Perasaan Khaira begitu hancur mendengar kabar kematian Aisyah. Dadanya terasa sesak, seakan sulit untuk bernafas. Derai air mata tak mampu dibendung lagi, cadar hitamnya pun basah karena air bening itu terus berkucur bak air sungai. Dan kesedihan tidak mampu ditahan lagi meskipun Khaira tahu Yulian masih berdiri di sampingnya.
"Ada apa dengan kamu, Khaira?"
Pertanyaan itu pun terlontar dari Yulian setelah melihat tubuh Khaira meluruh dan duduk tersimpuh dengan tubuh tidak keberdayaan. Tangis Khaira yang menderu mampu didengar oleh Yulian. Dan Yulian merasa khawatir dengan Khaira yang tiba-tiba bersedih seperti orang hilang akal.
"Kenapa kamu menangis seperti itu, Khaira? Apa kamu mengenal istri saya sebelumnya?" pertanyaan Yulian begitu menohok.
"Deg..."
Seketika tangis Khaira mereda, bahkan air mata yang membasahi pipi dan cadarnya seketika ia serka setelah mendengar pertanyaan Yulian yang membuatnya tersadar akan sesuatu hal.
"E ... bukan seperti itu. Sa ... saya hanya penggemar saja." Jawab Khaira dengan gugup.
"Oh ... seperti itu ternyata. Sudahlah, kamu tidak perlu bersedih lagi. Lupakan saja tentang Aisyah, doakan semoga Dia tenang di sana." Senyum ketegaran kembali tersungging dari bibir Yulian.
"Emm...." Anggukan pelan dilakukan oleh Khaira untuk mengiyakan permintaan Yulian.
--------
Tepat jam 03.00 pagi Yulian terbangun untuk melakukan sholat sunnah yang seringkali ia kerjakan setiap malam. Setelah itu, tidak lupa pula Yulian membaca mushaf sebelum adzan subuh berkumandang dengan indah. Saat dipertengahan Yulian membaca mushaf tiba-tiba ia merasa haus, tulang kerongkongan tenggorokan serasa begitu kering. Sehingga ia harus beranjak dari tempat ternyaman nya untuk menuju ke dapur dan mengambil air minum.
"Suara itu ... milik siapa?"
Yulian mengerutkan alisnya, telinganya begitu tajam saat suara seseorang tengah membaca ayat-ayat suci Al-Quran dengan indah dan merdu. Yulian menelusuri pemilik suara itu, entah dimana? Bahkan Yulian lupa dengan tujuan utama menuju ke dapur.
"Kenapa suara itu dari kamar Khaira? Mungkinkah ... Khaira yang sedang membaca?"
Yulian berdiri tepat di depan kamar Khaira, tanpa sengaja pintu kamar itu tidak terkunci dan tidak pula ditutup dengan rapat. Sedikit terbuka, sehingga Yulian mampu menangkap siapa pemilik suara itu.
Awas loh Yulian ... nanti bintitan kalau ngintip. Wkwkwk.
"Subhanallah, keindahan itu ... ternyata milik Khaira. Betapa merdunya Ya Allah." Rasa kagum pun tertanam dalam hati Yulian.
Tuh kan ... awas nanti jatuh cinta loh Yulian. Ha... ha...ha....
Setelah melihat Khaira selesai mengaji dan melepas mukena yang masih menempel di tubuhnya, Yulian sesegera mungkin pergi dari sana. Ada rasa takut jika ia akan ketahuan oleh Khaira karena sudah mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka.
"Yulian, ada apa denganmu? Ah tidak, tidak bisa seperti ini!" Yulian bertanya di dalam hati dan mengusap gusar wajahnya.
Kaki kembali dilangkahkan menuju ke dapur, lalu segelas air putih telah menyegarkan kerongkongan tenggorokan Yulian. Setelah usai dari dapur, Yulian memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
"Bruk!"
Tanpa sengaja Yulian menabrak tubuh Khaira yang hendak menuju ke dapur. Cukup keras tabrakan itu dilakukan, sampai-sampai tubuh Khaira terjatuh di lantai.
"Aduh." Khaira mengaduh lirih, tetapi masih didengar oleh tajamnya telinga Yulian.
"Maafkan saya, Khaira. Saya ... tidak sengaja." Yulian gugup.
Yulian yang masih berdiri suskes dibuat bingung dengan sikap yang harus dilakukan terhadap Khaira. Di dalam hati memiliki keinginan untuk membantu berdiri, tetapi ia jiga merasa tidak enak jika akan menyentuh Khaira. Sedangkan ia tahu Khaira wanita yang menjaga pergaulan, aurat dan pandangan.
"Biar saya bantu!"
Akhirnya, Yulian mengulurkan tangannya dihadapan Khaira. Tanpa sengaja pula mata Yulian sukses mengunci sepasang mata kecoklatan milik Khaira. Sehingga keduanya saling bertatapan, tapi tidak berlamgsung lama.
"Maaf, saya bisa sendiri." Khaira kembali menundukkan pandangannya.
Yulian melihat Khaira berdiri dengan segera. Meskipun terlihat tidak susah saat kembali berdiri, tetapi Yulian merasa begitu bersalah dengan tindakannya yang begitu bodoh.
Lah ... kan, jadi salah tingkah dan grogi.
"Saya permisi dulu!"
"Akh iya, silahkan!"
Khaira berjalan di hadapan Yulian begitu saja tanpa melihat bagaimana ekspresi wajah Yulian saat itu di bawah sinar lampu yang sengaja dinyalakan oleh Yulian saat mengambil air minum di dapur. Begitu hal nya dengan Yulian, karena merasa malu ia pun segera beranjak dari dapur dan kembali ke kamar.
Yulian terdiam saat berada di dalam kamarnya. Memikirkan kebodohan yang sudah dilakukannya. Ingin rasanya ia bersembunyi dibalik tembok yang tinggi dan besar dari bayangan Khaira. Tapi ... itu tidak mungkin, karena ia tidak ingin menjadi lelaki yang pengecut, yang hanya mampu merutuki kebodohan semata.
"Tidak. Lupakan kejadian bodoh itu, anggap saja ... itu kecelakaan yang tidak disengaja." Yulian mengangguk pelan.
Tidak lama kemudian adzan subuh telah terdengar, membuyarkan lamunan Khaira saat berada di dapur.
"Sudahlah Khaira, ini keputusanmu. Kamu harus segera pergi dari rumah ini, karena ada rasa tidak pantas untuk tetap bertahan di sini." Khaira bermonolog dalam hati.
Khaira segera beranjak dari dapur menuju kembali ke kamarnya. Lalu mengambil air wudhu untuk segera melakukan kewajiban seorang muslim. Begutipun halnya dengan Yulian, ia melakukan hal sama seperti Khaira. Dan ... baru kali pertama Hafizha terbangun untuk melakukan sholat subuh. Bahkan dihujung sujudnya Hafizha berdoa dengan khusu' kepada Allah. Meskipun cara bicaranya masih belum terdengar jelas, tetapi Allah pasti tahu dan mendengar apa yang dilangitkan oleh seorang bocah yang tidak memiliki dosa itu.
-------
Bau harum masakan begitu menyengat hidung bagi setiap penghuni di rumah megah milik Yulian. Sehingga menggugah selera untuk segera melakukan sarapan pagi bersama. Tetapi, Yulian hanya ingin sekedar memastikan dari mana arah harumnya masakan itu yang begitu menyengat. Karena ia tidak mau jika perutnya kecewa jika, itu hanya aroma yang lewat saja.
"Assalamu'alaikum, sudah bangun?"
Suara lembut Khaira menyapa Yulian di pagi itu. Membuat Yulian terkejut dengan apa yang dilihatnya. Yah ... bukan suara Khaira yang membuat Yulian terkejut, melainkan beberapa masakan yang sudah tersaji rapi di atas meja makan.
"Terlihat begitu lezat. Baunya pun harum membuat cacing diperut ku meronta-ronta meminta jatah makan pagi." Batin Yulian.
"E ... bagaimana cara aku menyapanya? Haruskah aku memanggil dengan Mas terlebih dulu? Atau langsung memanggil namanya?" Khaira bermonolog di dalam hati saat melihat Yulian sedang diam.
Hening....
"Prak!"
Suara entah apa itu telah berhasil memecahkan keheningan di antara keduanya. Seketika Yulian merasa kaku setelah menyedari ada Khaira di sana. Bibirnya begitu kelu untuk berucap sekedar menyapa. Karena kejadian malam itu masih memutar di otaknya.
"Maaf jika saya memasak lagi!" ujar Khaira memecahkan keheningan yang kembali terjadi.
"Akh iya, tidak apa-apa. Saya ... kembali berterimakasih karena kamu sudah mau memasak pagi ini."
"Dan saya juga ... mau berterimakasih kepada kamu ... karena, sudah mau menampung saya di rumah ini."
"Akh iya, tidak masalah."
"Dan saya ... akan pergi dari sini hari ini juga."
Seketika suasana kembali hening. Dan entah kenapa Yulian merasa tidak rela jika Khaira pergi dari rumahnya. Tapi ... entahlah! Yulian tidak ingin memaksa Khaira dengan alasan yang tidak jelas agar Khaira tetap bertahan di rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments