Berbekal keyakinan dan ceramah sang Abah. Pagi ini Samira bertekad untuk kembali ke kantor cabang untuk mengembalikan surat perjanjian. Ia mengambil keputusan untuk tidak menerima perjanjian kontrak yang di ajukan pihak perusahaan Cemerlang abadi Tbk.
Dengan menggunakan jilbab pashmina berwarna coklat muda dan balutan pakaian sederhana namun menawan, ia mulai berkendara di jalanan kota.
Niatnya kerja sudah pupus, tapi doa dari sang Abah tercinta tak akan pernah tahu kapan diijabah-Nya. Bisa nanti, lusa atau kapan-kapan jika sang pencipta mengizinkannya.
***
Pukul tujuh lewat setengah jam.
Kantor cabang terlihat ramai dari biasanya. Banyak mobil-mobil mewah terparkir di depannya. Motor Supra kebanggaan Samira jadi terlihat seperti ekor kuda lumping yang nyempil di sana.
"Terlihat buruk rupa, tapi bagiku kamu istimewa!" gumam Samira menyemangati motornya, sedangkan motornya sudah protes ingin di service.
"Assalamualaikum."
Kehadiran Samira yang terlihat biasa saja justru mencolok perhatian atasan-atasan perusahaan termasuk Aslan. Aslan mengamatinya dengan seksama seraya menggeleng cepat.
"Nggak mungkin itu cewek lagi, nggak!"
Hari ini dia sedang melakukan sidang dadakan di kantor cabangnya. Kantor cabang yang tidak pernah memberi proyek, sekalipun proyek pembangunan mini market ataupun kapling 49m².
"Bos... Perkenalkan dia Samira. Pegawai baru di kantor ini!" Bramantyo menarik tangan Samira, sontak saja Samira langsung menepis tangannya.
"Maaf, pak Bram! Saya kesini ingin mengembalikan surat perjanjian kemarin. Saya membatalkan diri untuk bekerja di sini, saya tidak sanggup!" urainya terang-terangan.
Buru-buru Samira mengambil surat perjanjian dari dalam tasnya, sementara Bramantyo jadi tersenyum pilu.
"Lupa gue, anjir. Belum terima kontrak."
Aslan memperhatikan penampilan Samira dari atas ke bawah. Perhatiannya terpusat pada tas yang di bawa Samira.
"Aku ingat!" seru Aslan tiba-tiba.
Semua manusia dan makhluk astral mungkin langsung menoleh ke arahnya.
"Ingat apa, Bro? Ingat tanggungan perusahaan?" seloroh Robby. Sekretaris Aslan yang tidak pernah menganggap Aslan atasannya itu kontan cengengesan.
"Kamu yang hampir bikin kita kecelakaan kemarin kan?" tuduh Aslan sambil menunjuk Samira.
Samira terpanah, harusnya urusan dengan kantor cabang usai hari ini, kini ia malah dipertemukan dengan laki-laki yang melotot dan memakinya kemarin.
Kok bisa ketemu lagi sih, deg-degan lagi kan.
"Saya? Kenapa bisa begitu?" elak Samira sambil menunduk saat Aslan meneliti wajahnya. "Jangan melihat saya seperti itu!" sentaknya galak.
"Kenapa emangnya?" tanya Aslan tetap memandangi Samira.
"Karena anda haram bagi saya!" sungut Samira. Aslan semakin bingung. "Kalo haram, berarti bisa di halalkan dong?" sahut Aslan sambil tersenyum miring.
"Bisa asal nikah dulu!" lanjut Samira masih dalam keadaan menunduk.
"Kode keras, Bro!" timpal Robby.
Aslan berdecih, ia duduk di kursi kehormatannya. Bramantyo yang sudah kalang kabut akhirnya duduk bersimpuh di hadapan Aslan.
"Beri aku kesempatan lagi bos." Bramantyo mengatupkan kedua tangannya. Berharap.
"Bukannya aku sudah bilang, Bram. Jika tidak ada proyek yang kamu dapatkan bersama karyawanmu, terpaksa kantor ini aku tutup!"
Pemandangan itu tak lepas dari mata Samira yang meliriknya diam-diam. Hati Samira seakan tersentuh saat Bramantyo benar-benar tersudutkan karena tuntutan para petinggi perusahaan.
"Saya mau kerja di sini, tapi tidak mau di denda!" ucap Samira lugas. Entah apa yang merasuki jiwa kemanusiaannya saat tahu kantor ini akan di tutup karena tidak ada karyawan yang menghasilkan suatu kemajuan.
"Dewi Fortuna!" ucap Bramantyo, ia berdiri lantas membersihkan lutut celananya.
"Tidak bisa begitu, Bram." Robby tersenyum iblis. "Kehadiran kami di sini memang bertujuan untuk menutup kantor ini, iya atau tidak dengan proyek kerja " ucap Robby serius.
Kening Bramantyo berkerut. "Maksudnya, saya tidak dipecat?"
Aslan tertawa. Entah kenapa keadaan ini seperti mempermainkan hati Samira. Samira jadi sensi sendiri.
"Assalamualaikum!" ucap Samira sinis dan bergegas keluar dari ruangan Bramantyo, ia berpapasan dengan Shasa yang berada di luar ruangan.
"Sha... kantor ini mau ditutup!" gurau Samira. Shasa yang menggunakan pakaian terbaiknya protes-protes tidak terima. "Tapi bohong!" , Samira jadi terkekeh geli saat bisa mengajak orang lain kena tipu Aslan dan antek-anteknya.
Aslan, Robby dan Bramantyo keluar dari ruangan.
Robby yang melihat bodi Shasa bak gitar spanyol menyenggol lengan Aslan.
"Dua pilihan, Bro! Mau yang mana? Menjaga hati dan tubuhnya, atau yang aduhai atas bawah?" bisik Robby ditelinga Aslan. Aslan melirik tak acuh.
"Shasa? Bagaimana?" tanya Bramantyo.
Dengan sensual ia mengambil surat perjanjian dari dalam tas jinjingnya.
"Ready to work, Pak!"
"Bravo, Shasa kamu diterima! Dan untuk kamu Samira, kamu juga akan bekerja dengan kami!" kata Bramantyo lengkap dengan senyum semringah penuh tanda tanya. "Tidak ada denda, tapi itu artinya kamu bisa bekerja di kantor pusat sebagai cleaning servis."
Cleaning servis?
Samira mendesis. "Harus di ralat, pak Bram! Saya tidak jadi mengajukan diri, lebih baik saya jadi penjual ayam goreng seperti Mail!"
Aslan bergeming dengan tatapan yang kembali mengamati Samira. Samira yang di tatap membuang muka.
"Jual mahal!" cibir Aslan.
"Saya memang mahal!" sergah Samira cepat.
"Berapa harga paha ayammu?"
Hati Samira bergemuruh tidak terima, pertanyaan itu seperti mencemoohnya, Samira mendekat dan menatap tajam ke arah Aslan.
"Kalau saya tanya balik, berapa harga paha perusahaanmu? Anda bisa menjawab apa!" Suara Samira meninggi.
"Seharga dirimu!" jawab Aslan santai.
Samira membuang napas.
"Anda sopan saya segan!" sungut Samira sebelum keluar dengan mulut yang ngomel-ngomel.
Robby, Bramantyo dan Shasa terpukau melihat drama yang baru saja terjadi.
"Luar biasa. Benar-benar ******* yang optimal!"
Prok... Prok... Prok...
Robby bertepuk tangan, ia mengikuti langkah Aslan yang bergegas keluar dari kantor.
"Mulai siapkan pemindahan, besok kantor ini akan dijadikan tempat rescue anjing dan kucing terlantar!" teriak Aslan kepada Bramantyo.
Sebagai anak cabang ia hanya mengangguk sambil tersenyum lebar.
"Akhirnya kerja di kantor pusat!" gumamnya sambil menatap drama yang terjadi di parkiran.
Motor Samira yang menghalangi mobil Aslan membuat Robby melongok keluar dari jendela mobil.
"Woyyy..., motor siapa nih. Ketabrak jangan minta ganti!" teriak Robby.
Ada kilau geli di mata Aslan sewaktu Samira meminggirkan motornya sambil
berdecak kesal.
"Kalau saja aku punya tongkat sihir, sudah ku sulap mereka menjadi pangeran kodok!" batin Samira kesal.
Mobil keluar dari lahan parkir dengan gelak tawa Robby dan Aslan. Mereka meninggalkan ketiga karyawan yang sibuk membereskan berkas-berkas penting. Samira terketuk hatinya dan memilih membantu Bramantyo dan Shasa.
"Sudah cantik, kerjanya di suruh beres-beres!" omel Shasa pada dirinya sendiri.
"Shasa besok kamu kerja di kantor pusat." kata Samira, ikut sibuk membereskan apapun itu ke dalam kontainer.
"Di kantor pusat banyak mangsa dan saingan!" timpal Shasa. "Pak Bram. Maryati dan Ana tidak kesini?" tanya Shasa.
Bramantyo mengangguk.
"Jadi cuma berdua saja dari kantor cabang. Karyawan yang lain gimana?" Shasa penasaran karena tidak terlihat adanya karyawan lain di kantor ini.
"Jam segini udah pada keliling. Nanti siang baru akan di adakan brifing pemindahan karyawan ke kantor pusat!" jelas Bramantyo. "Bagaimana denganmu, Sam! Mau jadi cleaning servis gak?"
Samira mengangkat bahu. "Samira tanya Abah dulu, boleh?"
Bramantyo tersenyum maklum. "Dasar anak Abah!" guraunya yang membuat Samira tersipu malu.
"Ya iyalah anak Abah! Anak siapa lagi? Anak tetangga?" balas Samira. Gelak tawa jadi terdengar kemudian.
***
Di dalam mobil yang melesat ke arah kantor. Aslan dan Robby masih terkekeh membicarakan motor butut Samira.
"Gila tuh cewek. Besar juga nyalinya nantangin kamu tadi, As." seru Robby.
Aslan tersenyum tipis. "Justru cewek-cewek yang begitu yang punya pendirian tinggi, Rob."
Terdengar nada kagum dari penuturan Aslan.
Robby yang sangat memahami temannya itu menghela napas, ia ingin bermain tebak-tebakan dengan Aslan untuk menerka bagaimana reaksi Aslan mengenai Samira.
"Jadi kalau menurutmu, dia mau jadi cleaning servis gak?" tanya Robby.
Aslan mengendikkan bahu, ia tidak tahu karena memang ia tidak berharap banyak dari wanita yang memakai jilbab tadi untuk hadir di perusahaannya.
"Lihat aja besok, kalo datang, siapkan suprise untuknya."
Aslan melipat kedua tangan di depan dada sambil tersenyum penuh arti.
"Lihat saja!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
may
Ehm🤭
2023-11-10
0
Ersa
ahcieeee main mo ngehalalin aja nih, Pak Aslan
2023-04-25
0
❤winnygemoy💕
siap mengawal pasangan Aslan dan Samira sampai Halal....🤣🤣🤣
2023-01-07
0