Diam-diam Khaira tersenyum sesaat, ketika mendengar pujian Yulian terhadap beberapa masakan yang ia hidangkan di atas meja makan. Dan saat Khaira bertanya kepada Yulian, ia tampak menelan salivahnya sendiri_malu itu sudah pasti dirasakan oleh Yulian saat itu.
"Emm ... maaf, apakah Anda yang sudah memasak semua ini?" tanya Yulian dengan penuh hati-hati.
"Emm ... i ... iya. Tapi maafkan saya, karena saya tidak bermaksud lancang. Saya ...."
Khaira menundukkan kepalanya, rasa takut terhadap Yulian pun menyelimuti dirinya. Yah, Khaira takut jika Yulian marah kepadanya dan akan mengusirnya malam itu juga. Sedangkan malam itu sudah menunjukkan tepat pukul tujuh malam_hujan yang melanda malam itu juga belum reda. Dan Khaira begitu takut jika Yulian akan benar-benar marah lalu, mengusirnya_membuatnya merasa bingung hendak pergi kemana untuk berteduh di kala hujan dan malam tengah menerpa.
"Anda tidak bersalah, justru saya akan berterimakasih kepada Anda karena sudah berbuat baik kepada keluarga saya."
Yulian memberanikan diri untuk memandang Khaira, wanita yang selalu menundukkan kepalanya saat berhadapan dengan lelaki yang baginya bukan halal untuk dipandang. Namun, saat itu keduanya tidak sengaja sama-sama memandang_tatapan mereka sejenak terkunci. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama, karena keduanya saling mengalihkan pandangan masing-masing.
Haduh Yulian ... kenapa sih malu-malu sama neng gelis satu itu... wkwkwk.
Hening....
"Ayo segera makan saja! Abdullah, kamu memimpin baca doa dulu, gih!"
Yulian mengangkat suaranya untuk memecahkan keheningan. Tetapi, saat Yulian memerintah Abdullah, justru itu membuat kekonyolan yang membuat Hafizha terkekeh. Dan ketika Yulian menyadarinya, ia hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Abi, biacanya kan, Abi cendili yang memimpin. Kok, Om Abdullah?"
Deg....
"Iya ya, kenapa aku bisa lupa? Apa ... aku sudah pelupa?" batin Yulian.
"E ... Abi ... suaranya serak sayang, jadi biar Om Abdullah saja yang baca doa nya."
"Emang Abi batuk? Pelacaan tadi tidak apa-apa?"
"E ... batuknya tiba-tiba saja datang Izha, jadi biar paman Abdullah ya!"
Sungguh alasan yang tidak modis itu namanya Yulian....
Dan perdebatan kecil pun telah usai. Kini, acara makanalam telah dilakukan dengan lancar dan seperti biasa_tidak ada suara apapun di meja makan.
Di atas balkon, seperti biasa Yulian memandangi langit di kala malam. Dan tepat malam itu hujan masih belum juga reda, yang membasahi seluruh kota Edinburgh. Sama halnya dengan Yulian, seakan hujan mengerti bagaimana hati Yulian malam itu. Kerinduan yang dalam kembali mencuak dalam hatinya, bayangan Aisyah kembali menari-nari dalam pelupuk matanya.
"Ya Allah, andai Engkau ijinkan aku bertemu dengannya kembali ... meskipun itu hanya di dalam mimpi, tak apa. Rindu ini ... sungguh menyiksa diri ini Ya Allah."
Perlahan mata Yulian mengembun, tetapi kesedihan di dalam hati segera ditepis kannya, karena ia tidak ingin jika, Yulian akan membuat anak-anaknya bersedih. Meskipun hatinya masih merasakan rapuh, ia tetap berusaha tegar.
Khaira ... malam itu semua lampung sudah dipadamkan karena, hari sudah larut malam. Semua orang pun merebahkan dan mengistirahatkan tubuh mereka di atas kasur yang nyaman. Namun, tidak dengan Khaira dan Yulian.
"Kenapa aku tidak melihat Aisyah di rumah ini? Kemana Dia?" batin Khaira.
Khaira berdiri dan menatap lekat foto berbingkai yang menempel di dinding ruang keluarga. Rasa penasaran menyelimuti dirinya saat menyadari bahwa sosok Aisyah tidak berada di rumah megah Yulian. Di sana, Khaira mengagumi foto Aisyah yang begitu cantik dengan gamis dan juga cadar yang setia menutup auratnya.
"Aku ingin sepertimu, Aisyah. Tapi ... pasti itu mustahil. Kamu terlalu sempurna, sedangkan aku ... buruk di mata siapapun." Batin Khaira.
Siapa Khaira? Apa sebelumnya sudah mengenal Aisyah? Pasti pembaca sedang ikut berpikir nih! Hi... Hi....
Sepasang mata lentik Khaira tak teralihkan, masih memandang berapa cantiknya Aisyah. Rasa kagum dan penasaran ikut berkecamuk di dalam hatinya.
Yulian merasa dirinya lelah, lelah dihantui oleh rasa rindu yang membuncah, tetapi tidak dapat diobati dengan sebuah pertemuan. Mustahil, jika pertemuan itu terjadi di dunia, hanya melalui mimpi mereka akan bertemu, itupun jika Allah meridhoi nya. Perlahan langkah kaki Yulian menuju ke ruang keluarga, ingin rasanya ia menatap lekat gambar yang menempel di dinding rumahnya. Namun, seketika langkah itu terhenti di balik tembok yang memisahkan antara ruang keluarga dengan tangga.
"Bukankah ... itu seperti, Khaira? Tapi, apa yang dilakukannya di sana?"
Rasa penasaran tentang Khaira pun bergejolak, ingin rasanya Yulian melangkah dan menghampiri Khaira untuk bertanya kepada wanita bercadar itu.
"Ehm...." Yulian berdehem.
Khaira yang mendengar suara Yulian seketika terkejut. Menundukkan pandangannya karena merasa malu, tetapi tidak berlangsung lama Khaira mengeluarkan suaranya. Menjelaskan apa yang dilakukannya di sana kepada Yulian, agar tidak salah paham antara dirinya dengan sang pemilik rumah yang keren, lelaki yang sudah memasuki umur sekitar 35 tahun itu, tetapi tidak terlihat terlalu tua dan tetap memiliki kharismatik seorang lelaki gentleman.
"Maafkan saya ... saya tidak bermaksud ...."
"Tidak apa-apa. Mungkin ... kamu hanya memiliki rasa penasaran saja tentang wanita yang ada di foto itu, bukan?"
Sejenak Khaira mengangkat kepalanya pelan, mencoba memandang ke arah di mana Yulian berdiri tepat di sampingnya. Hati Khaira sejenak berdenyut, merasakan entah itu apa rasanya. Haya penulis dan Khaira lah yang mengetahui persis bagaimana perasaan Khaira malam itu.
"Deg..."
"Kamu? Apa artinya Dia merubah panggilan itu dengan kamu? Dan bukan Anda?" batin Khaira.
Karena merasa sedang diamati oleh Khaira, Yulian mencoba membalas pandangan itu. Dan sejenak tatapan mereka terkunci. Namun, tak berlangsung lama mereka segera mengalihkan pandangan masing-masing, yang entah itu memandang apa. Seperti Yulian yang kembali menatap foto cantik Aisyah dan sedangkan Khaira, ia memandang sebuah foto keluarga besar Yulian yang berbingkai kecil.
"Bolehkah saya bertanya?"
"Mau ... bertanya apa?"
"Dimana wanita ... yang ada di foto itu?" tanya Khaira pada akhirnya. Karena rasa penasaran tak dapat ia tahan lagi.
"Deg ..."
Hati Yulian seakan berhenti. Sepasang mata hitam pekat itu telah mengembun, tetapi seketika tertahan kembali, karena Yulian tidak ingin jika Khaira menyaksikan pahitnya kehilangan istri yang dicintainya. Sedangkan Yulian tahu benar bagaimana tugasnya akan tetap berlanjut menjadi seorang ibu dan juga ayah untuk Hafizha.
Hening...
"Maaf jika ... pertanyaan saya mungkin saja..."
"Kamu tidak salah apa-apa. Panggil saja aku ... Yulian, tapi itu jika kamu mau. Dan aku akan memanggilmu Khaira, jika kamu mengijinkan." Lanjut Yulian sebelum kalimat Khaira diselesaikan.
'Oh Yulian, mungkinkah hatimu sudah mulai membuka hati untuk seorang wanita?'
Khaira terdiam, mencoba merangkai jawaban yang harus diberikan kepada Yulian. Entah persetujuan atau penolakan? Dan ... akhirnya Khaira pun memberikan jawaban sekaligus pertanyaan yang membuat Yulian menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
"Saya mengijinkan Anda memanggil nama saya, dan saya juga memberikan persetujuan itu kepada Anda, Yulian. Tapi ... bolehkah saya bertanya?" Khaira menundukkan pandangannya.
"Silahkan!"
"Apakah wanita itu ... istri kamu? Lalu, dimana Dia sekarang? Kenapa saya tidak melihatnya di rumah ini?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari Khaira.
Yulian menghela nafasnya, lalu tersenyum kecut dengan wajah sedikit muram.
"Benar ... wanita itu adalah istriku. Tetapi ... Allah lebih menyayanginya daripada aku, suaminya." Yulian membayangkan wajah cantik Aisyah.
"Deg ..."
Hati Khaira benar-benar hancur mendengar kata itu dari bibir Yulian. Tubuhnya bergetar hebat, ingin segera ia meluruh ke bawah, tapi itu tidak mungkin jika dilakukan di hadapan Yulian. Sedangkan Yulian tidak mengenal siapa sebenarnya Khaira.
"Apa ... itu ... artinya Dia sudah meninggal?" tanya Khaira sekedar memastikan.
Hanya anggukan pelan yang mampu diberikan Yulian sebagai jawaban pasti kepada Khaira. Dan ... Khaira tidak mampu lagi menahan kesedihan yang benar-benar menghancurkannya, hingga tanpa sadar air bening keluar begitu saja dari pelupuk matanya.
Hayo ... Khaira, kenapa tidak bisa sih, menahannya di kamar saja? Bagaimana jika Yulian tahu?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments