NovelToon NovelToon

Tahajud Cinta

Chapter 1

Membaca mushaf setiap pagi adalah hal yang sudah biasa Yulian lakukan setelah menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim. Dan ketika sang fajar mulai menyingsing ia lebih menyukai berada di halaman belakang. Di mana itu adalah tempat yang membuatnya merasa nyaman saat menghirup udara pagi.

"Hmmm,"

Kedua tangannya terlentang seraya menarik nafas dari hidung lalu ia lepaskan perlahan melalui mulutnya. Kedua matanya pun ia pejamkan, menikmati senja pagi yang mulai memancarkan cahayanya dan menghangatkan kota yang ia tempati saat ini.

Sudah hampir setengah jam Yulian melakukan hal itu untuk menyegarkan tubuhnya dan ketika ia masih menikmati kebiasaan pagi nya itu tiba-tiba dering telpon telah terdengar. Sehingga membuatnya harus menghentikan aktivitasnya itu. Lalu, mengambil gawai miliknya yang berada di atas nakas halaman belakang.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Abi."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Juna. Apa kabar kamu dan juga Cahaya?"

"Alhamdulillah kami baik, Bi. Bagaimana dengan Abi sendiri? Apakah Abi masih ingin menetap di sana?"

"Emm, entahlah!" jawaban yang ambigu dari Yulian membuat Arjuna hanya mengangguk pelan. Seolah mengerti apa yang masih dialami oleh sang ayah.

"Jika Abi masih ingin di sana, bahkan tinggal selamanya di sana_Arjuna tidak akan pernah keberatan dengan keputusan itu. Karena yang terpenting bagi Arjuna dan Cahaya kenyamanan, kebahagiaan dan kesehatan Abi."

Senyum itu pun merekah dari sang putra untuk menyemangati sang ayah kembali setelah mengalami keterpurukan selama kurang lebih dua tahun setelah kepergian Aisyah. Dan selama dua tahun tersebut, Yulian lebih memilih tinggal dan menetap di kota Edinburgh. Kota yang menjadi impian Aisyah untuk melakukan bisnis di sana. Dan seiringnya waktu Yulian mampu membeli toko swalayan di sana untuk dijadikan bisnis_bukan hanya itu, Yulian juga membangun sebuah butik dengan berbagai bentuk fashion di dalamnya. Namun, yang paling banyak adalah fashion bernuansa muslim, salah satunya gamis.

"Mungkin Abi akan tetap disini, entah sampai kapan itu Abi tidak tahu. Dan ... oh iya, bagaimana keadaan Cahaya setelah menjalankan terapi itu?"

"Alhamdulillah Abi, Cahaya sudah bisa berjalan dan seiring waktu Dia bisa melupakan keterpurukan itu." Arjuna kembali menarik ujung bibirnya. Sehingga kembali terlihat senyuman yang membuat hati Yulian tenang dan merasa lega.

"Baiklah, semoga kalian segera mendapatkan pengganti bayi itu. Semoga Allah mengaminkan doa kalian dan kita semua."

"Aamiin, Abi. Semoga,"

Tidak lama kemudian senyum sapa yang hanya melalui udara tersebut kini diakhiri dengan ucapan salam. Setelah itu, Yulian handak mlakukan kembali kegiatan selanjutnya setelah beryoga sejenak. Namun, saat kakinya ingin mulai melangkah tiba-tiba ia mendengar suara yang membuatnya bahagia dan bangkit dari rasa keterpurukan yang dalam. Menyongsong kehidupan baru demi putri kecil bernama Azmi Hafizha Dinillah. Yang kerap dipanggil dengan Hafizha.

"Abiii." Teriak Hafizha dari jarak kurang lebih satu meter dengan pakaian piyama yang bergambar bulan dan bintang.

Seketika Yulian menolah_mengarahkan pandangannya dan menatap pusat suara tersebut. Lalu, kedua tangannya ia lentangkan_menyambut hangat putri kecilnya, yang kini sudah menginjak umur dua tahun. Begitupun dengan Hafizha, bergelut manja kepada Yulian seraya melingkarkan kedua tangan kecilnya di punggung Yulian.

"Sudah bangun ternyata putri Abi ya!"

