Marry The Star

Marry The Star

Bab 1- Mimpi Buruk

Tap...

Tap...

Tap...

Suara nafas saling memburu, seorang wanita berlari menaiki lift dengan cepat menekan tombol.

Lift berhenti tepat di lantai 10, ia terus berlari menghindari pria yang mengejarnya dengan membawa sajam.

Gedung yang tak ada penghuninya, membuat dirinya ketakutan. Ia terus berlari hingga keringat mengucur di dahinya.

Entah, bagaimana pria yang menggunakan topeng kini ada dihadapannya mengacungkan pisau ke arahnya.

Wanita itu berteriak sekencang-kencangnya hingga sebuah tangan menampar wajahnya.

"Talisha, bangun!" Suara keras memekakkan telinga.

Wanita yang kini berusia 24 tahun itu, mengerjapkan matanya lalu dengan cepat ia duduk.

"Kenapa kau berteriak-teriak?" Tanya wanita yang menjadi teman sekamar Talisha.

Masih dengan nafas ngos-ngosan, ia pun mulai bercerita, "Aku bermimpinya lagi."

"Mimpi yang sama setiap hari? Kau tidak sedang membualkan, Lisha?" Bertanya sinis.

"Untuk apa aku berbohong, Dena?"

Wanita menarik sudut bibirnya, "Bisa saja kau melakukannya hanya untuk menarik simpati orang lain."

"Astaga, Dena. Kau menuduhku berbohong, mimpi itu seperti nyata," ujarnya.

"Kau terlalu lelah bekerja sehingga mimpi buruk itu selalu mengganggumu. Lebih baik sekarang kau berusaha membersihkan namamu lagi," ketus Dena.

"Aku tidak melakukannya, untuk apa ku harus repot-repot menggelar jumpa pers?"

"Lisha, kontrak iklan minuman terpaksa dibatalkan karena skandal yang kau buat!"

"Aku tidak melakukannya, Dena. Semua fitnah, mereka hanya tak suka saja kepadaku," ungkap Talisha.

"Aku tak peduli, kau melakukannya atau tidak. Penting saat ini, kita harus mendapatkan kontrak iklan lagi," ujar Dena. Wanita itu pun keluar kamar.

Talisha mengacak rambutnya, "Aaarrrghhh...."

-

Seminggu lalu.....

Di sebuah kafe yang juga menjual minuman keras. Talisha, seorang diri menunggu seseorang yang mengaku sebagai produser film.

"Lisha, untukmu!" Pria tampan berusia 25 tahun menyodorkan minuman.

"Terima kasih," Talisha tak lantas meminumnya.

"Ternyata anda aslinya sungguh cantik," pujinya.

Talisha tersenyum tipis.

"Apa kita bisa mulai membicarakan kontrak pekerjaan?"

"Tunggu sebentar, manajerku belum datang," Talisha melihat jam di ponselnya.

"Kita sudah menunggu setengah jam tetapi dia juga tak datang. Lebih baik anda minum saja dahulu," saran dari pria itu.

Talisha memandangi gelas minuman yang sepertinya sejenis minuman keras.

"Kenapa cuma dipandangi?"

"Aku tidak terbiasa dengan minuman itu!" tolaknya.

"Baiklah, aku akan menggantinya," pria itu berkata dengan lembut.

Tak lama kemudian minuman jus jeruk disajikan, Talisha menenggaknya sampai kandas karena memang sangat kehausan.

Namun, kepalanya mulai pusing, pandangannya begitu gelap setelah itu ia tak tahu apa-apa.

Talisha terbangun keesokan paginya, ia menggeliatkan tubuhnya dan mengedarkan pandangannya. Ia lantas tersentak bangkit melihat pakaian yang dikenakannya sudah berganti.

Pikiran buruk merusak otaknya, Lisha tampak kebingungan. Ia menyibak selimut dan melihat noda darah di ranjang namun tak ada. Ia juga mencoba melangkah mengitari tempat tidur untuk memastikan tidak terjadi apa-apa dengan dirinya semalam konon katanya kalau kita melakukan hubungan 'spesial' bagian tubuh area sensitif akan terasa sakit.

Talisha bisa bernafas lega dan bersyukur hal buruk itu tidak terjadi padanya.

Ia mendekati meja nakas tampak tas dan kantong kertas berisi pakaian yang ia kenakan semalam. Dengan cepat Lisha mencari ponselnya namun benda tersebut tidak menyala. "Astaga, mati pula lagi!" keluhnya.

Talisha pun pulang menggunakan taksi yang kebetulan lewat di depan hotel tempat ia menginap.

Sesampainya di apartemen, Dena telah menyambutnya dengan memasang wajah marah. "Dari mana saja kau?" dengan nada tinggi.

"Harusnya aku bertanya padamu, kenapa kau tidak datang ke kafe itu?"

"Mobil mogok dan aku sudah mengirimkan pesan kepada produser untuk melanjutkan pembicaraan kontraknya denganmu!"

"Kenapa dia tidak mengatakan kau tak bisa datang?"

"Aku tidak tahu."

"Benar-benar pria licik!" geramnya.

"Kau bilang apa tadi?"

"Ya, sangat licik. Dia meletakkan obat tidur di minumanku," jawabnya.

"Jadi, kau tidur dengannya?" Dena menatap curiga sahabat sekaligus artisnya.

"Aku tidak tahu, tapi saat ku terbangun sudah berada di dalam kamar hotel," jelasnya.

"Ya sudah, semoga kejadian yang menimpamu itu tak diketahui wartawan," ujar Dena.

Talisha pun pergi ke kamarnya, ia membersihkan diri lalu berdandan dan bersiap untuk menemui klien.

Pukul 12 siang, ia dan Dena tiba di restoran tak jauh dari apartemen miliknya. Kedua wanita itu menunggu seseorang yang menjadi perwakilan perusahaan minuman energi.

Tak lama seorang wanita berusia 30 tahun datang dan tersenyum lalu mengulurkan tangannya. "Selamat siang!"

Dena dan Talisha lantas berdiri lalu menyambut uluran tangan wanita yang dihadapan mereka. "Selamat siang juga, Nona!" ucap Dena.

"Saya sebagai perwakilan perusahaan memohon maaf kepada Nona Talisha Danita karena kami tidak akan mengontrak anda," ujarnya.

Lisha dan Dena tampak terkejut.

"Kenapa?" tanya Dena penasaran.

"Sejam yang lalu kami mendapatkan kabar bahwa Nona Talisha kepergok berciuman dengan seorang pria di kafe," jelasnya.

"Itu tidak benar, Nona. Saya tak pernah melakukannya," Talisha membela diri.

"Bukan hanya itu, Nona. Media online juga memberitakan anda di papah memasuki hotel dengan keadaan mabuk," jelasnya lagi.

"Nona, itu semua tidak benar. Memang kemarin saya bertemu dengan seorang pria dan mengaku sebagai produser film, dia memberikan minuman setelah saya tak tahu apa-apa," ungkap Talisha.

"Apapun alasan Nona Talisha, saya tidak bisa merubah keputusan dari atasan. Karena saya hanya ditugaskan olehnya."

"Nona, coba pikirkan ulang dengan keputusan anda. Ini hanya salah paham saja," Dena juga turut menjelaskan.

"Mohon maaf, Nona. Keputusan perusahaan tidak bisa diganggu gugat, jikapun kami mengajukan kontrak dengan Nona Talisha itu akan berpengaruh dengan produk."

Talisha menyandarkan tubuhnya di kursi lalu menghela nafas pasrah.

"Kalau begitu saya permisi!" wanita itu pun berlalu.

Dena mencecar berbagai pertanyaan setelah wanita dari perusahaan minuman itu pergi.

"Apa kau yakin tidak melakukan apapun dengan pria itu?"

"Sudah berapa kali, ku bilang. Aku tidak melakukannya!"

"Lalu, kenapa kau berganti pakaian saat pulang ke apartemen?"

Talisha mencoba mengatur nafasnya agar tetap tenang.

"Lisha, jawab aku!"

"Kita bicarakan ini di rumah, kau ingin kita dilihatin orang-orang!" Talisha meraih tas kecilnya lalu berjalan ke mobilnya.

*

*

*

Talisha berjalan ke kamar mandi membersihkan dirinya. Hari ini ia akan mencoba bertanya kepada temannya adakah pekerjaan untuknya sebagai bintang tamu di acara talk show.

Bersama dengan Dena, mereka menuju sebuah stasiun televisi. Tepat pukul 10 pagi, keduanya pun tiba. Seorang pria yang menghampirinya di lobi gedung.

"Bagaimana, Andre? Apa ada pekerjaan untukku?" Talisha tampak penuh harap.

"Maaf, Lisha. Tidak ada."

"Bisakah kau tolong ajukan Lisha sebagai salah satu bintang tamu?" mohon Dena.

"Seminggu yang lalu, aku mengusulkan namamu dan mereka setuju. Tetapi, dua hari kemudian mereka membatalkannya dengan alasan beritamu itu," jelas Andre yang bekerja mencari talent.

Lisha harus menelan kekecewaan, gara-gara pria itu ia terpaksa menanggung semuanya. Kontrak dibatalkan dan para fans mulai menjauhinya.

"Kenapa kau tidak bekerja di perusahaan orang tuamu saja?" saran Andre.

"Mereka tidak mengizinkannya," jawabnya.

"Kenapa?" tanya Andre.

"Mereka tak percaya jika aku bekerja di perusahaan yang ada akan membuat bangkrut," jawabnya lagi.

"Semua butuh proses, tak mungkin bisa instan," ujar Andre.

"Lisha sudah tidak dianggap keluarga lagi. Mereka hanya memberikan alasan kalau dia tak mampu menjalankan perusahaan padahal mereka sangat tak menyukainya," tukas Dena.

"Dena, sudah cukup. Jangan berbicara apapun tentang keluargaku!" Lisha tak suka.

"Kau masih saja membela mereka," Dena memilih jalan terlebih dahulu ke parkiran.

"Andre, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bertemu denganku," ujarnya.

"Sama-sama, aku akan mengusahakan kau menjadi bintang tamu," Andre berusaha membuat temannya itu tak terlalu kecewa.

"Sekali lagi, terima kasih. Aku pamit pulang," izinnya.

"Ya, Lisha." Andre tersenyum sekedarnya.

Talisha pun berlalu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!