Yulian mengangguk-ngangguk pelan setelah mengerti penjelasan dari Arumi. Lalu, ia menghembuskan pelan nafasnya seraya menatap layar kaca yang sebagai dinding di butiknya. Pecah berah dan tidak dapat disatukan lagi, kecuali harus memperkerjakan seseorang untuk membenahi nya.
"Bagaimana? Apa kita harus melaporkan permasalahan ini?"
"Tidak, Arumi. Kita tutup saja kasus ini, biarkan saja baju gamis itu diambilnya. Toh, hanya satu potong baju yang hilang."
Yulian tersenyum tipis, tetapi Arumi tidak mau melihat senyum itu karena, ia tahu bahwa itu bukanlah hal yang wajib ia tonton. Apalagi saat Arumi sudah mempelajari islam, jadi ia tahu hal yang pantas untuk dilakukan sebagai seorang wanita terhadap lelaki yang bukan makhramnya.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Arumi. Semangat bekerja dan jaga diri! Jangan pikirkan hal itu tadi!"
"E ... Yulian!"
Langkah yang hendak dilakukan tiba-tiba terhenti. Lalu tubuh tegap Yulian kembali berbalik dan bertatap muka dengan Arumi yang masih berdiri mematung di sana.
”Iya, ada apa kamu memanggilku, Arumi?” tanya Yulian penasaran.
”Maaf sebelumnya jika aku lancang. Tapi ... apa kamu tidak ingin menikah lagi? Sudah hampir tiga tahun sepeninggalnya Aisyah ... kamu menjadi duda. Alangkah baiknya jika kamu menikah, agar Hafizha mendapatkan kasih sayang seorang ibu.”
”Menikah? Saya belum siap. Jika kasih sayang seorang ibu, insyaa Allah ... aku bisa memberikannya untuk Hafizha. Maaf Arumi, saya harus pergi.”
"Assalamu'alaikum," ucap slaam Yulian.
"Wa'alaikumsalam,"
Yulian melangkah menjauh menuju ke mobilnya yang terparkir di pelataran butik. Dan tidak lama kemudian mobil pun dilajukan dengan kecepatan sedang untuk menuju ke kantornya yang ia dirikan bersama Tristan_suami dari Arumi. Dan selama masih dalam perjalanan sedikit perbincangan pun dilakukan Yulian dengan Abdullah agar tidak termenung dalam keheningan.
"Abdullah, bagaimana kabar putra dan istrimu?" tanya Yulian yang duduk di bangku depan.
"Alhamdulillah, mereka baik. Ada apa, Yulian?"
"Syukurlah kalau kabar mereka baik. Sebenarnya tidak ada apa-apa juga Abdullah, hanya saja ... sebentar lagi Hafizha akan berulang tahun. Dan ingin rasanya saya mengundang kamu beserta anak dan istrimu." Senyum itu pun terlepas begitu saja dari bibir Yulian saat menatap Abdullah yang masih fokus dengan jalan raya yang cukup ramai.
"Kalau Anda inginkan mengundang kami, kami tidak akan kebertan. Justru kami merasa begitu senang jika, Anda tidak merasa jijik dengan kami." Abdullah begitu merendah.
"Oh tidak, Abdullah. Kenapa saya merasa jijik dengan kalian? Sungguh, itu bukan saya yang suka mempermasalahkan derajat seseorang. Karena di mata Allah kita semua sama-sama umatnya."
****
Tidak lama kemudian mereka pun akhirnya sampai di pelataran sebuah gedung yang dibangun dengan beberapa lantai. Begitu megah dan banyak sekali yang sedang berlalu lalang di sana untuk masuk dan mulai bekerja. Begitupun hal nya dengan Yulian, setelah turun dari mobil ia segera menuju masuk ke dalam kantor tersebut. Tetapi, sebelumnya ia berpesan kepada Abdullah sebelum menjauh pergi dari pandangan Abdullah.
"Abdullah, kamu boleh pulang sekarang untuk istirahat. Dan jemput saya seperti biasa, pukul empat sore."
"Baik, Yulian." Abdullah pun mengangguk mengiyakan pesan Yulian.
"Oh tunggu, Abdullah. Tolong nanti ajak Hafizha jika menjemput saya! Dan pastikan Dia sudah mandi."
"Baik, Yulian." Abdullah kembali mengangguk pelan.
Yulian pun melangkah dan sampai di dalam ia berjumpa dengan Tristan yang memang sudah datang lebih awal. Dan seperti biasa, mereka bertukar kabar serta hal lainnya sebelum pekerjaan dimulai. Karena jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Sedangkan jam kerja normal di perusahaan mereka dimulai tepat pukul delapan pagi. Yulian dan Tristan hanya tidak ingin menekan mereka semua yang bekerja di perusahaan mereka. Harusnya rasa terima kasih lah yang mereka ucapkan terhadap karyawan maupun karyawati yang setia bekerja dengan mereka sampai perushaan itu maju.
"Yulian, bagaimana dengan lanjutan kerja sama kita dengan perusahaan Tuan Fahri?"
"Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan lancar. Bahkan kita bisa memulai pembangunan satu minggu lagi." Jelas Yulian dengan menampakkan senyum bangga.
"Alhamdulillah kalau begitu. Bersyukur sekali aku dapat dipertemukan dengan partner sepertimu, Yulian."
Yulian hanya tersenyum untuk membalas ucapan rasa syukur dan ungkapan kekaguman dari Tristan terhadap dirinya. Karena Yulian juga tidak ingin berlaku sombong terhadap sahabatnya sendiri. Hanya netralisasi terhadap siapapun yang mengenalnya. Namun, di sela-sela percakapan mereka lontaran pertanyaan dari Tristan seketika membuat Yulian terdiam tnpa sepatah kata pun.
"Yulian, mengapa kamu hanya terdiam? Apa kamu tidak menginginkannya? Sedikit lah berbelas kasih terhadap putri kecilmu."
"Maaf Tristan, aku tidak pernah memikirkan tentang hal itu. Saya permisi! Assalamu'alaikum,"
Yulian pergi begitu saja tanpa menatap ke arah Tristan. Sedangkan Tristan, ia menatap punggung Yulian yang semakin tak terlihat dalam pandangannya. Dan terbesit pertanyaan dalam hati Tristan, "Mungkin kah sesulit itu kamu melupakannya? Sungguh, aku merasa kasihan kepadamu, nak."
*****
Jam dinding yang berdetak begitu cepat memutarkan waktu. Di mana kini sudah menunjukkan pukul empat sore, dan semuanya yang bekerja di perusahaan itu bersiap untuk kembali pulang menemui keluarga kecil mereka. Dan saat Yulian melintas di hadapan beberapa karyawati_tak hentinya karyawati tersebut membincangkan Yulian yang masih memiliki kharismma, bak anak muda. Meskipun saat ini kerap dibilang Yulian telah menduda. Namun, dirinya memiliki ketampanan yang membuat wanita manapun jatuh hati saat menatapnya.
"Walaupun pak Yulian dibilang sudah tidak muda lagi, tapi wajahnya yang rupawan membuat hati ini luluh! Iya kan, Alina?" bisik Ratu kepada Alina sahabatnya.
"Iya, Lin. Kamu memang benar, jadi tak salah jika kedua putra lelakinya memiliki ketampanan seperti Pak Yulian." Ungkap Alina mengiyakan.
"Awas! Hati-hati saja kalau sampai terdengar pak Yulian. Pasti kalian langsung dipecat dari perusahaan ini."
Tiba-tiba ucapan itu membuat Alina dan Ratu seketika terdiam saat membicarakan Yulian. Lalu, mereka pun menoleh ke arah pemilik suara yang sudah membuyarkan tatapan mereka terhadap Yulian. Dan setelah mengetahui siapa yang berada di samping mereka, mereka pun hanya tersenyum cengengesan. Entah merasa malu? Atau sudah dibuat kikuk atas perbuatan mereka?
"Maaf Pak Tristan, kami tidak bermaksud seperti itu. Kalau begitu kami permisi dulu!"
Tristan pun tersenyum setelah dua perempuan yang mengagumi sahabatnya itu pergi dan enyah dari pandangannya. Lalu, dalam hatinya pun berkata, "Kamu memang mudah menjatuhkan hati seorang perempuan, tapi kamu juga sulit untuk membuka hatimu kembali."
*****
"Abii..."
Hafizha berteriak kencang memanggil Yulian seraya berlari menghampiri Yulian yang masih berdiri tegap di atas anak tangga bagian luar perusahaan tersebut. Dan setelah menyadari kehadiran sosok bidadari kecilnya, ia pun melukis kan senyum yang merekah. Dan ia pun duduk berjongkok menjajarkan tubuhnya dengan Hafizha seraya melentangkan kedua tangannya.
"Hap,"
Tubuh mungil itu pun masuk ke dalam pelukan Yulian. Lalu, Yulian merengkuhnya dalam gendongan. Dan Yulian membawa Hafizha menuju ke mobil kembali seraya mendengar celoteh girang dari sang bidadari kecil yang tiada hentinya. Dan itu membuat Yulian tersenyum sepanjang jalan saat mendengar kelucuan nada bicara Hafizha yang imut.
"Apakah aku harus menggantikannya? Tidak, Yulian. Dia hanya satu dan tidak akan pernah terganti oleh siapapun."
Yulian menepiskan ucapan dari Tristan yang masih terngiang dalam pikirnya. Dan saat Yulian memikirkan tentang itu, bayangan Aisyah tiba-tiba terus menari-nari dalam pelupuk matanya. Hingga sukses membuat Yulian kembali melakukan kesetiaan itu hanya untuk Aisyah_cinta pertama dan terakhirnya. Namun, perasaan itu sangat memilukan jika mengingat Aisyah yang tidak akan pernah kembali untuknya.
"Aku hancur mengingat hal itu Aisyah. Apa kamu tahu jika aku rapuh tanpamu?"
Hati Yulian kembali merapuh saat mengingat kenangan indah bersama Aisyah. Luka yang terkuak membuat Yulian hanya terdiam setelah putri kecilnya tertidur dengan sendirinya. Hanya senyum tipis yang terlukis di bibirnya saat netranya menatap wajah polos Hafizha yang berada dalam pangkuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments