Aslan bergeming menunggu kehadiran Bramantyo dan anak buahnya di ruang meeting.
"Mereka datang belum, Rob?" tanya Aslan.
Robby tertawa kecil melihat Aslan yang begitu antusias menyambut Samira saat tahu gadis itu memilih bekerja di perusahaannya.
"Sabar, Bro. Jangan kelihatan seperti serigala mencari mangsa. Cewek seperti Samira nggak mudah untuk didekati!" ungkap Robby.
Aslan kontan mengusirnya dari ruang meeting.
"Mau seperti serigala atau kucing garong pun, aku gak peduli! Samira terlihat lebih cantik dari semua wanita yang mendekatiku. Cantiknya luar dalam!"
Aslan merutuki hatinya yang dibuat penasaran berkat kedatangan Samira.
"Bodoh, belum tentu Samira jomblo!"
Aslan menepuk jidatnya.
"Ada lalat dijidatmu, Bos?" celetuk Robby yang melongok dari luar pintu.
"Masuk! Bos besar akan bicara tentang penempatan kerja kalian."
Satu persatu karyawan dari kantor cabang mulai memasuki ruang meeting. Aslan berdiri menyambut baik kedatangan tamu istimewa dengan tersenyum ramah.
Samira mendesis, ia tahu bahwa Aslan tersenyum ke arahnya.
"Dasar genit!" batin Samira.
Robby membuang napas saat melihat Aslan terus menatap Samira. Akhirnya demi kepentingan bersama, ia mengambil alih tugas yang harusnya dikerjakan oleh bosnya itu.
"Kalo jatuh cinta bakal repot semuanya." Robby menggerutu. Ia mengambil beberapa lembar kertas dan membacakannya dengan teliti.
"Baiklah dengan ini kesimpulannya kalian tetap bekerja di bidang promosi. Buat gadis yang sedaritadi menundukkan kepalanya, kamu akan bekerja sebagai cleaning servis di lantai ini. Spesial.... karena bos besar yang menginginkannya." urai Robby tanpa basa-basi.
Samira mendongak, ia menatap Aslan sebentar lalu menunduk lagi.
Samira mendengus kesal.
"Saya tidak mau! Saya maunya kerja seperti karyawan baru pada umumnya!" omel Samira.
Bramantyo terkesiap sambil menginjak sepatu Samira. "Kamu ini dikasih yang enak-enak malah nolak, rugi tau." cibirnya.
"Biar saja, karena terkadang menjadi istimewa slalu ada saja yang dikorbankan!" balas Samira galak.
Aslan tersenyum miring, ia jelas menemukan gadis mandiri yang tak menginginkan kedudukan istimewa meskipun hanya menjadi cleaning servis di lantai tempatnya bekerja. Lantai paling di segani dari semua lantai yang ada.
"Baiklah, biar pimpinan bagian cleaning servis yang akan menempatkan dimana kamu bekerja." Aslan mengalah. Benar kata Robby, Samira bukan gadis yang mudah didekati.
Samira berpikir keras, sebelum akhirnya ia mengangguk setuju.
"Begitu lebih bagus." celoteh Samira.
Teman-temannya menggeleng cepat, termasuk Shasa. Baginya lebih bagus menjadi sales girls daripada menjadi cleaning servis.
Aslan beranjak.
"Kerja sesuai target. Gak ada gaji jika gak ada proyek!" seru Robby, ia mengekori langkah Aslan keluar dari ruang meeting.
"Dasar pemeras!" omel Samira tak suka.
Aslan tersentak, benar-benar akan ada gadis yang berani menyuarakan aspirasi pekerja dengan lantang.
"Benar-benar menarik!" Aslan tersenyum lebar.
Samira beranjak dari tempat duduknya, ia hendak mencari pimpinan bagian cleaning servis. Ia yang tak tahu mendengus kesal, kesulitan mencari letak dimana orang itu berada.
"Sam... kalau bingung mending duduk saja dulu!" Shasa mengiringi langkah Samira.
"Sam, kayaknya bos besar suka deh sama kamu. Aku lihat tadi dia liatin kamu terus!" goda Bramantyo dengan kilau geli di matanya saat membayangkan wajah Aslan.
"Bapak Aslan masih muda, Sam! Usianya terpaut enam tahun denganmu. Dia jomblo akut." jelas Bramantyo.
"Mau jomblo atau punya pacar, saya tidak peduli, pak Bram! Niat saya hanya untuk bekerja. Bukan mencari jodoh!" ujar Samira ketus.
Mereka bertiga berhenti di lantai dasar setelah menaiki lift. Bramantyo dan Shasa menuju ruangannya, meninggalkan Samira yang kebingungan seperti orang hilang. Akhirnya ia bertanya kepada satpam. Namun ia justru hanya berputar-putar di lantai dasar yang luas dan membingungkan.
***
"Tega amat, Bro. Ngerjain anak orang!" Robby terkekeh, ia habis menelpon si HRD untuk bersembunyi, begitu juga satpam untuk mengerjai Samira.
"Itu hukuman! Belum juga kerja udah berani menyebut kita pemeras!" sahut Aslan dengan wajah puas.
Ketukan pintu membuat Robby beranjak, ia tahu itu pasti Samira. Gadis berjilbab nan cantik yang membuat hati Aslan tertarik.
"Sam, ada apa?" tanya Robby berpura-pura.
"Jangan permainkan saya!" hardik Samira kepada Robby dengan wajah sinis.
Robby terpancing untuk kembali menggoda Samira. Wajahnya yang terbingkai kerudung itu justru menggemaskan sekali jika marah-marah.
"Sam, masuklah!" pinta Robby lembut.
"Tidak!" balas Samira, ia tahu Aslan ada di dalam.
"Sekarang katakan. Di lantai mana saya harus bekerja? Jika tidak saya benar tidak mau bekerja disini!" ancam Samira.
"Gadis ini benar-benar seperti di atas awan. Dia pikir dia istimewa!" Aslan menghampiri Samira dan Robby.
"Sudah saya katakan, tugasmu membersihkan lantai ini dan membuat minuman untuk karyawan yang bekerja di lantai ini. Kurang jelas?" Aslan mengembuskan napas kasar, ia benar-benar membuang waktu hanya untuk mengurus gadis berjilbab yang selalu ketus menjawab pertanyaannya.
"Mulai kapan saya bekerja?"
Dengan sinis Samira bertanya kepada dua laki-laki yang menunjukkan wajah sebel itu. Sama sepertinya.
"Sekarang! Saya butuh kopi hitam less sugar ditambah bubuk kayu manis." jawab Aslan. Samira mendengus kesal, lagi-lagi ia di buat kebingungan mencari dimana letak pantry.
Robby terkekeh, ia tahu guratan bingung yang terpancar dari wajah Samira.
"Ke kanan lurus terus belok kiri, disana pantry-nya! Ada seragam yang harus dikenakan oleh cleaning servis. Kalau tidak ada yang berlengan panjang, kamu bisa menggunakan manset!" ujar Robby tulus. Cukup baginya mengerjai anak orang yang sudah berniat untuk bekerja.
Aslan tergelak saat gadis yang ia kerjain pergi ke pantry. "Coba kita lihat apa dia bisa menemukan bubuk kayu manis!"
Aslan tertawa girang seperti menemukan permainan baru dalam dunia pekerjaannya.
"Tega banget sama anak orang, kalau nanti nangis terus ngadu sama Abahnya. Mampus kamu, As! Dapet doa mujarab ntar!" sebut Robby. Aslan terkekeh, sementara Robby kembali memeriksa berkas mega proyek yang sedang di urus perusahaannya.
"Pilih mutu terbaik, jangan ada korupsi bahan bangunan!" ujar Aslan serius. Ia tidak main-main dengan proyek besar ini.
"Tenang, semua sudah di kerjakan oleh tenaga ahli. Kita hanya perlu menerjunkan tim pengawas!" jelas Robby tak kalah serius.
***
Samira tiba di pantry, ia melihat ada pegawai senior yang sedang menyiapkan kopi untuk para karyawan.
"Pegawai baru?" sapa karyawan senior dengan ramah. "Iya. Saya Samira!" Samira mengulurkan tangan yang disambut baik oleh. "Siti."
"Saya akan membutuhkan banyak bantuan, Mbak Siti!" ujar Samira seraya menaruh tas ranselnya diatas meja.
"Ambillah baju seragam di dalam lemari. Kamar mandi ada di sana." jelas Siti menunjuk kamar mandi yang terletak tak jauh dari pantry.
Samira tersenyum, ia mulai mencari dimana baju seragamnya. Benar kata Robby, tidak ada seragam berlengan panjang.
"Harusnya perusahaan ini memberi kebebasan dalam berpakaian. Jadi tidak hanya memproduksi seragam berlengan pendek!" gumam Samira, ia mengambil salah satu baju berukuran lebih besar dari size yang biasanya ia kenakan.
Samira terpaksa menggunakan baju seragam itu tanpa melepas blouse yang ia kenakan. Kerudungnya pun ia tata sedemikian rupa agar terlihat lebih rapi dan tetap estetik.
Kembali ke pantry. Samira mulai mencari di mana kopi dan kayu manis bubuk untuk membuat kopi pesanan Aslan.
"Dimana bubuk kayu manisnya?" tanyanya pada diri sendiri, ia membuka satu persatu nakas dan tak menemukan botol bubuk kayu manis yang ia cari. Ia mendengus, mulutnya kembali meracau sendiri.
"Dasar!" Samira merogoh dompet dari tas ranselnya dan berlalu pergi.
***
"Permisi..."
Aslan berteriak dan tersenyum lebar.
"Masuk."
"Maaf lama... Ada kendala sebelum kopi ini tersaji dengan nikmat." kata Samira. Dalam hatinya ia bersorak gembira. Satu cangkir berisi kopi hitam less sugar dan bubuk manis kayu manis Samira taruh di meja Aslan. Bibirnya terus melengkungkan senyum tanda bahaya.
"Silahkan di minum, pak!" tawar Samira, ia menunggu Aslan menikmati kopi buatannya yang akan membuat Aslan mengingat itu sebagai kopi paling menakjubkan seumur hidupnya.
"Tidak ada racun yang kamu tambahkan?" tanya Aslan, ia curiga karena sedaritadi Samira tersenyum terus.
Samira menggeleng. "Kopi sesuai dengan keinginan bapak Aslan yang terhormat!"
Aslan mengamati Samira dan mengambil cangkir itu tanpa mengalihkan perhatiannya.
Ia menyeruput kopinya hingga Aslan tersedak-sedak. Satu tegukan kopi membuat tenggorokannya geli dan pedas. Rasa kayu manis yang begitu mendominasi kopi membuat Aslan memincingkan matanya ke arah Samira.
Samira membasahi bibirnya dengan raut wajah tak berdosa.
"Itu balasan karena bapak sudah mengerjai saya untuk membeli bubuk kayu manis di mini market sebelah!"
Samira mengambil tissue dan membersihkan meja kerja Aslan, ia juga mengambil cangkir kopi dan menaruhnya kembali ke atas nampan.
"Saya akan membuatkan kopi yang lebih enak dari ini sebagai permintaan maaf saya." ucap Samira sebelum keluar dari ruang kerja Aslan.
Aslan berdecak dengan tingkah polah karyawan barunya.
"Benar-benar unik, boleh juga ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Anonim
widiiiihhhh Samira kewanen.
Untung Aslan sepertinya suka ma Samira
2023-10-27
0
Kustri
benar" unik... boleh juga ni novel
2023-07-03
0
Ersa
ehmmm...ehmmm
2023-04-25
0