Tahajud Cinta
Membaca mushaf setiap pagi adalah hal yang sudah biasa Yulian lakukan setelah menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim. Dan ketika sang fajar mulai menyingsing ia lebih menyukai berada di halaman belakang. Di mana itu adalah tempat yang membuatnya merasa nyaman saat menghirup udara pagi.
"Hmmm,"
Kedua tangannya terlentang seraya menarik nafas dari hidung lalu ia lepaskan perlahan melalui mulutnya. Kedua matanya pun ia pejamkan, menikmati senja pagi yang mulai memancarkan cahayanya dan menghangatkan kota yang ia tempati saat ini.
Sudah hampir setengah jam Yulian melakukan hal itu untuk menyegarkan tubuhnya dan ketika ia masih menikmati kebiasaan pagi nya itu tiba-tiba dering telpon telah terdengar. Sehingga membuatnya harus menghentikan aktivitasnya itu. Lalu, mengambil gawai miliknya yang berada di atas nakas halaman belakang.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Abi."
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Juna. Apa kabar kamu dan juga Cahaya?"
"Alhamdulillah kami baik, Bi. Bagaimana dengan Abi sendiri? Apakah Abi masih ingin menetap di sana?"
"Emm, entahlah!" jawaban yang ambigu dari Yulian membuat Arjuna hanya mengangguk pelan. Seolah mengerti apa yang masih dialami oleh sang ayah.
"Jika Abi masih ingin di sana, bahkan tinggal selamanya di sana_Arjuna tidak akan pernah keberatan dengan keputusan itu. Karena yang terpenting bagi Arjuna dan Cahaya kenyamanan, kebahagiaan dan kesehatan Abi."
Senyum itu pun merekah dari sang putra untuk menyemangati sang ayah kembali setelah mengalami keterpurukan selama kurang lebih dua tahun setelah kepergian Aisyah. Dan selama dua tahun tersebut, Yulian lebih memilih tinggal dan menetap di kota Edinburgh. Kota yang menjadi impian Aisyah untuk melakukan bisnis di sana. Dan seiringnya waktu Yulian mampu membeli toko swalayan di sana untuk dijadikan bisnis_bukan hanya itu, Yulian juga membangun sebuah butik dengan berbagai bentuk fashion di dalamnya. Namun, yang paling banyak adalah fashion bernuansa muslim, salah satunya gamis.
"Mungkin Abi akan tetap disini, entah sampai kapan itu Abi tidak tahu. Dan ... oh iya, bagaimana keadaan Cahaya setelah menjalankan terapi itu?"
"Alhamdulillah Abi, Cahaya sudah bisa berjalan dan seiring waktu Dia bisa melupakan keterpurukan itu." Arjuna kembali menarik ujung bibirnya. Sehingga kembali terlihat senyuman yang membuat hati Yulian tenang dan merasa lega.
"Baiklah, semoga kalian segera mendapatkan pengganti bayi itu. Semoga Allah mengaminkan doa kalian dan kita semua."
"Aamiin, Abi. Semoga,"
Tidak lama kemudian senyum sapa yang hanya melalui udara tersebut kini diakhiri dengan ucapan salam. Setelah itu, Yulian handak mlakukan kembali kegiatan selanjutnya setelah beryoga sejenak. Namun, saat kakinya ingin mulai melangkah tiba-tiba ia mendengar suara yang membuatnya bahagia dan bangkit dari rasa keterpurukan yang dalam. Menyongsong kehidupan baru demi putri kecil bernama Azmi Hafizha Dinillah. Yang kerap dipanggil dengan Hafizha.
"Abiii." Teriak Hafizha dari jarak kurang lebih satu meter dengan pakaian piyama yang bergambar bulan dan bintang.
Seketika Yulian menolah_mengarahkan pandangannya dan menatap pusat suara tersebut. Lalu, kedua tangannya ia lentangkan_menyambut hangat putri kecilnya, yang kini sudah menginjak umur dua tahun. Begitupun dengan Hafizha, bergelut manja kepada Yulian seraya melingkarkan kedua tangan kecilnya di punggung Yulian.
"Sudah bangun ternyata putri Abi ya!"
Yulian menggendong Hafizha seraya mencubit hidungnya yang mancung. Lalu, Yulian membawanya kembali ke kamar untuk melakukan rutinitas pagi sebelum hari menunjukkan pukul tujuh. Karena jika sudah menunjukkan pukul tujuh, ia harus kembali mengerjakan pekerjaannya setiap hari. Yang dimulai dari ke swalayan toko untuk mengecek di sana, selanjutnya pergi ke butik untuk bertemu dengan Arumi, lalu setelah itu ia harus kembali ke kantor untuk melakukan pekerjaan di sana.
