Terlihat seorang wanita berumur 20 tahun tengah menjajakan tisu pada setiap mobil yang berhenti saat lampu merah tengah menyala. Mendekati setiap mobil dan menyodorkan tisu yang di tentengnya.
'' Tisu Mas, Mba. Tisunya tisu tisu. Yang mau tisu tisu.'' Sorak suaranya melengking ditengah hiruk pikuk jalanan. Sesekali tangannya nampak menyapu keringat yang mengalir dikeningnya. Meski sebuah topi menutupi kepalanya, tak mengurangi panas terik matahari siang itu. Rambut panjangnya dia biarkan tergerai dari balik topinya.
Matahari bersinar terik hari ini, ditambah panasnya aspal jalan membuat wajah putihnya memerah bak udang rebus.
'' Dis, Gue cabut duluan ya. Hari ini Uwak Gue nyuruh pulang cepat.'' Seru Deki pergi sambil melambaikan tangan pada Gadis. Satu-satunya laki-laki sahabat Gadis.
Ya, dia adalah Gadis. Sesuai namanya, dia masih gadis. Diusianya yang baru menginjak 20 tahun, Gadis harus berhadapan dengan kerasnya hidup di kota Jakarta. Tanpa orang tua, dan harus menghidupi dua orang adiknya yang masih sekolah.
Rama adalah adik pertamanya yang masih kelas 3 SMA, sedangkan Riyan atau biasa dipanggil Ian masih duduk di kelas 3 SD. Keduanya adalah tanggungan Gadis.
Tidak sedikitpun gadis mengeluh akan nasibnya. Baginya, selagi ada senyum diwajah adik-adik tampannya, maka semakin besar semangatnya untuk terus berjuang melawan nasib.
Hari sudah semakin petang, sudah waktu untuk menghentikan sesaat perjuangan jalanannya. Mengingat Ian sendirian di rumah karena Rama hari ini agak telat karena latihan basket. Gadis buru-buru mengemasi----- tisu dagangannya ke dalam tas ransel lusuh miliknya. Tas pemberian orang baik yang dulu pernah ditemuinya dijalan.
'' Assalammu'alaikum.'' Gadis membuka pintu reok sebuah rumah kontrakan yang kumuh dan sempit. Hanya ada satu kamar satu ruang lepas yang terhubung kesebuah pojok yang disebut dapur. Sedangkan untuk kamar mandi ada di luar
Bukan tidak mau mencari tempat yang layak, tapi hanya kontrakan ini yang sesuai dengan kantongnya. Itupun kadang harus nunggak kalau sudah bentrok dengan biaya-biaya sekolah Rama dan Ian.
'' Dek, Dek... Kamu dimana?'' Sudah pasti ada di kamar, karena hanya ruangan itu yang ada pintunya.
Alangkah terkejutnya Gadis saat melihat Ian terkapar tak berdaya dilantai dengan darah segar keluar dari mulutnya dan bahkan sudah membasahi lantai.
''Iaaaan... Ian, Dek kamu kenapa? Hiks..hiks..'' Gadis berteriak histeris sambil meraih adiknya kedalam pangkuan. Karena tidak ada tanda-tanda kesadaran dari Ian, dengan sigap Gadis mengangkat tubuh kurus Ian dan berlari ke luar.
Ternyata di luar terlihat Rama yang berlari ke arahnya karena mendengar teriakan keras dari Gadis.
'' Kakak, Ian kenapa?'' Rama sangat panik melihat kondisi Ian yang sangat lemah.
'' Kakak juga ga tau Ram, Kakak juga baru pulang dan melihat Ian sudah tergolek dilantai ga sadarkan diri.'' Air mata terus mengalir di wajah mulus Gadis. Dengan sigap Rama meraih Ian dari gendongan Gadis. Berhubung tubuh Gadis yang munggil yang hanya sebahu Rama yang bertubuh tinggi dan sedikit berisi.
Semua warga dan tetangga hanya bisa menatap menaruh iba melihat Kakak beradik itu yang tengah berlari menuju angkot untuk pergi ke rumah sakit. Untuk membantu mereka belum bisa, keadaan ekonomi mereka juga hampir sama dengan Gadis.
Sesampainya di rumah sakit, Ian dibawa menuju ruang UGD. Para perawat dan Dokter bahu membahu membantu menangani pasien.