Yulian menggendong Hafizha seraya mencubit hidungnya yang mancung. Lalu, Yulian membawanya kembali ke kamar untuk melakukan rutinitas pagi sebelum hari menunjukkan pukul tujuh. Karena jika sudah menunjukkan pukul tujuh, ia harus kembali mengerjakan pekerjaannya setiap hari. Yang dimulai dari ke swalayan toko untuk mengecek di sana, selanjutnya pergi ke butik untuk bertemu dengan Arumi, lalu setelah itu ia harus kembali ke kantor untuk melakukan pekerjaan di sana.

"Tidak, iza mau mandi ama Abi aja. Abi mau, kan?" rengek Hafizha dengan suaranya yang manja.

"Emm ... baiklah! Kalau begitu sekarang Hafizha mandi sama Abi. Let's go!"

Yulian menggendong Hafizha seraya menggelitiki perutnya. Sehingga membuat gadis kecil itu tertawa lepas_yang membuat Yulian ikut tertawa. Namun, dalam pikirnya kembali terbesit kenangan tentang wanita yang saat ini masih dirindukan kehadirannya, "Aisyah, andai kamu ada bersama kami. Pasti kamu akan ikut tertawa bahagia dengan kami. Aku merindukanmu, Aisyah."

Ingin rasanya Yulian menjerit, menumpahkan segala kerinduan terhadap Aisyah. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin ia lakukan_hanya akan membuatnya menjadi lelaki bodoh tanpa arah tujuan yang pasti. Sedangkan ia harus memberikan kenyamanan dan kebahagiaan kepada Hafizha_putri kecil yang malang.

"Abi, Iza boleh bertanya?"

Wajah polos Hafizha menatap lekat Yulian yang tengah memandikannya. Begitupun dengan Yulian yang ikut menatapnya dengan pikiran penuh tanda tanya. Lalu, Yulian pun bertanya kepada putri kecil berkulit putih dan berambut pirang itu, "Hafizha mau bertanya apa? Katakan saja!"

"Kapan Hafizha mendapatkan kasih sayang Umi? Hafizha pengen bertemu sama Umi, Abi." Celetuk Hafizha yang membuat kedua mata Yulian berembun.

Yulian sejenak terdiam_memikirkan jawaban apa yang hendak diberikan kepada Hafizha. Karena Yulian tahu Hafizha masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa dia tidak akan mendapatkan kasih sayang ibu untuk selamanya setelah kepergian dua sosok perempuan yang memang seharusnya memberikan kasih sayang tersebut.

"Ya Allah, bagaimana aku menjawab pertanyaan itu? Haruskah aku kembali membohongi anak kecil ini?" Ujar Yulian dalam hati seraya menatap lekat wajah polos Hafizha yang masih memandangnya.

"Abi kok diam?"

Hafizha kembali melontarkan pertanyaan_yang membuat Yulian tersadar dari bayangan Aisyah dan juga Khadijah. Lalu, Yulian menjawab pertanyaan Hafizha dengan lembut_sehingga akhirnya Hafizha pun mengerti. Meskipun dari dalam hatinya tidak ada niatan untuk membohongi Hafizha. Namun, mau bagaimana lagi_karena itu yang terbaik untuk saat ini.

****

Mobil telah dilajukan oleh Abdullah dengan kecepatan sedang. Begitupun dengan Yulian yang sedang menikmati perjalanan pagi itu di kota Edinburgh. Meskipun cuaca nampak mendung, tetapi itu tidak membuat Yulian menghentikan semua aktivitas yang dilakukan setiap hari_merebahkan tubuhnya atau bersenang-senang di rumah saja. Karena itu bukanlah sejatinya seorang Yulian. Apalagi saat satu bulan kehilangan Aisyah, Yulian hanya berkutat di kantor_menyibukkan diri agar tidak terus menerus mengingat bayangan semu Aisyah yang menari-nari dalam pelupuk matanya.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam. Ada apa kamu menelpon, Arumi?"

Dari seberang terdengar Arumi yang tengah menjelaskan permasalahan di butik melalui benda pipih yang masih melekat dalam genggaman Yulian. Dan setelah mendengarnya Yulian pun meminta Abdullah untuk mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di butik. Abdullah dan Yulian tidak membutuhkan waktu yang lama_sekitar lima belas menit mereka pun sampai di depan pelataran butik, lalu memarkirkan mobil di tempat parkir yang memang sudah disediakan.

"Kamu tunggu saja di sini! Setelah urusan saya selesai, saya akan segera kembali lalu, kita bisa melanjutkan perjalanan kita ke kantor."

"Baik, Yulian." Keduanya pun mengangguk pelan untuk memberikan saling menghormati satu sama lain.

Langkah Yulian pun dipercepat untuk segera menemui Arumi_yang memang diminta untuk menjaga butik di Edinburgh. Dan terlihat pintu ruangan Arumi telah terbuka dengan lebar, tetapi tidak kemungkinan Yulian akan masuk begitu saja ke dalam sana. Karena bagi Yulian itu tidak lah sopan, terutama Arumi adalah seorang perempuan yang saat ini sudah mengenakan pakaian yang tertutup_bahkan cadar hitam begitu melekat menutupi wajahnya.

Chapter 2

Yulian mengangguk-ngangguk pelan setelah mengerti penjelasan dari Arumi. Lalu, ia menghembuskan pelan nafasnya seraya menatap layar kaca yang sebagai dinding di butiknya. Pecah berah dan tidak dapat disatukan lagi, kecuali harus memperkerjakan seseorang untuk membenahi nya.

"Bagaimana? Apa kita harus melaporkan permasalahan ini?"

"Tidak, Arumi. Kita tutup saja kasus ini, biarkan saja baju gamis itu diambilnya. Toh, hanya satu potong baju yang hilang."

Yulian tersenyum tipis, tetapi Arumi tidak mau melihat senyum itu karena, ia tahu bahwa itu bukanlah hal yang wajib ia tonton. Apalagi saat Arumi sudah mempelajari islam, jadi ia tahu hal yang pantas untuk dilakukan sebagai seorang wanita terhadap lelaki yang bukan makhramnya.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Arumi. Semangat bekerja dan jaga diri! Jangan pikirkan hal itu tadi!"

"E ... Yulian!"

Langkah yang hendak dilakukan tiba-tiba terhenti. Lalu tubuh tegap Yulian kembali berbalik dan bertatap muka dengan Arumi yang masih berdiri mematung di sana.

”Iya, ada apa kamu memanggilku, Arumi?” tanya Yulian penasaran.

”Maaf sebelumnya jika aku lancang. Tapi ... apa kamu tidak ingin menikah lagi? Sudah hampir tiga tahun sepeninggalnya Aisyah ... kamu menjadi duda. Alangkah baiknya jika kamu menikah, agar Hafizha mendapatkan kasih sayang seorang ibu.”

”Menikah? Saya belum siap. Jika kasih sayang seorang ibu, insyaa Allah ... aku bisa memberikannya untuk Hafizha. Maaf Arumi, saya harus pergi.”

"Assalamu'alaikum," ucap slaam Yulian.

"Wa'alaikumsalam,"

Yulian melangkah menjauh menuju ke mobilnya yang terparkir di pelataran butik. Dan tidak lama kemudian mobil pun dilajukan dengan kecepatan sedang untuk menuju ke kantornya yang ia dirikan bersama Tristan_suami dari Arumi. Dan selama masih dalam perjalanan sedikit perbincangan pun dilakukan Yulian dengan Abdullah agar tidak termenung dalam keheningan.

"Abdullah, bagaimana kabar putra dan istrimu?" tanya Yulian yang duduk di bangku depan.

"Alhamdulillah, mereka baik. Ada apa, Yulian?"

"Syukurlah kalau kabar mereka baik. Sebenarnya tidak ada apa-apa juga Abdullah, hanya saja ... sebentar lagi Hafizha akan berulang tahun. Dan ingin rasanya saya mengundang kamu beserta anak dan istrimu." Senyum itu pun terlepas begitu saja dari bibir Yulian saat menatap Abdullah yang masih fokus dengan jalan raya yang cukup ramai.

"Kalau Anda inginkan mengundang kami, kami tidak akan kebertan. Justru kami merasa begitu senang jika, Anda tidak merasa jijik dengan kami." Abdullah begitu merendah.

"Oh tidak, Abdullah. Kenapa saya merasa jijik dengan kalian? Sungguh, itu bukan saya yang suka mempermasalahkan derajat seseorang. Karena di mata Allah kita semua sama-sama umatnya."

