arah keluarga Toni.

“Oh, itu adik-adiknya Ibu. Kenapa?”

“Kok mandangnya gitu ya, Mas?”

“Kayak gimana?” ucap Toni sambil menggaruk kepalanya.

“Kayak sinis gitu ke aku. Julid banget kayanya,” ucap Rina yang terlihat agak kesal.

“Ya, maklumin aja. Mereka mungkin kaget acaranya bisa begini padahal baru tunangan,” bela Toni pada keluarganya.

Rina mendecak kesal mendengar jawaban dari Toni. Tak lama, HP Rina berdering dan membuatnya teralihkan. Rina membuka HP dan mendapat pesan dari Lisa, teman dekatnya dari kantor. Rina tersenyum membaca pesan dari Lisa yang menanyakan apakah ia terlambat padahal acara sudah berjalan setengah jam. Lisa berpesan bahwa ia akan segera datang dan meminta maaf karena hadiah yang ia bawa untuknya baru tersedia. Rina menggelengkan kepalanya lalu membalas Lisa. Rina selesai membalas pesan dari Lisa lalu melihat ke arah pintu keluar yang terbuka lebar.

...****...

Bambang masih merokok di luar gedung. Ia memperhatikan gerombolan bapak-bapak yang tidak dikenalnya membentuk lingkaran di belakang pilar tempatnya bersender. Bambang mengernyitkan dahinya ketika mendengar nama anaknya disebut.

“Toni bisa dapet calon istri yang lebih darinya gitu gimana ya caranya?” ujar salah satu Bapak.

“Iya, Toni kan gak jelas gitu. Emang dia udah kerja beneran?” Bapak lainnya menambahi.

“Masih syuting-syutingan dia. Gak tau juga, mungkin dia juga udah banyak syuting,” terdengar suara lainnya menimpali.

“Gak tau lah. Yang pasti istrinya pasti lebih mapan,” salah satu bapak menyimpulkan.

Bambang menghembuskan nafas berat, mendecak kesal lalu membuang rokoknya. Ketika ia beranjak menuju dalam gedung, ia melihat seorang perempuan muda memasuki gedung sambil membawa tanaman menjalar berbunga pink yang tidak diketahuinya. Bambang mengernyitkan dahinya kebingungan, siapa yang membawa hadiah tanaman hias sebagai hadiah pertunangan.

...****...

Lisa memasuki gedung dengan membawa tanaman air mata pengantin. Tamu-tamu undangan seketika teralihkan ke Lisa yang mencolok. Belum lagi pakaiannya yang sangat kasual dibandingkan tamu lainnya yang formal. Rina melongo melihat sahabatnya mendekat. Toni tersenyum lebar melihat apa yang dibawa Lisa. Lisa sampai di depan Rina dan Toni lalu menaruh tanaman yang dibawanya. Rina masih melongo kebingungan sedangkan Lisa nyengir puas berhasil membuat sahabatnya kaget. Lisa memeluk Rina penuh bahagia.

“Rin, selamat ya. Semoga lancar sampe hari H nanti,” ucap Lisa sambil mengelus punggung Rina.

“I...iya sama-sama Lis. Makasih ya. Ini kamu bawa apa?” tanya Rina kebingungan.

“Hahaha,” Lisa melepas pelukannya. “Ini Air Mata Pengantin.”

“Hah?” Rina kaget mendengar nama tanaman yang dibawa Lisa. “Wah ngaco kamu, bawa-bawa taneman gini. Mana namanya jelek lagi.”

“Loh jangan salah. Namanya filosofis loh. Biarlah tanaman ini yang menggantikanmu menangis wahai sahabatku.”

Rina bengong mendengar penjelasan dari Lisa. Tidak biasa sahabatnya ini menjadi filsuf.

“Becanda. Selain bisa jadi taneman hias, ini juga bisa jadi obat diabetes. Bisa ngendaliin hama juga buat kebun kalian di halaman depan. Belum lagi rumah kalian ‘kan ada bagian yang gak kealangan tembok tuh. Nah, taneman ini bisa buat nutupin nanti soalnya dia taneman menjalar.

Toni tertawa mendengar penjelasan Lisa. Rina masih kebingungan, tidak percaya.

“Ya bebas lah. Makasih ya udah dateng. Tapi awas loh kalo malah jadi pertanda buruk!” ucap Rina ketus.

“Hahaha, gak mungkin lah. Percaya banget kamu sama gitu-gitu,” balas Lisa santai.

“Makasih ya Lisa. Lucu juga ini buat ide cerita,” ucap Toni.

“Nah, bener itu Ton. Bisa buat ide ceritamu selanjutnya. Laku pasti buat film-film artsy gitu hahaha,” Lisa menyetujui ide Toni. Rina menggelengkan kepalanya, tidak mempercayai hal yang baru didengarnya.

“Ya udah, sana ambil makan dulu Lis. Ngobrol-ngobrol sama yang lainnya, siapa tau dapet kenalan juga,” ucap Rina sambil mengibaskan tangannya ke arah Lisa.

“Bodo mending makan. Bye,” Lisa meninggalkan Rina dan Toni seraya melambaikan tangannya.

Rina tersenyum sambil memperhatikan sahabatnya menuju tempat makan. Toni tidak memperhatikan kepergian Lisa. Ia teralihkan pada sesosok gadis muda yang memasuki gedung dengan anggunnya. Beberapa tamu tertuju perhatiannya pada gadis tersebut. Mereka merasa mengenalinya di suatu kesempatan. Gadis muda tersebut berjalan mendekati Toni dengan penuh senyum lalu menyalaminya.

“Wah Toni selamat ya. Semoga sampe pernikahan nanti dilancarkan & diperbanyak syutingnya hahaha,” ucap Helnina, nama gadis muda tersebut.

“Nina makasih ya udah dateng. Kamu gak ada syuting hari ini?” balas Toni sambil melepas genggaman tangannya.

“Hari ini libur, besok baru mulai lagi. Main-main lah nanti ke set, siapa tau ada proyekan lagi ‘kan?” ucap Helnina.

“Iya nanti kuusahain dateng. Barusan dapet ide juga ini hahaha.”

Rina menepuk tangan Toni. Helnina menoleh ke arah Rina lalu menyalaminya juga.

“Kak Rina selamat ya. Bahagia selalu,” seraya Helnina melepas jabatan tangannya.

“Iya sama-sama. Makasih ya udah dateng.”

Helnina menunduk sambil tersenyum lalu meninggalkan Toni dan Rina. Toni masih memperhatikan Helnina lalu melihat ke arah Rina.

“Tadi nepok tangan kenapa?” tanya Toni.

“Serius hadiah Lisa tadi mau kamu jadiin bahan buat script film nanti?” Rina kebingungan.

“Belum tau sih.” Toni nyengir. “Menarik sih, cuman belum kepikiran bakal gimana.”

Rina menggelengkan kepalanya lalu memperhatikan Helnina yang minum sambil melihat ke arah mereka.

...****...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!