"Tidak, iza mau mandi ama Abi aja. Abi mau, kan?" rengek Hafizha dengan suaranya yang manja.
"Emm ... baiklah! Kalau begitu sekarang Hafizha mandi sama Abi. Let's go!"
Yulian menggendong Hafizha seraya menggelitiki perutnya. Sehingga membuat gadis kecil itu tertawa lepas_yang membuat Yulian ikut tertawa. Namun, dalam pikirnya kembali terbesit kenangan tentang wanita yang saat ini masih dirindukan kehadirannya, "Aisyah, andai kamu ada bersama kami. Pasti kamu akan ikut tertawa bahagia dengan kami. Aku merindukanmu, Aisyah."
Ingin rasanya Yulian menjerit, menumpahkan segala kerinduan terhadap Aisyah. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin ia lakukan_hanya akan membuatnya menjadi lelaki bodoh tanpa arah tujuan yang pasti. Sedangkan ia harus memberikan kenyamanan dan kebahagiaan kepada Hafizha_putri kecil yang malang.
"Abi, Iza boleh bertanya?"
Wajah polos Hafizha menatap lekat Yulian yang tengah memandikannya. Begitupun dengan Yulian yang ikut menatapnya dengan pikiran penuh tanda tanya. Lalu, Yulian pun bertanya kepada putri kecil berkulit putih dan berambut pirang itu, "Hafizha mau bertanya apa? Katakan saja!"
"Kapan Hafizha mendapatkan kasih sayang Umi? Hafizha pengen bertemu sama Umi, Abi." Celetuk Hafizha yang membuat kedua mata Yulian berembun.
Yulian sejenak terdiam_memikirkan jawaban apa yang hendak diberikan kepada Hafizha. Karena Yulian tahu Hafizha masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa dia tidak akan mendapatkan kasih sayang ibu untuk selamanya setelah kepergian dua sosok perempuan yang memang seharusnya memberikan kasih sayang tersebut.
"Ya Allah, bagaimana aku menjawab pertanyaan itu? Haruskah aku kembali membohongi anak kecil ini?" Ujar Yulian dalam hati seraya menatap lekat wajah polos Hafizha yang masih memandangnya.
"Abi kok diam?"
Hafizha kembali melontarkan pertanyaan_yang membuat Yulian tersadar dari bayangan Aisyah dan juga Khadijah. Lalu, Yulian menjawab pertanyaan Hafizha dengan lembut_sehingga akhirnya Hafizha pun mengerti. Meskipun dari dalam hatinya tidak ada niatan untuk membohongi Hafizha. Namun, mau bagaimana lagi_karena itu yang terbaik untuk saat ini.
****
Mobil telah dilajukan oleh Abdullah dengan kecepatan sedang. Begitupun dengan Yulian yang sedang menikmati perjalanan pagi itu di kota Edinburgh. Meskipun cuaca nampak mendung, tetapi itu tidak membuat Yulian menghentikan semua aktivitas yang dilakukan setiap hari_merebahkan tubuhnya atau bersenang-senang di rumah saja. Karena itu bukanlah sejatinya seorang Yulian. Apalagi saat satu bulan kehilangan Aisyah, Yulian hanya berkutat di kantor_menyibukkan diri agar tidak terus menerus mengingat bayangan semu Aisyah yang menari-nari dalam pelupuk matanya.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam. Ada apa kamu menelpon, Arumi?"
Dari seberang terdengar Arumi yang tengah menjelaskan permasalahan di butik melalui benda pipih yang masih melekat dalam genggaman Yulian. Dan setelah mendengarnya Yulian pun meminta Abdullah untuk mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di butik. Abdullah dan Yulian tidak membutuhkan waktu yang lama_sekitar lima belas menit mereka pun sampai di depan pelataran butik, lalu memarkirkan mobil di tempat parkir yang memang sudah disediakan.
"Kamu tunggu saja di sini! Setelah urusan saya selesai, saya akan segera kembali lalu, kita bisa melanjutkan perjalanan kita ke kantor."
"Baik, Yulian." Keduanya pun mengangguk pelan untuk memberikan saling menghormati satu sama lain.
Langkah Yulian pun dipercepat untuk segera menemui Arumi_yang memang diminta untuk menjaga butik di Edinburgh. Dan terlihat pintu ruangan Arumi telah terbuka dengan lebar, tetapi tidak kemungkinan Yulian akan masuk begitu saja ke dalam sana. Karena bagi Yulian itu tidak lah sopan, terutama Arumi adalah seorang perempuan yang saat ini sudah mengenakan pakaian yang tertutup_bahkan cadar hitam begitu melekat menutupi wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments