Bukan Penggoda
"Sayang, ayo kita sarapan." Suara lembut dan napas hangat membuat Lala terbangun dari tidurnya. Senyum indah mengembang di bibirnya sebelum kedua matanya terbuka. Sentuhan tangannya yang dingin memang selalu bisa membuat ketenangan di dalam hati Lala. Suaranya yang lembut membuat Lala merasa nyaman.
"Mas, aku masih ngantuk," rengek Lala sambil mengalungkan kedua tangannya di leher pria yang kini ada di hadapannya.
Kecupan manis mendarat di pucuk kepala Lala. Pria yang biasa di sapa Mas Rama itu mengusap lembut pipi sang kekasih.
"Sudah jam 8." Ia menunjuk jam yang ada di pergelangan tangannya. Wajahnya sudah segar. Penampilannya sudah rapi. Aroma sabun dan sampo masih bisa tercium dengan jelas.
"Tapi, ini kan hari Minggu." Lala terlihat menolak untuk bangun karena kedua matanya masih mengantuk. Di tambah lagi ini hari libur. Jarang-jarang ia bisa bermesraan dengan sang kekasih seperti ini. Maunya di tempat tidur saja tanpa mau turun ke lantai.
"Cepat mandi, Lala. Mas, harus pergi karena ada janji sama klien. Nanti malam mas temani lagi," bujuknya dengan tatapan penuh arti.
Lala mengeryitkan dahinya. "Hari minggu gini kerja?" protes Lala kurang setuju.
"Hmm," gumam Rama sebelum menjauh dari wajah Lala. Ia duduk di pinggiran tempat tidur sambil mengotak-ngatik ponselnya. Sedangkan Lala beranjak dengan wajah yang malas. Ia menjatuhkan kepalanya di pundak kiri Mas Rama dan memasang wajah manja. Sesekali melirik ponsel pria itu walau sebenarnya ia tidak kunjung berhasil membaca isi chatnya.
"Mas, aku pengen jalan-jalan. Kira-kira rapatnya sampai jam berapa? Aku boleh ikut?" rengek Lala tidak mau di tinggal. "Aku gak akan merepotkan. Mungkin aku bisa belanja atau makan sambil nunggu mas. Seperti biasa."
"Jalan-jalan? Ke mana?" Rama mengeryit. Sepertinya pria itu setuju.
Wajah Lala berseri. Dari ekspresi Rama terlihat jelas kalau pria itu mau membawanya jalan-jalan hari ini.
"Ke-"
Belum sempat Lala menjawab tiba-tiba ponsel Rama berdering.
"Sebentar ya sayang ...." Pria itu berdiri dan berjalan ke jendela untuk mengangkat panggilan masuk di ponselnya.
"Ya, baiklah aku akan segera ke sana." Wajah Rama terlihat panik dan khawatir. Pria itu segera memasukkan ponselnya ke saku dan mendekati Lala yang masih duduk di atas tempat tidur.
Lala juga tidak kalah panik ketika melihat ekspresi Rama yang berubah panik seperti itu.
"Ada apa, Mas?"
"Mama masuk rumah sakit."
"Bagaimana bisa? Bukankah mama masih baik-baik saja tadi malam?" sahut Lala tidak percaya.
Lala tahu kalau calon ibu mertuanya itu baru saja menghadiri arisan tadi malam. Kebetulan Lala juga ada di lokasi calon ibu mertuanya tadi malam. Wanita paruh baya itu memang terlihat sehat dan sangat segar. Ini merupakan kabar yang mengagetkan. Rasanya tidak mungkin wanita itu masuk rumah sakit.
"Mas juga gak tahu. Sayang, Mas pergi dulu ya." Rama menatap Lala dengan wajah tidak tega. Lala sendiri tidak suka mempersulit sang kekasih. Satu anggukan dengan senyuman sudah mewakili izinnya agar Rama segera pergi ke rumah sakit.
"Mas, akan meneleponmu nanti," ucap Rama lagi sebelum menghilang di balik pintu.
"Hati-hati." Lala memandang kepergian Rama. Wajahnya berubah sedih.
Sebenarnya Lala ingin mengajak kekasihnya itu jalan-jalan ke pantai. Di hari minggu yang cerah seperti ini sangat cocok untuk bermain di pinggiran pantai. Tapi sayang, niatnya hanya tertahan di dalam hati. Ia juga tidak bisa meminta Rama untuk tidak datang ke rumah sakit.
Lala beranjak dari tempat tidur untuk mandi. Ia juga merasa lapar dan ingin segera sarapan. Setelah sarapan nanti ia memutuskan untuk jalan-jalan ke taman yang ada di dekat kompleks perumahannya.
Hubungannya dengan Rama memang sudah berjalan sangat lama. Bisa di bilang tahun ini hubungan mereka memasuki tahun ke 8. Sayang, hingga detik ini belum ada titik terang yang bisa membuat hubungan mereka berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Hanya janji yang bisa diterima Lala setiap kali ia jumpa dengan Rama. Walau begitu Lala percaya kalau Rama adalah pria yang setia dan akan selalu menjadikan dirinya wanita satu-satunya.
Rama sangat ingin menikahi Lala. Tapi, kedua orang tuanya tidak pernah memberikan restu hanya karena Lala berasal dari keluarga tidak mampu. Pekerjaan Lala juga bisa di bilang sangat memalukan jika dipandang dari sudut keluarga besar Rama.
Setiap sore hingga jam 12 malam Lala bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran yang ada di kota tersebut. Sering kali ia melihat orang tua Rama berkunjung ke restoran tempatnya bekerja. Sayang, walau keluarga Rama sudah tahu kalau Lala adalah kekasih Rama. Tapi tidak pernah sedikitpun mereka mau menyapa Lala sebagai calon menantu mereka.
***
Waktu terus berlalu. Sudah dua minggu Rama menghilang. Aneh memang. Mengingat, selama pacaran Rama belum pernah menghilang tanpa kabar seperti ini. Pria itu justru lebih sering menghubungi Lala jika tidak bisa mengunjunginya.
Lala memandang ponselnya dengan wajah sedih. "Jika Mas Rama pergi ke luar kota, seharusnya dia memberi kabar. Apa semua baik-baik saja?" Rasa curiga mulai menyelimuti hati Lala. Andai ia bisa memiliki kuasa untuk datang berkunjung ke rumah Rama mungkin detik ini dia sudah datang untuk memastikan keadaan Rama.
_Mas, kamu di mana? Apa kamu baik-baik saja?_
Pesan yang sama kembali di kirim.
_Aku kangen._
_Temui aku, Mas._
_Kamu ke mana? Kenapa gak ada kabar?"_
Lala menghela napas sambil memandang pohon yang ada di dekat kamarnya. Tidak tahu kenapa ia merasa hubungan antara dirinya dan Rama tidak akan panjang.
"Kenapa kamu menghilang, Mas? Sebenarnya apa salahku? Sebelum pergi juga hubungan kita baik-baik saja kemarin."
Lala meletakkan ponselnya dan beranjak dari duduknya. Ia berjalan ke arah sofa yang ada di ruang keluarga. Menonton televisi akan membuatnya jauh lebih tenang. Hatinya terus berharap kalau secepatnya Rama muncul untuk mengunjunginya.
Lala tertawa ketika acara lucu ada di dalam layar televisi. Menonton kartun memang selalu bisa membuatnya melupakan segalanya. Tanpa sengaja tangannya menekan tombol remot hingga siaran tv berganti. Lala tertegun melihat foto sang kekasih kini ramai dibicarakan oleh media. Walau bukan orang terkenal, tapi terkadang kekayaan keluarga besar Rama selalu saja bisa membuatnya muncul di layar televisi.
Lala menggeleng tidak percaya. Hati kecilnya berharap kalau pria yang ada di televisi bukan kekasihnya.
"Mas Rama? Tidak! Ini tidak mungkin!" Kedua mata Lala memerah. Rasa perih bersamaan rasa luka di hatinya. Lala melihat wajah pria yang sangat ia cintai kini bersanding di pelaminan bersama wanita lain.
"Tega kamu, Mas!" Lala segera mematikan layar televisinya. Hatinya benar-benar hancur melihat pria yang menemaninya bertahun-tahun kini telah menikah.
Seperti sebuah penantian yang tidak akan pernah berakhir. Lala kecewa dan sakit hati. Ingin sekali ia memukul Rama detik ini juga dan menanyakan alasan pria itu kenapa tega melukai dan menghancurkan hidupnya seperti ini.
"Apa salahku, Mas? Kenapa kamu menikah dengan wanita lain? Kamu berjanji akan menikahiku setiap malamnya. Tapi …."
Lala menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Hatinya seperti di remas-remas. Namun ia tahu kalau menangis saja tidak akan bisa menyembuhkan luka di hatinya. Lala menghapus air matanya dan mulai mengatur napasnya. Ia butuh penjelasan Rama. Ia yakin pasti ada sesuatu yang terjadi hingga Rama tega melukainya seperti ini.
"Aku harus ke rumah Mas Rama. Aku harus mendengar langsung alasannya menikah dengan wanita itu," gumam Lala di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
LENY
Sudahlah Lala orangtya Rama gak merestui kamu mereka memandang harta.
2024-01-21
0
LENY
kirain suami istri eh ternyata msh pacaran Lala dan Rama 🤭🙈🙈
2024-01-21
0
Dewa Rana
mereka sudah tinggal bersama?
2023-04-21
1