****

Tidak lama kemudian mereka pun akhirnya sampai di pelataran sebuah gedung yang dibangun dengan beberapa lantai. Begitu megah dan banyak sekali yang sedang berlalu lalang di sana untuk masuk dan mulai bekerja. Begitupun hal nya dengan Yulian, setelah turun dari mobil ia segera menuju masuk ke dalam kantor tersebut. Tetapi, sebelumnya ia berpesan kepada Abdullah sebelum menjauh pergi dari pandangan Abdullah.

"Abdullah, kamu boleh pulang sekarang untuk istirahat. Dan jemput saya seperti biasa, pukul empat sore."

"Baik, Yulian." Abdullah pun mengangguk mengiyakan pesan Yulian.

"Oh tunggu, Abdullah. Tolong nanti ajak Hafizha jika menjemput saya! Dan pastikan Dia sudah mandi."

"Baik, Yulian." Abdullah kembali mengangguk pelan.

Yulian pun melangkah dan sampai di dalam ia berjumpa dengan Tristan yang memang sudah datang lebih awal. Dan seperti biasa, mereka bertukar kabar serta hal lainnya sebelum pekerjaan dimulai. Karena jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Sedangkan jam kerja normal di perusahaan mereka dimulai tepat pukul delapan pagi. Yulian dan Tristan hanya tidak ingin menekan mereka semua yang bekerja di perusahaan mereka. Harusnya rasa terima kasih lah yang mereka ucapkan terhadap karyawan maupun karyawati yang setia bekerja dengan mereka sampai perushaan itu maju.

"Yulian, bagaimana dengan lanjutan kerja sama kita dengan perusahaan Tuan Fahri?"

"Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan lancar. Bahkan kita bisa memulai pembangunan satu minggu lagi." Jelas Yulian dengan menampakkan senyum bangga.

"Alhamdulillah kalau begitu. Bersyukur sekali aku dapat dipertemukan dengan partner sepertimu, Yulian."

Yulian hanya tersenyum untuk membalas ucapan rasa syukur dan ungkapan kekaguman dari Tristan terhadap dirinya. Karena Yulian juga tidak ingin berlaku sombong terhadap sahabatnya sendiri. Hanya netralisasi terhadap siapapun yang mengenalnya. Namun, di sela-sela percakapan mereka lontaran pertanyaan dari Tristan seketika membuat Yulian terdiam tnpa sepatah kata pun.

"Yulian, mengapa kamu hanya terdiam? Apa kamu tidak menginginkannya? Sedikit lah berbelas kasih terhadap putri kecilmu."

"Maaf Tristan, aku tidak pernah memikirkan tentang hal itu. Saya permisi! Assalamu'alaikum,"

Yulian pergi begitu saja tanpa menatap ke arah Tristan. Sedangkan Tristan, ia menatap punggung Yulian yang semakin tak terlihat dalam pandangannya. Dan terbesit pertanyaan dalam hati Tristan, "Mungkin kah sesulit itu kamu melupakannya? Sungguh, aku merasa kasihan kepadamu, nak."

*****

Jam dinding yang berdetak begitu cepat memutarkan waktu. Di mana kini sudah menunjukkan pukul empat sore, dan semuanya yang bekerja di perusahaan itu bersiap untuk kembali pulang menemui keluarga kecil mereka. Dan saat Yulian melintas di hadapan beberapa karyawati_tak hentinya karyawati tersebut membincangkan Yulian yang masih memiliki kharismma, bak anak muda. Meskipun saat ini kerap dibilang Yulian telah menduda. Namun, dirinya memiliki ketampanan yang membuat wanita manapun jatuh hati saat menatapnya.

"Walaupun pak Yulian dibilang sudah tidak muda lagi, tapi wajahnya yang rupawan membuat hati ini luluh! Iya kan, Alina?" bisik Ratu kepada Alina sahabatnya.

"Iya, Lin. Kamu memang benar, jadi tak salah jika kedua putra lelakinya memiliki ketampanan seperti Pak Yulian." Ungkap Alina mengiyakan.

"Awas! Hati-hati saja kalau sampai terdengar pak Yulian. Pasti kalian langsung dipecat dari perusahaan ini."

Tiba-tiba ucapan itu membuat Alina dan Ratu seketika terdiam saat membicarakan Yulian. Lalu, mereka pun menoleh ke arah pemilik suara yang sudah membuyarkan tatapan mereka terhadap Yulian. Dan setelah mengetahui siapa yang berada di samping mereka, mereka pun hanya tersenyum cengengesan. Entah merasa malu? Atau sudah dibuat kikuk atas perbuatan mereka?

"Maaf Pak Tristan, kami tidak bermaksud seperti itu. Kalau begitu kami permisi dulu!"

Tristan pun tersenyum setelah dua perempuan yang mengagumi sahabatnya itu pergi dan enyah dari pandangannya. Lalu, dalam hatinya pun berkata, "Kamu memang mudah menjatuhkan hati seorang perempuan, tapi kamu juga sulit untuk membuka hatimu kembali."

*****

"Abii..."

Hafizha berteriak kencang memanggil Yulian seraya berlari menghampiri Yulian yang masih berdiri tegap di atas anak tangga bagian luar perusahaan tersebut. Dan setelah menyadari kehadiran sosok bidadari kecilnya, ia pun melukis kan senyum yang merekah. Dan ia pun duduk berjongkok menjajarkan tubuhnya dengan Hafizha seraya melentangkan kedua tangannya.

"Hap,"

Tubuh mungil itu pun masuk ke dalam pelukan Yulian. Lalu, Yulian merengkuhnya dalam gendongan. Dan Yulian membawa Hafizha menuju ke mobil kembali seraya mendengar celoteh girang dari sang bidadari kecil yang tiada hentinya. Dan itu membuat Yulian tersenyum sepanjang jalan saat mendengar kelucuan nada bicara Hafizha yang imut.

"Apakah aku harus menggantikannya? Tidak, Yulian. Dia hanya satu dan tidak akan pernah terganti oleh siapapun."

Yulian menepiskan ucapan dari Tristan yang masih terngiang dalam pikirnya. Dan saat Yulian memikirkan tentang itu, bayangan Aisyah tiba-tiba terus menari-nari dalam pelupuk matanya. Hingga sukses membuat Yulian kembali melakukan kesetiaan itu hanya untuk Aisyah_cinta pertama dan terakhirnya. Namun, perasaan itu sangat memilukan jika mengingat Aisyah yang tidak akan pernah kembali untuknya.

"Aku hancur mengingat hal itu Aisyah. Apa kamu tahu jika aku rapuh tanpamu?"

Hati Yulian kembali merapuh saat mengingat kenangan indah bersama Aisyah. Luka yang terkuak membuat Yulian hanya terdiam setelah putri kecilnya tertidur dengan sendirinya. Hanya senyum tipis yang terlukis di bibirnya saat netranya menatap wajah polos Hafizha yang berada dalam pangkuan.

Chapter 3

Langit yang terlihat mendung sedari tadi pagi akhirnya kini turun juga. Mengguyur kota Edinburgh sekaligus menyejukkan hati Yulian saat merasa sepi. Bahkan ia merasa saat itu Aisyah berada di sampingnya seperti hujan yang menemaninya saat perjalanan menuju pulang. Hatinya begitu terasa tenang yang dipenuhi dengan kedamaian.

"Abdullah, sepertinya ada yang membutuhkan bantuan."

Yulian menatap ke arah tepi jalan_terlihat di sana ada seorang wanita yang tengah berdiri di bawah lebatnya hujan. Sehingga membuat Yulian merasa iba dan ingin membantu wanita tersebut dengan mengajak wanita masuk ke dalam mobil mewahnya. Begitupun dengan Abdullah yang mengikuti perintah Yulian sebagai bos nya. Mobil berhenti saat sudah berada di tepi.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

"Maaf, bukan saya bermaksud lancang. Tapi, sebaiknya Anda masuk ke dalam mobil saya saja. Tidak baik jika, berada di bawah hujan yang lebat seperti ini."

"Tapi ...."

Wanita itu menghentikan ucapannya seraya menatap Yulian curiga dan manyapu di sekelilingnya untuk memastikan. Dan disaat itu Yulian seperti merasa sudah membaca pikiran wanita tersebut. Sehingga Yulian segera mengatakan hal yang membuat wanita itu merasa yakin bahwa Yulian tidak memiliki niat jahat terhadapnya sedikitpun. Setelah merasa yakin wanita itu pun masuk ke dalam mobil dan duduk di bagian bangku depan_dekat Abdullah.

Deg...

Tiba-tiba hati wanita itu berdenyut.

"Maaf, sebenarnya Anda mau kemana?"

"S ... saya ... saya sendiri masih bingung untuk mencari tempat menginap. Karena ... saya baru pindah."

Wanita itu menjawab Yulian dengan tetap menundukkan kepalanya. Terlihat begitu sopan_cadarnya hitam itu pun masih melekat di wajahnya dan menutupi. Hanya sepasang mata yang mampu dilihat semua orang. Namun, Yulian tidak ingin menatap wanita itu bahkan memandangnya pun Yulian tidak memberanikan diri. Karena ia menjaga kesucian seorang wanita, terutama saat mengingat Aisyah yang bercadar.

"Maaf untuk kesekian kali, tapi ... bagaimana jika Anda ikut dengan saya? Ya ... sebelum Anda mendapatkan tempat tinggal yang pasti untuk dijadikan tempat pulang."

"Tapi ... saya juga tidak akan memaksa Anda untuk ikut dengan saya."

Hening....

Begitu terasa hening_terlihat wanita itu tengah berpikir setelah mendengar tawaran Yulian. Karena wanita itu kembali merasa ragu saat menatap wajah polos Hafizha yang masih tertidur pulas dari kaca spion. Ada rasa sakit, ragu dan hal yang lain beradu menjadi satu dalam diri wanita itu.

"Jangan takut! Saya tidak akan melakukan kejahatan yang akan melukai Anda."

”Saya tahu. Tapi ... bagaimana dengan istri Anda? Karena saya tidak mau dicap sebagai perebut suami orang nantinya.” pekik Khaira.

”Kamu tenang saja, istri saya tidak akan cemburu.”

"Baiklah! Saya akan ikut dengan Anda. Dan setelah saya mendapatkan tempat tinggal maka, saya akan segera pergi dari rumah Anda."

"Tapi maaf, bolehkah saya mengetahui nama Anda?"

"Nama saya, Khaira." Jawab wanita itu singkat.

Ya ... wanita itu adalah Khaira yang baru pindah dari sebuah desa di kota Edinburgh. Namun, saat perpindahan itu ia lakukan justru hujan lebat menghentikan langkahnya untuk mencari tempat berteduh dengan nyaman. Hingga akhirnya sore itu Khaira dipertemukan dengan Yulian yang baik hati, royal dan selalu sopan. Aku rasa ... Khaira beruntung sore itu.

****

Beberapa jam kemudian akhirnya mereka sampai di kediaman Yulian. Dan laju mobil yang membawa rombongan berhenti saat berada di depan rumah lalu, Yulian meminta Khaira untuk turun dan ikut masuk bersamanya. Sedangkan Abdullah, ia masih memiliki tugas yaitu, memarkirkan mobil ke dalam garasi.

"Saya akan mengantarkan Anda ke kamar tamu. Tapi sebelumnya saya harus menidurkan putri saya terlebih dahulu."

"Emm...." Khaira mengangguk pelan.

Khaira tetap setia berdiri_menunggu Yulian kembali menghampirinya. Dan tidak lama kemudian Yulian pun datang lalu, berjalan untuk menunjukkan kamar tamu kepada Khaira. Begitupun dengan Khaira yang mengekori Yulian.

"Anda bisa beristirahat di kamar ini. Silahkan!"

Khaira hanya mengangguk pelan mengiyakan_mengerti apa yang dimaksud oleh Yulian. Setelah menunjukkan kamar tersebut, Yulian pun pergi meninggalkan Khaira. Sedangkan Khaira, ia menekan pelan gagang pintu kamar itu lalu, membukanya. Hatinya merasa teriris dan tersayat-sayat dari belati tajam saat menyapu sekeliling kamar itu.

"Terima kasih, Ya Allah!"

Entah sejak kapan Khaira mengucurkan air bening dari sepasang matanya. Entah, apa Khaira tengah meratapi kesedihan? Atau ada hal yang lain? Baca terus ya kelanjutannya!

Khaira merasa kedinginan, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mandi dan berganti pakain yang tidak terbasahi dari derasnya hujan sore itu. Khaira tidak ingin berlama di dalam kamar mandi, karena baginya itu adalah sebuah larangan dari Allah SWT untuk umat-Nya.

"Alhamdulillah,"

Akhirnya suara adzan maghrib telah menggema di telinga Khaira. Lalu, ia memutuskan untuk segera menghadap sang Pemilik Kuasa dalam peraduannya. Dengan khusu' Khaira melakukan kewajiban sebagai muslim. Dan di penghujung sholatnya ia tidak lupa berdzikir_melantunkan doa untuk meminta ampunan dari Tuhan atas segala dosa yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia.

*****

"Tok ... tok ... tok." Pintu diketuk pelan.

Yulian yang mendengarnya pun mengernyitkan alisnya, lalu ia memutuskan untuk menghentikan bacaannya dan membuka pintu kamarnya yang sudah diketuk beberapa kali. Entah siapa yang berada di luar sana.

"Ada apa, Abdullah?"

"Maaf jika saya mengganggu, tapi ini sudah waktunya jam makan malam. Karena disini saya hanya mengingatkan."

"Oh, baiklah Abdullah. Mintalah Khaira untuk ikut bergabung makan malam." Senyum tipis terukir di bibir Yulian.

"Tapi...."

Pintu keburu ditutup rapat oleh Yulian sebelum Abdullah melanjutkan ucapannya. Dan hanya hela nafas pelan yang dapat Abdullah lakukan. Lalu, Abdullah pergi meninggalkan kamar Yulian dan memutuskan untuk pergi ke kamar Hafizha sekedar menengok.

"Paman, masuklah!"

"Baiklah!"

Abdullah memasang wajah ceria dengan senyum di bibirnya, lalu ia menuruti setiap ocehan gadis kecil itu. Karena sebelum adzan berkumandang Hafizha sudah terbangun dan bahkan ia melakukan sholat saat tiba waktunya sholat maghrib. Begitulah Yulian mendidik dan mengajarkan Hafizha tentang islam, meskipun Hafizha masih terlalu kecil, tapi ajaran itu justru bagus saat usianya masih belia.

****

Aroma dari arah meja makan begitu menyengat hidung saat menghirup udara yang keluar dari sana dan udara itu melintas di hadapan Yulian. Sehingga Yulian begitu menikmati aroma tersebut sebelum melihat bagaimana rupa masakannya.

"Harum sekali! Tak sabar rasa ingin segera memakannya." Yulian tersenyum sungging.

Sejenak kisah antara Yulian dengan bayang-bayang Aisyah terlintas dalam angan. Masih jelas teringat setiap masakan yang membuat Yulian merasa penuh khidmat dan merasa kenyang, walaupun itu masakan sederhana yaitu, sayur asem dan tempe goreng.

"Ya Allah, aku kirimkan doa kepadanya atas rinduku ini. Semoga kamu tenang di surga sayang."

Lamunan Yulian terbuyarkan setelah mendengar gelagak tawa dari kamar Hafizha. Dan Yulian memutuskan untuk pergi ke sana lalu, mengajak Hafizha dan Abdullah makan malam bersama. Begitulah Yulian memerlakukan sopir dan juga baby sister yang menjaga Hafizha_tidak ada hal yang dibeda-bedakan dalam hal apapun terutama, makanan.

”Yulian!” panggil Abdullah.

”Hmm,” hanya jawaban ambigu yang Abdullah dengarkan.

”Kenapa kamu tidak menikah lagi saja? Sepertinya ... Khaira masih sendiri, pasti cocok denganmu.” Celetuk Abdullah.

”Tidak ada yang cocok denganku, karena hanya Aisyah lah yang tertanam di hati ini. Sudah, jangan bahas hal konyol seperti ini!”

Yulian meninggalkan Abdullah begitu saja dan ia melangkah menuju ke arah ruang makan, dan di sana sudah berjejer beberapa hidangan makanan tanpa adanya tutup saji, sehingga aroma masakan sangat menguar ke udara.

****

"Harum sekali makanannya!" puji Yulian saat berada di meja makan.

"Alhamdulillah,"

Deg....

Yulian tercekat, hanya menelan salivahnya sendiri setelah mendengar suara yang sebelumnya belum ia dengar saat pusat suara itu masih berperang di dapur. Ingin rasanya ia memastikan siapa pemilik suara itu, tapi ada rasa takut jika, itu adalah Khaira.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!