'' Maaf Nona, anda tunggu diluar. Biar kami yang menanganinya.'' Gadis mundur saat pintu ruang UDG tertutup rapat.
Rama terlihat memeluk Gadis saat merek duduk di kursi tunggu. Wajah cemas keduanya tak dapat ditutupi lagi. Gadis komat kamit memanjatkan do'a pada Sang Khaliq untuk kesembuhan Sang adik.
Tak ada kata yang keluar dari keduanya. Sampai setengah jam kemudian pintu UGD terbuka.
'' Keluaga pasien Ian?'' Seru Suster.
'' Iya Sus.'' Jawab Rama dan Gadis bersamaan. Mereka langsung berdiri dan menuju pintu.
'' Maaf, hanya satu yang bolej masuk.''
Akhirnya Gadis masuk sendiri, sedangkan Rama tetap menunggu di luar pintu.
'' Bagaimana keadaan adik saya Dok?'' Mata Gadis menatap sendu adik kecilnya yang terbaring lemah dengan selang infus yang tertancap di salah satu tangannya.
Wajah Ian sangat pucat, seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya. Sungguh pemandangan yang memilukan bagi Gadis. Hatinya begitu perih, adik kecilnya yang biasa ceria menyambutnya pulang, kini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.
'' Begini Nona, Adik anda harus segera mendapat cangkokan ginjal.'' Mata Gadir membulat sempurna saat mendengar ucapak Dokter.
Wajahnya terlihat bingung. Matanya menatap Ian dan Dokter secara bergantian. Bingung dan tak percaya datang bersamaan di kepalanya.
'' Apa maksudnya Dokter?'' Suara lirih keluar dari mulut Gadis.
'' Apa anda tidak tau Nona, jika Adik anda mengalami gagal ginjal stadium akhir. Jika tidak segera ditangani, akan fatal akibatnya.''
Tubuh Gadis luruh merosot ke lantai, air mata mengucur deras dengan isakan yang memilukan. Berlahan Suster membantu Gadis untuk berdiri. Dengan langkah tergopoh Gadis mendekat dan membelai wajah pucat Adiknya.
'' Dek, kenapa kamu sembunyikan rasa sakitmu dari kami? Mengapa kamu tanggung sakit itu sendiri? Hiks hiks hiks....'' Gadis menangis mengusap puncak kepala Ian.
'' Berapa biaya yang harus kami bayar Dokter agar Ian bisa sembuh?''
'' Selain biaya yang sangat mahal, juga anda harus segera mendapatkan donor ginjal yang cocok.''
Bagai disambar petir, Gadis terhenyak saat mendengar penuturan dari Dokter. Kepalanya seakan ditekan oleh benda yang sangat berat hingga lehernya tak mampu untuk menahan.
Saat ini Gadis tengah berjalan di pinggir jalan dangan tatapan kosong. Setelah meminta Rama untuk menemani Ian, Gadis pamit akan kembali setelah mendapatkan uang untuk pengobatan Ian.
Gadis berjalan tak tentu arah. Dia masih memikirkan kemana akan mencari uang sebanyak itu. Hanya Deki sahabat yang dia miliki, tapi itu pasti tidak mungkin. Kehidupan Deki juga sama halnya dengannya, masih jauh dari cukup.
'' Tuhan, tolonglah hamba mu Tuhan. Berikan hamab jalan atas cobaan dariMu ini.'' Air mata terus mengalir dari matanya yang sudah sembab karena tidak henti menangis.
Ketika menyebrang jalan, tiba-tiba semuah mobil sedan mewah mengrem mendadak di sampingnya. Tapi Gadis tidak sadar sama sekali, dia terus melangkahkan kakinya tanpa menolej sedikitpun.
Saat bunyi klakssin yang cukup keras memekakan telinganya, barulah Gadis tersadar dan berhenti. Namun tatapan ya masih sama, datar tanpa ekspresi.
'' Hey Nona, kalo mau bunuh diri jangan di sini. Bikin repot saya!'' Bentak seorang pria lebih tepatnya sopir mobil sendan mewah itu.
Hanya menoleh, setelah itu Gadis kembali melanjutkan langkahnya tanpa suara meski Si Sopir itu terus mengomelinya.
'' Dasar gendeng.'' Kemudian Si Sopir kembali melajukan kendaraannya.
Dari kursi belakang tampak seorang laki-laki paruh baya menatap punggung Gadis hingga hilang dibalik belokan.
'' Ikuti wanita itu.'' Seru laki-laki paruh baya itu.
Langkah kaki Gadis makin lama makin tak beraturan. Tubuhnya seperti terhuyung seakan tak mampu menahan berat badannya. Hingga tubuhnya tersungkur ke tanah. Pandangannya mulai meredup. Tapi dia masih sempat melihat dua kaki melangkah mendekat dan gelap. Gadis menutup matanya seolah terbaring nyaman di tempat yang empuk.
Bulu-bulu mata lentik bergoyang-goyang mengikuti kedipan mata seseorang yang tengah terbaring di atas tempat tidur berukuran king size. Hingga matanya terbuka sempurna, kepalanya menatap sekeliling seolah mencari dimana dia sedang berada.
Gadis sontak terduduk saat kesadarannya mulai sempurna. Tangannya memijit pelipis, rasa pusing langsung menyerang saat tubuhnya bangkit setelah berbaring.
'' Gue di mana?'' Suara lirih Gadis membuat seorang yang tengah duduk di sofa di sudut kamar bangkit dan berjalan mendekat.
'' Anda sudah siuman Nona?'' Suara bariton itu membuat Gadis terlonjak kaget.
'' Si---siapa anda?''
'' Saya dan Tuan saya yang membawa Nona ke sini.'' Tangan kekar pria itu meraih ponsel dari kantong celananya. Setelah menghubungi seseorang, dia kembali ke posisinya semula.
'' Nona pingsan di jalan, karena tidak ada alamat dan nomor yang bisa kami hubungi. Maka Nona kami bawa kemari.'' Gadis beringsut takut, wajah pucatnya semakin memutih. Sadar akan ketakutan Gadis, pria itu kembali bersuara.
'' Kami bukan orang jahat.''
' Mana Gue tau Lo bener baek, bisa aja itu siasat Lo.' Gerutu Gadis dalam hati.
Suara pintu terbuka membuat gadis mengarahkan pandangannya ke arah sumber suara. Terlihat seorang pria paruh baya muncul dari balik pintu dan berjalan mendekat dengan langkah penuh wibawa.
'' Selamat malam Nona. Apa anda sudah baikan?'' Suara lembut pria paruh baya itu sedikit menghilangkan rasa takut Gadis. Wajah pria yang kira-kira berumur 50 tahun itu terlihat teduh. Meski banyak keriput dikulit wajahnya, tak mengurangi ketampanan pria berumur itu.
'' Jangan takut, kami tidak akan melukaimu.''
'' Saya Andreas, panggil saja Tuan An.'' Tambah Tuan An lagi.
''Maaf Tuan An, saya mau pulang.'' Sahut Gadis dengan suara lirih.
'' Baiklah, Joe akan antarkan Nona--?''
'' Gadis Tuan, nama saya Gadis.'' Jawab Gadis.
'' Joe, antarkan Nona Gadis pulang kerumahnya.'' Joe menganggukan kepalanya.
'' Jika ada masalah, jangan sungkan untuk menghubungi saya.'' Tuan An menyodorkan kartu namanya. Gadis terlihat ragu, tapi takut tidak sopan akhirnya Gadis meraih kartu kecil itu.
'' Terimakasih Tuan An, saya tidak akan melupakan kebaikan Tuan.'' Ucap Gadis sopan.
Joe menggiring Gadis melewati sebuah ruangan yang sangat mewah. Jelas bukan sebuah rumah, karena Gadis melihat dari kaca jendela atap-atap gedung menjulang tinggi. Lampu-lampu hidup seperti bintang bertaburan di langit.
Benar dugaan Gadis, dia sedang berada diatas sebuah gedung. Meski dia dari kelas bawah, dia tau betul kalau inilah yang disebut dengan apartement.
Inilah kali pertema Gadis menggunakan lift. Maklum saja, tidak sekalipun dia pergi ke mall apalagi hotel. Hidup Gadis sepenuhnya dia habiskan dijalanan.
Gadis bekerja dari pagi hingga malam di lampu merah. Sejak Ayah dan Ibunya meninggal tepatnya saat Gadis masih duduk di kelas 2 SMP, Gadis sudah bekerja mengamen dan berjualan tisu di lampu merah. Dia terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan saja, dia harus menampung dari sedekah para tetangga yang menaruh iba pada gadis yatim piatu itu.
Ayahnya meninggal terhimpit kayu saat bertukang disebuah rumah warga. Sedangkan Ibunya meninggal karena sakit yang memang sudah lama menggerogoti tubuh Ibunya. Karena masih kecil, dia tidak tahu Ibunya menderita sakit apa.
Saat ini Gadis tengah berada dalam sebuah mobil yang sangat mewah. Mobil yang akan mengantarkannya kembali ke rumah sakit. Tempat dimana dua adiknya sedang menunggu kedatangannya yang sudah lama belum kembali.
Mobil melaju kencang memecah keramaian kota Metropolitan yang tidak pernah tidur. Gemerlap lampu menghiasi jalanan kota yang membuat Gadis terpana. Seakan takjub dengan indahnya malam di kota ini yang tak pernah dia nikmati selama ini.
Gadis tidak punya kendaraan, jadi tidak pernah pergi jauh dari tempatnya apalagi keliling kota seperti ini. Tepat saat Gadis keluar dari mobil, datang Rama dengan nafas yang terengah-engah.
'' Kak, Kak. Ian Kak?'' Wajah Rama terlihat sangat panik. Keringat membajiri wajahnya.
'' Ian kenapa Rama? Ian sudah sadar?''
'' Bukan Kak, Ian kembali kritis. Kata Dokter harus segera dioperasi.''
Deg
Jantung Gadis berdebar kencang, dadanya terasa sesak. Air mata mengalir deras. Dipijitnya kening yang terasa kembali nyeri. Gadis terlihat berpikir keras, mencari jalan untuk menyelamatkan Ian.
Tiba-tiba tatapan Gadis berhenti ke arah Joe yang masih setia berdiri karena tidak bisa menutup pintu mobil. Bagaimana tidak, Gadis masih berdiri tepat di samping pintu mobil.
'' Tuan Joe, mohon tunggu sebentar. Aku akan kembali.'' Joe yang tak paham hanya mengangguk tak mengerti.
'' Jangan kemana-mana Tuan Joe, tunggu aku sampai kembali.'' Seru Gadis sambil terus berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit.
Setelah memastikan kepada Dokter bahwa Ian langsung dioperasi dan meyakinkan Dokter dia akan langsung membayar biayanya, Gadis kembali menuju tempat Joe memarkirkan mobilnya.
Saat sampai di luar, Gadis bingung karena sosok yang dicarinya tidak ditempat semula.
'' Aduuh gimana nih, Tuan Joe sudah pergi.'' Suara pelan Gadis berlahan berubah menjadi tangis. Gadis terjongkok menyembunyikan kepalanya di dua lututnya sambil menangis tersedu-sedu.
'' Nona Gadis.''
Suara itu, suara yang sangat diingat jelas oleh Gadis karena baru saja dia bertemu orang ya. Dengan cepat Gadis mengangkat kepalanya.
'' Aaa Tuan Joe.'' Gadis langsung bangkit dan berhambur memeluk Joe yang kaget dengan reaksi mendadak Gadis.
'' Saya pikir Tuan sudah pergi hiks hiks hiks.'' Gadis kembali menangis. Entah mengapa ada rasa tenang saat dia memeluk Joe.
Joe yang biasa dingin dan kaku hanya bisa diam tanpa membalas pelukan Gadis. Ada rasa kasihan di hati Joe, apalagi dia sedikit tau tentang masalah yang tengah dihadapi Gadis saat ini.
'' Ada Nona? Mengapa menyuruh saya menunggu?'' Gadis sontak menatap pria 45 tahun itu.
'' Tolong antarkan saya bertemu Tuan Andreas.''
Joe menatap manik mata Gadis, tersirat rasa lutus asa yang dalam di sana. Setelah mengangguk, Joe kembali ke mobilnya dan pergi ke kediaman Tuan Andreas.
Sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan, di mana mata Gadis membulat tanpa berkedip saat melihat sebuah rumah berlantai tiga yang bak istana di negeri dongeng. Ornamen-ornamennya terlihat begitu mewah dan berkualitas tinggi. Cat putih di seluruh dindingnya menambah kesan elegan pada bangunan itu.
Lampu-lampu biru dan kuning pada setiap sudut menambah kesan indah bangunannya. Hamparan rumput hijau nan luas membentang luas dengan satu jalan lurus yang membelah hamparan hijau itu. Bunga-bunga begitu indah terawat menambah kesan asrinya rumah besar itu.
' Berapa orang yang tinggal di sini? Rumah apa gedung DPR? Gede bener.' Gumam Gadis dalam hati.
''Mari Nona, Tuan An sudah menunggu.'' Suara bariton Joe membuyarkan lamunan Gadis.
'' A a iya Tuan.'' Jawab Gadis kikuk.
Joe membawa Gadis menaiki sebuah tangga yang besar dan berkelok seperti ular. Tidak sampai disitu, mereka juga melewati sebuah ruangan luas kudian melewati sebuah lorong panjang dan sampai pada sebuah pintu besar dengan dua daun pintu. Joe membuka pintu dan masuk bersama Gadis yang mengikutinya seperti anak ayam yang takut ditinggal induknya.
'' Selamat malam Nona Gadis.'' Sapa Tuan An yang masih duduk dikursi kebesarannya. Joe mendekat dan berdiri tepat disamping Tuannya.
'' Ma--malam Tuan.'' Jawab Gadis gugup.
Setelah dipersilahkan Gadis duduk, Tuan mulai bertanya maksud dan tujuan Gadis.
Tekatnya sudah bulat, apapun akan dialakukan untuk mendapatkan uang operasi Ian. Selagi itu tidak melenceng dan tidak menyalahi hukum, maka dia siap melakukan apapun untuk mendapatkan uang itu.
'' Be--begini Tu--Tuan.'
'' Tidak usah takut, kami tidak akan menyakitimu.'' Sela Tuan An saat melihat kegugupan Gadis.
'' Saya mau pinjam uang.''
Tuan An terlihat biasa tanpa kaget, karena memang waktu dijalan Joe sudah menceritakan semuanya. Dia mengangkat sedikit sudut bibirnya, menatap wajah cantik Gadis yang sedari tadi tertunduk dihadapannya.
'' Berapa yang kamu butuhkan.'' Dengan sigap Gadis memberi kwitansi pembayaran operasi Ian pada Tuan An. Setelah melihatnya, Tuan An memberikan kertas itu pada Joe.
'' Baiklah, malam ini juga Joe akan melunasi semuanya.''
Mendengar itu Gadis langsung bangkit membungkukan badannya dan mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya pada Tuan An. Air
mata haru mengalir deras dari pelupuk matanya.
'' Dengan syarat---.''
'' Apapun Tuan apapun syaratnya akan saya penuhi.''
Hari telah berganti minggu, tapi kejadian waktu itu masih teringat jelas di kepala Gadis. Sebulan sudah pasca operasi Ian. Gadis sangat bersyukur akhirnya Ian bisa kembali sehat meski dia tidak tau sampai kapan. Karena Ian memang harus mendapat cangkokan ginjal.
Memang sekarang Ian telah pulih, tapi pencangkokan ginjal tetap harus dilakukan. Jika tidak, mungkin kali ini nyawanya tidak dapat tertolong lagi.
Hingga sampai saat ini Tuan Andreas belum juga menghubunginya. Sesuai perjanjian, Gadis harus memenuhi syarat yang akan diberikan oleh Tuan Andreas. Gadis bingung, harus menghubungi atau tidak. Sedangkan dia sudah terlanjur hutang budi dengan Tuan Andreas.
''Apa Gue hubungi aja ya? Tapi Tuan An sudah pesan agar menunggu dia menghubungi.''
'' Ngapain sih Kak? Ngomong sendir.'' Rama baru datang dari luar.
'' Loh kok udah pulang? Katanya sampai jam 10 malam. Ini belum juga jam 9.'' Gadis mangalihkan pembicaraan. Jujur dia masih menyembunyikan hal terkait Tuan An dari adik-adiknya.
Rama baru saja pulang dari mengajar les privat anak tetangganya. Selain berwajah tampan, Rama juga pintar. Namun sayang, sampai sekarang Rama masih jomblo. Bukan karena pilih-pilih, tapi karena memang dia bukan termasuk dalam pilihan para siswi di sekolahnya.
Sebenarnya ada satu orang siswi yang dekat dengannya, tapi baru sebatas teman. Namanya Aira, gadis cantik imut baik dan hambel meski dia dari keluarga yang sangat berada. Cuma Rama sangat tau diri, tidak ingin menaruh hati pada orang yang akan sulit dia gapai.
'' Biasa Kak, muridnya lagi rewel. Lagi bosen belajar katanya hihihi...'' Rama tertawa sendiri mengingat ulah murid lesnya yang menangis karena alasan ngantuk.
'' Ian mana Kak?''
'' Di kamar, baru aja tidur. Sudah sana kamu shalat dulu. Kakak keluar bentar beli nasi goreng.''
'' Iya Kak, hati-hati.'' Jawab Rama dan langsung melakukan kewajibannya pada sang khaliq.
Gadis berjalan santai menyusuri pinggir jalan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan yang melintas di jalan. Udara cukup terasa dingin, karena hujan batu saja mengguyur kota metropolitan ini. Sebagian air tampak menggenang di beberapa sudut jalan.
Byuuurrr
Sebuah mobil melaju kencang menyelip diantara deretan kendara yang tidak terlalu padat. Seluruh bagian samping Gadis basah kuyup oleh cipratan air akibat lindasan mobil yang lewat itu.
Beruntung mobil itu dapat terkejar oleh Gadis, karena mobil itu terjebak lampu merah di depannya. Dengan langkah penuh emosi Gadis mendekati mobil mewah itu. Gadis menggedor-gedor pintu hingga kaca mobil bagian belakang turun berlahan menampakan sosok malaikat yang sangat tampan hingga membuat mulut Gadis ternganga sempurna.
Tlik
Tlik
Suara jentik jari tepat di hidung membuat Gadis bangun dari mimpi indahnya. Seketika kesadarannya kembali normal.
'' Hei turun Lo. Turun cepat, Lo harus tanggung jawab.'' Tanpa aba-aba Gadis menarik keras dasi pria itu. Hingga terpaksa dia turun dari mobil dan mengikuti tarikan Gadis.
'' Eh Lo pikir ini jalan nenek moyang Lo hah. Jalan ga pake mikir. Nih liat, Gue basah kuyup gara-gara ban mobil Lo lindas genangan air.''
Mata pria itu menatap Gadis dari ujung kaki hingga ujung rambut. Memang benar, hampir seluruh badannya basah kuyup.
'' Maaf Nona, itu bukan salah saya. Nona sendiri ngapain juga berdiri di depan kolam air itu.'' Pria itu juga takau kalah.
'' Nah ni orang cari lawan rupanya. Eh denger ya, Gue berdiri, mau duduk, mau tidur itu urusan Gue. Yang Gue mau Lo harus tanggung jawab. Ganti rugi.'' Gadis menampung satu tangannya.
'' Enak aja, kamu pikir saya mau ganti rugi apa. Ga mau, itu bukan murni salah saya.'' Pria itu berbalik hendak ke mobilnya.
'' E e tunggu, kita belum kelar. Hey Gue bilang tunggu.'' Namun Pria itu tetap masuk ke dalam mobilnya. Karena kesal, Gadis melempar sendal jepitnya tepat saat Pria itu membuka kaca mobilnya sambil mengangkat satu jari tengahnya.
Plok
Sendal jepit Gadis membentur wajah tampan Pria itu. Melihat situasi tidak memihak padanya, segera Gadis berjalan dengan langkah seribu.
🌷🌷🌷🌷🌷
'' Sial, awas saja kalu ketemu. Saya balas kamu.''
'' Ada apa Gilang? Kenapa wajahmu kusut gitu?''
'' Ga Pa, lagi kesal aja. Habis ketemu sama kucing garong di jalan.''
'' Trus kamu tabrak?
'' Maunya sih gitu.''
'' Gilang Gilang, ada-ada saja kamu.''
'' Udah ah Pa, Gilang ke kamar dulu. Capek banget habis meeting seharian.'' Ketika akan beranjak naik tangga, langkahnya terhenti saat seseorang memanggilnya.
'' Bos, besok gimana?''
'' Lo bawa aja mobil, besok jemput jam 8 aja. Gue mau nambah tidur.'' Gilang kembali melangkah.
'' Om, pamit pulang.'' Bagas mencium takzim tangan Tuan An.
'' Iya hati-hati, jangan ngebut.''
'' Siap Om.''
Ketika Bagas baru sampai teras, Tuan An kembali memanggilnya.
'' Bagas, ada yang ingin Om tanyakan.'' Bagas mengangguk.
'' Apa Gilang masih menjalin hubungan dengan Helen?''
'' Kalau sekarang sudah tidak Om, sudah satu tahun ini Helen berada di AS. Biasa Om, mau coba jadi model internasional.''
'' Apa mereka masih berkomunikasi?''
'' Ga Om, karena Gilang tidak mengijinkan Helen pergi. Tapi tetap saja Helen berangkat ke AS.''
'' Baiklah, itu saja. Jika ada informasi tentang hubungan mereka, segera kabari Om.''
'' Siap Om.''
Tuan An menatap kepergian mobil yang ditumpangi oleh Bagas. Matanya menatap lurus kedepan. Tuan An menari nafasnya dalam, seolah memantapkan untuk sesuatu yang tengah dipikirkannya.
'' Tidak ada pilihan lain. Mungkin ini adalah keputusan yang tepat kamu Gilang.'' Gumam Tuan An.
Berlahan Tuan An merogoh saku celananya, meraih bendah pipih itu dan menghubungi seseorang di seberang sana.
'' Malam Nona Gadis, besok saya ingin bertemu dengan Nona. Besok Joe akan menjemput.'' Panggilan dimatikan langsung oleh Tuan An.
'' Aku yakin kamu adalah wanita yang tepat untuk Gilang.''
Sebenarnya selama sebulan ini Tuan An selalu mantau kegiatan Gadis dan menyelidiki asal usulnya. Tuan An sengaja menyuruh orang kepercayaannya untuk terus membuntuti Gadis kemanapun dia pergi.
Ternyata Gadis adalah wanita yang mandiri dan pekerja keras. Dia mampu menghidupi adik-adiknya tanpa meminta bantuan siapapun. Dia hidup di atas kakinya sendiri.
Selain itu Gadis juga wanita yang baik dan sholeha. Kewajiban terhadap Tuhan tak pernah dia tinggalkan. Bahkah disaat susah sekalipun Gadis tetap mau membantu orang lain. Itulah yang membuat Tuan An menjatuhkan pilihan pada Gadis. Wanita sederhana, tetapi memiliki jiwa yang luar biasa.
🌻🌻🌻🌻🌻
Sesuai rencana Joe menjemput Gadis tepat sebelum lampu merah tempat biasa dia bekerja. Joe tak membukakan pintu, berhubung lampu hijau sudah menyala.
Dari kejauhan Deki menatap heran saat Gadis masuk ke dalam mobil mewah itu. '' Si Gadis mau kemana tu? Dan itu mobil siapa? Kok Gadis malah santai gitu masuk kayak udah biasa?''
Deki menggaruk-garuk kepalanya yang memang sangat gatal. Biasa namanya juga kerja dijalan, pasti banyak debu yang menempel.
''Nanti Gue tanya langsung aja ah.'' Gumam Deki dan kembali melangkah karena lampu sudah hijau.
⭐⭐⭐⭐⭐
Disebuah restoran mewah nampak Tuan An sedang memikmati kopi hitamnya. Menyerumput minuman kesukaannya dengan penuh kenikmatan.
'' Siang Tuan, Nona Gadis sudah di sini.'' Seru Joe saat sudah berada di samping meja.
'' Siang Tuan An.'' Gadis membungkukan kepalanya. Joe pergi meninggalkan Tuan An dan Gadis.
Setelah Gadis duduk, Tuan An langsung memesan makanan. Karena yakin Gadis akan menolak jika di suruh memilih. Tidak lama makanan pun datang, dengan tidak enak hati akhirnya Gadis memakan makanan yang telah dipesan oleh Tuan An hingga ludes dipiring.
Gadis malu-malu saat Tuan An tersenyum melihat dia menghabiskan semua makanan dipiringnya. Bagimana tidak, tentu saja langsung habis dari semalam perutnya tidak diisi makanan.
'' Nona Gadis, sesuai kesepakatan kita. Anda harus memenuhi syarat yang akan saya berikan.'' Gadis memgangguk paham.
'' Syaratnya Nona Gadis harus menikah dengan putra saya.''
🌸🌸🌸🌸🌸🌸Bersambung🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!