Gadis Lampu Merah
Terlihat seorang wanita berumur 20 tahun tengah menjajakan tisu pada setiap mobil yang berhenti saat lampu merah tengah menyala. Mendekati setiap mobil dan menyodorkan tisu yang di tentengnya.
'' Tisu Mas, Mba. Tisunya tisu tisu. Yang mau tisu tisu.'' Sorak suaranya melengking ditengah hiruk pikuk jalanan. Sesekali tangannya nampak menyapu keringat yang mengalir dikeningnya. Meski sebuah topi menutupi kepalanya, tak mengurangi panas terik matahari siang itu. Rambut panjangnya dia biarkan tergerai dari balik topinya.
Matahari bersinar terik hari ini, ditambah panasnya aspal jalan membuat wajah putihnya memerah bak udang rebus.
'' Dis, Gue cabut duluan ya. Hari ini Uwak Gue nyuruh pulang cepat.'' Seru Deki pergi sambil melambaikan tangan pada Gadis. Satu-satunya laki-laki sahabat Gadis.
Ya, dia adalah Gadis. Sesuai namanya, dia masih gadis. Diusianya yang baru menginjak 20 tahun, Gadis harus berhadapan dengan kerasnya hidup di kota Jakarta. Tanpa orang tua, dan harus menghidupi dua orang adiknya yang masih sekolah.
Rama adalah adik pertamanya yang masih kelas 3 SMA, sedangkan Riyan atau biasa dipanggil Ian masih duduk di kelas 3 SD. Keduanya adalah tanggungan Gadis.
Tidak sedikitpun gadis mengeluh akan nasibnya. Baginya, selagi ada senyum diwajah adik-adik tampannya, maka semakin besar semangatnya untuk terus berjuang melawan nasib.
Hari sudah semakin petang, sudah waktu untuk menghentikan sesaat perjuangan jalanannya. Mengingat Ian sendirian di rumah karena Rama hari ini agak telat karena latihan basket. Gadis buru-buru mengemasi----- tisu dagangannya ke dalam tas ransel lusuh miliknya. Tas pemberian orang baik yang dulu pernah ditemuinya dijalan.
'' Assalammu'alaikum.'' Gadis membuka pintu reok sebuah rumah kontrakan yang kumuh dan sempit. Hanya ada satu kamar satu ruang lepas yang terhubung kesebuah pojok yang disebut dapur. Sedangkan untuk kamar mandi ada di luar
Bukan tidak mau mencari tempat yang layak, tapi hanya kontrakan ini yang sesuai dengan kantongnya. Itupun kadang harus nunggak kalau sudah bentrok dengan biaya-biaya sekolah Rama dan Ian.
'' Dek, Dek... Kamu dimana?'' Sudah pasti ada di kamar, karena hanya ruangan itu yang ada pintunya.
Alangkah terkejutnya Gadis saat melihat Ian terkapar tak berdaya dilantai dengan darah segar keluar dari mulutnya dan bahkan sudah membasahi lantai.
''Iaaaan... Ian, Dek kamu kenapa? Hiks..hiks..'' Gadis berteriak histeris sambil meraih adiknya kedalam pangkuan. Karena tidak ada tanda-tanda kesadaran dari Ian, dengan sigap Gadis mengangkat tubuh kurus Ian dan berlari ke luar.
Ternyata di luar terlihat Rama yang berlari ke arahnya karena mendengar teriakan keras dari Gadis.
'' Kakak, Ian kenapa?'' Rama sangat panik melihat kondisi Ian yang sangat lemah.
'' Kakak juga ga tau Ram, Kakak juga baru pulang dan melihat Ian sudah tergolek dilantai ga sadarkan diri.'' Air mata terus mengalir di wajah mulus Gadis. Dengan sigap Rama meraih Ian dari gendongan Gadis. Berhubung tubuh Gadis yang munggil yang hanya sebahu Rama yang bertubuh tinggi dan sedikit berisi.
Semua warga dan tetangga hanya bisa menatap menaruh iba melihat Kakak beradik itu yang tengah berlari menuju angkot untuk pergi ke rumah sakit. Untuk membantu mereka belum bisa, keadaan ekonomi mereka juga hampir sama dengan Gadis.
Sesampainya di rumah sakit, Ian dibawa menuju ruang UGD. Para perawat dan Dokter bahu membahu membantu menangani pasien.
'' Maaf Nona, anda tunggu diluar. Biar kami yang menanganinya.'' Gadis mundur saat pintu ruang UDG tertutup rapat.
Rama terlihat memeluk Gadis saat merek duduk di kursi tunggu. Wajah cemas keduanya tak dapat ditutupi lagi. Gadis komat kamit memanjatkan do'a pada Sang Khaliq untuk kesembuhan Sang adik.
Tak ada kata yang keluar dari keduanya. Sampai setengah jam kemudian pintu UGD terbuka.
'' Keluaga pasien Ian?'' Seru Suster.
'' Iya Sus.'' Jawab Rama dan Gadis bersamaan. Mereka langsung berdiri dan menuju pintu.
'' Maaf, hanya satu yang bolej masuk.''
Akhirnya Gadis masuk sendiri, sedangkan Rama tetap menunggu di luar pintu.
'' Bagaimana keadaan adik saya Dok?'' Mata Gadis menatap sendu adik kecilnya yang terbaring lemah dengan selang infus yang tertancap di salah satu tangannya.
Wajah Ian sangat pucat, seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya. Sungguh pemandangan yang memilukan bagi Gadis. Hatinya begitu perih, adik kecilnya yang biasa ceria menyambutnya pulang, kini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.
'' Begini Nona, Adik anda harus segera mendapat cangkokan ginjal.'' Mata Gadir membulat sempurna saat mendengar ucapak Dokter.
Wajahnya terlihat bingung. Matanya menatap Ian dan Dokter secara bergantian. Bingung dan tak percaya datang bersamaan di kepalanya.
'' Apa maksudnya Dokter?'' Suara lirih keluar dari mulut Gadis.
'' Apa anda tidak tau Nona, jika Adik anda mengalami gagal ginjal stadium akhir. Jika tidak segera ditangani, akan fatal akibatnya.''
Tubuh Gadis luruh merosot ke lantai, air mata mengucur deras dengan isakan yang memilukan. Berlahan Suster membantu Gadis untuk berdiri. Dengan langkah tergopoh Gadis mendekat dan membelai wajah pucat Adiknya.
'' Dek, kenapa kamu sembunyikan rasa sakitmu dari kami? Mengapa kamu tanggung sakit itu sendiri? Hiks hiks hiks....'' Gadis menangis mengusap puncak kepala Ian.
'' Berapa biaya yang harus kami bayar Dokter agar Ian bisa sembuh?''
'' Selain biaya yang sangat mahal, juga anda harus segera mendapatkan donor ginjal yang cocok.''
Bagai disambar petir, Gadis terhenyak saat mendengar penuturan dari Dokter. Kepalanya seakan ditekan oleh benda yang sangat berat hingga lehernya tak mampu untuk menahan.
Saat ini Gadis tengah berjalan di pinggir jalan dangan tatapan kosong. Setelah meminta Rama untuk menemani Ian, Gadis pamit akan kembali setelah mendapatkan uang untuk pengobatan Ian.
Gadis berjalan tak tentu arah. Dia masih memikirkan kemana akan mencari uang sebanyak itu. Hanya Deki sahabat yang dia miliki, tapi itu pasti tidak mungkin. Kehidupan Deki juga sama halnya dengannya, masih jauh dari cukup.
'' Tuhan, tolonglah hamba mu Tuhan. Berikan hamab jalan atas cobaan dariMu ini.'' Air mata terus mengalir dari matanya yang sudah sembab karena tidak henti menangis.
Ketika menyebrang jalan, tiba-tiba semuah mobil sedan mewah mengrem mendadak di sampingnya. Tapi Gadis tidak sadar sama sekali, dia terus melangkahkan kakinya tanpa menolej sedikitpun.
Saat bunyi klakssin yang cukup keras memekakan telinganya, barulah Gadis tersadar dan berhenti. Namun tatapan ya masih sama, datar tanpa ekspresi.
'' Hey Nona, kalo mau bunuh diri jangan di sini. Bikin repot saya!'' Bentak seorang pria lebih tepatnya sopir mobil sendan mewah itu.
Hanya menoleh, setelah itu Gadis kembali melanjutkan langkahnya tanpa suara meski Si Sopir itu terus mengomelinya.
'' Dasar gendeng.'' Kemudian Si Sopir kembali melajukan kendaraannya.
Dari kursi belakang tampak seorang laki-laki paruh baya menatap punggung Gadis hingga hilang dibalik belokan.
'' Ikuti wanita itu.'' Seru laki-laki paruh baya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Rianoir⏳⃟⃝㉉
hai kakak Author, Rianoir di sini ...
2022-09-12
1
Fitri Azura
hallo sahabat othor, jangan lupa tinggalkan jejak ya. like koment favorit hadiah dan votenya ...makaci 🥰🙏🙏
2022-09-05
1