Dua hari kemudian....
Talisha menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ketika sampai apartemennya.
Dena datang membawakan minuman air mineral dalam botol kepada sahabatnya.
Talisha membuka tutup botol lalu meminumkannya. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Dena."
"Kau jangan menyerah, Lisha!"
"Kenapa sulit sekali mencari ruko? Sekarang barang-barang terpaksa tertumpuk," ujarnya. Pakaian yang belum sempat terjual diletakkan di kamar kost yang sengaja disewa.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, untuk membantumu," ucap Dena.
"Tidak masalah, yang penting kau ada di dekatku!"
"Aku akan tetap bersamamu," ujar Dena.
"Aku mau beristirahat," Lisha melangkah ke kamarnya.
Melihat temannya pergi, Dena lantas mengirimkan pesan kepada seseorang kemudian tersenyum.
-
Lisha terbangun lalu melihat jam dinding menunjukkan angka 4 sore, alangkah terkejut dirinya ketika menatap benda tersebut. "Astaga, hampir lima jam aku tertidur," gumamnya.
"Pantas saja aku sangat lapar, ternyata sudah lewat jam makan siang," ocehnya.
Lisha berjalan keluar kamar memanggil nama temannya namun wanita tak kunjung menampakkan dirinya. "Kemana dia?" tanyanya.
Lisha memilih membuka isi lemari mana tahu ada lauk atau makanan yang ia bisa disantap ternyata nihil.
Lisha lantas membuka lemari es dan mengambil dua telur, ia mulai meracik bahan makanan tersebut. Sepuluh menit kemudian, omelet telur siap dihidangkan.
Menarik kursi lalu mengambil sendok dan mulai menyantapnya. Ia mengedarkan pandangannya sekelilingnya tampak sepi biasanya akan ramai karyawan lalu lalang.
Ya, sejak seminggu yang lalu karyawannya mulai satu persatu mengundurkan diri hanya Dena tetap bertahan.
Selesai makan, ia mencuci piringnya. Lalu kembali kamar untuk membersihkan diri.
Pukul 9 malam, Dena belum juga menunjukkan batang hidungnya. Lisha berkali-kali menghubunginya namun ponselnya tak aktif.
Lisha menatap siaran televisi dengan memeluk bantal kursi. Tatapannya ke arah benda lebar dan tipis tapi pikirannya entah kemana-mana.
"Kenapa hidupku sepi seperti ini?" merutuki dirinya.
Jam dinding terus berputar, tanda-tanda Dena kembali ke apartemennya pun tak ada. Lisha kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Biasanya jam 12 malam, ia baru pulang dari pekerjaannya sebagai seorang artis namun semuanya kebalik tawaran iklan di sosial media miliknya pun tak ada sama sekali.
....................
Bangun pagi dan sarapan sepotong roti dengan segelas air mineral, Lisha keluar dari apartemennya seorang diri menggunakan hoodie berwarna abu-abu, memakai kacamata hitam, masker dan topi ia menyusuri jalanan dengan berjalan kaki. Ya, mobilnya terpaksa ia tinggalkan di apartemen.
Talisha pergi ke pemakaman kedua orang tua kandungnya menggunakan taksi online.
Sesampainya di sana ia berdiri di depan pusara kedua orang yang ia sayangi. Talisha membuka kacamata dan maskernya lalu tersenyum. "Hai, Ma, Pa, apa kabar?"
"Maaf, aku baru sempat lagi mengunjungi kalian," ujarnya.
"Aku hanya memiliki kakek saja sekarang, dia hartaku satu-satunya di dunia ini. Keluarga Mama, ku tak pernah tahu. Mama Lidya mulai berubah, semakin hari dia membenciku entah apa alasannya. Semoga saja aku kuat menghadapi semua ini," lanjutnya.
Talisha kembali memakai kacamata, "Aku pamit Ma, Pa. Ku sangat merindukan kalian!" ia tersenyum lalu menggunakan maskernya. "Sampai jumpa!" menundukkan kepalanya, ia pun kemudian berlalu.
Talisha berjalan menuju apartemennya, sembari memandangi jalanan sekelilingnya. Langkahnya terhenti kala melihat Dena sedang berbicara dengan seorang pria yang hendak memasuki mobilnya.
Talisha tersenyum dibalik maskernya, ia hendak menyusul sahabatnya dengan menyebrangi jalan. Sebuah klakson kuat membuat ia mengurungkan langkahnya dan membiarkan kendaraan-kendaraan itu lewat.
Ia pun akhirnya bisa menyeberang jalan dengan selamat tetapi temannya itu sudah tak lagi ada di tempat. "Kemana dia?" gumamnya.
Tak ingin menerka-nerka, Talisha melanjutkan perjalanannya ke apartemennya.
Begitu sampai di kediaman sederhananya itu, ia mendapatkan Dena sudah berada di dalamnya.
"Hai, dari mana saja kamu?" Dena bertanya.
"Aku yang harusnya bertanya padamu, kenapa ponselmu sulit sekali di hubungi?" balik tanya.
"Baterai ponselku mati."
"Oh, sangat lama sampai berjam-jam itu ponsel mati. Kau harus menggantinya segera," sindirnya.
"Ya, nanti aku akan menggantinya," ujar Dena.
"Aku tadi melihatmu di dekat kafe depan taman dan berbicara dengan seorang pria. Siapa dia?"
"Kau melihat kami?" Dena tampak terkejut.
"Ya, tapi aku tidak terlalu jelas melihat wajah pria itu. Ku mencoba menghampiri namun kalian keburu pergi," ungkapnya.
"Huh, syukurlah," Dena berkata lega.
Lisha yang sedang menuangkan air di gelas mengerutkan keningnya. "Memangnya dia siapamu?"
"Bukan siapa-siapa," jawabnya terbata.
"Kenapa kau gugup?"
"Hah, aku tidak gugup hanya perasaanmu saja," Dena berusaha tersenyum.
"Mungkin," Lisha membalasnya dengan senyuman lalu ia menenggak air putih.
"Kau akan kemana hari ini?"
"Mungkin di rumah saja karena aku sekarang pengangguran," Lisha menjawabnya.
"Bagaimana kalau hari ini kita menemui seseorang?"
"Apa dia orangnya jelas?"
"Maksudnya?"
"Ya, aku tidak mau bertemu dengan orang yang sudah membuat karirku hancur seketika seperti pria itu," jelasnya.
"Kau akan sangat tertarik padanya, kitaa akan pergi bersama-sama menemuinya," ujar Dena.
"Baiklah, kita akan ke sana. Semoga saja ada pekerjaan," harapnya.
"Kau pasti tidak akan menyesal," ucap Dena penuh yakin.
"Kita lihat saja!" Lisha pergi ke kamarnya.
-
-
Menjelang sore hari, Lisha dan Dena pergi ke sebuah restoran mewah dengan pemandangan kota yang sangat menakjubkan karena tempat pertemuan mereka berada di lantai gedung tertinggi.
Dena berdiri saat seorang pria muda dengan tinggi 180 centimeter menghampirinya. Ia tersenyum lalu keduanya saling berjabatan tangan. "Selamat sore, Tuan."
Pria itu tak membalas ucapannya.
Talisha juga mengikuti cara yang dilakukan sahabatnya. Namun, ia tak mengucapkan kata sapaan.
"Tak perlu berbasa-basi, tolong jelaskan kepada temanmu!" titah pria itu pada Dena.
Talisha masih menatap pria yang ada dihadapannya, ia lantas berdiri dan menarik kerah jas. "Kau pria brengsek!" desisnya.
Dena yang kaget menarik tangan sahabatnya itu. "Lisha, apa yang kau lakukan padanya?" bertanya dengan merapatkan giginya sembari melirik para tamu sekitarnya.
Pria itu tampak santai dan tersenyum.
"Dia pria itu, Dena!"
"Kau salah orang!" ujarnya.
Talisha melepaskan cengkeramannya. "Aku tidak salah, dia persis pria itu!"
"Pria mana?"
"Maaf, Tuan Ezaz. Dia pikir anda lelaki yang ia temui beberapa minggu lalu," jawab Dena.
"Oh, pria yang ada diberita itu?"
Talisha kembali duduk dengan wajah kesal, ia tak peduli pandangan orang kepadanya.
"Apa dia pikir kalau aku pria yang ada di hotel bersamanya waktu itu?" Ezaz melirik Lisha.
"Ya, Tuan!" jawab Dena.
"Itu artinya...."
Talisha kini pandangannya tertuju pada Ezaz. "Aku tidak melakukan apapun dengannya!" berkata tegas.
"Benarkah?" tanyanya.
"Ya," jawab Lisha tegas.
"Sebenarnya, aku tidak terlalu peduli dengan berita itu. Cepat katakan pada temanmu ini," perintahnya pada Dena. "Jangan membuang waktuku!" lanjutnya.
"Baiklah, Tuan. Saya akan memberitahunya sekarang," ujar Dena.
Talisha kini menatap temannya.
"Lisha, Tuan Ezaz menawarkan kerja sama denganmu. Dia berjanji akan membersihkan nama baik dirimu dan merekrutmu sebagai bintang iklan di perusahaannya," jelas Dena.
Talisha bersemangat mendengarnya.
"Apa kau mau dengan tawaran ini?" tanya Dena.
"Mau."
"Tapi ada syaratnya," ujar Dena.
"Apa syaratnya?" tanyanya penasaran.
"Kau harus menikah dengannya!" jawab Dena.
"Apa!" Tampak wajah terkejut.
"Ya, Lisha."
"Aku tidak mau!" tolaknya secara tegas.
"Aku tidak suka penolakan!" Ezaz menyahut.
Kini tatapan ke arah pria itu, "Kau pikir siapa? Tidak suka penolakan, aku tak mau dengan syarat yang kau berikan!" berkata tegas.
Ezaz tersenyum sinis, "Kau harus menerima tawaran ini atau kau ingin perusahaan kedua orang tuamu hancur dan karirmu akan semakin jatuh." Berbicara dengan nada santai.
"Kenapa harus ada pernikahan?" tanya Talisha.
"Ya, karena dengan kita menikah. Aku bisa mengawasi dirimu," jawabnya.
Talisha sejenak berpikir.
"Cepat jawab, aku tidak memiliki banyak waktu!" pinta Ezaz.
"Terima saja!" paksa Dena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments