NovelToon NovelToon

Bukan Penggoda

BP. Bab 1

"Sayang, ayo kita sarapan." Suara lembut dan napas hangat membuat Lala terbangun dari tidurnya. Senyum indah mengembang di bibirnya sebelum kedua matanya terbuka. Sentuhan tangannya yang dingin memang selalu bisa membuat ketenangan di dalam hati Lala. Suaranya yang lembut membuat Lala merasa nyaman.

"Mas, aku masih ngantuk," rengek Lala sambil mengalungkan kedua tangannya di leher pria yang kini ada di hadapannya.

Kecupan manis mendarat di pucuk kepala Lala. Pria yang biasa di sapa Mas Rama itu mengusap lembut pipi sang kekasih. 

"Sudah jam 8." Ia menunjuk jam yang ada di pergelangan tangannya. Wajahnya sudah segar. Penampilannya sudah rapi. Aroma sabun dan sampo masih bisa tercium dengan jelas.

"Tapi, ini kan hari Minggu." Lala terlihat menolak untuk bangun karena kedua matanya masih mengantuk. Di tambah lagi ini hari libur. Jarang-jarang ia bisa bermesraan dengan sang kekasih seperti ini. Maunya di tempat tidur saja tanpa mau turun ke lantai.

"Cepat mandi, Lala. Mas, harus pergi karena ada janji sama klien. Nanti malam mas temani lagi," bujuknya dengan tatapan penuh arti.

Lala mengeryitkan dahinya. "Hari minggu gini kerja?" protes Lala kurang setuju.

"Hmm," gumam Rama sebelum menjauh dari wajah Lala. Ia duduk di pinggiran tempat tidur sambil mengotak-ngatik ponselnya. Sedangkan Lala beranjak dengan wajah yang malas. Ia menjatuhkan kepalanya di pundak kiri Mas Rama dan memasang wajah manja. Sesekali melirik ponsel pria itu walau sebenarnya ia tidak kunjung berhasil membaca isi chatnya.

"Mas, aku pengen jalan-jalan. Kira-kira rapatnya sampai jam berapa? Aku boleh ikut?" rengek Lala tidak mau di tinggal. "Aku gak akan merepotkan. Mungkin aku bisa belanja atau makan sambil nunggu mas. Seperti biasa."

"Jalan-jalan? Ke mana?" Rama mengeryit. Sepertinya pria itu setuju.

Wajah Lala berseri. Dari ekspresi Rama terlihat jelas kalau pria itu mau membawanya jalan-jalan hari ini. 

"Ke-"

Belum sempat Lala menjawab tiba-tiba ponsel Rama berdering.

"Sebentar ya sayang ...." Pria itu berdiri dan berjalan ke jendela untuk mengangkat panggilan masuk di ponselnya.

"Ya, baiklah aku akan segera ke sana." Wajah Rama terlihat panik dan khawatir. Pria itu segera memasukkan ponselnya ke saku dan mendekati Lala yang masih duduk di atas tempat tidur.

Lala juga tidak kalah panik ketika melihat ekspresi Rama yang berubah panik seperti itu.

"Ada apa, Mas?"

"Mama masuk rumah sakit."

"Bagaimana bisa? Bukankah mama masih baik-baik saja tadi malam?" sahut Lala tidak percaya.

Lala tahu kalau calon ibu mertuanya itu baru saja menghadiri arisan tadi malam. Kebetulan Lala juga ada di lokasi calon ibu mertuanya tadi malam. Wanita paruh baya itu memang terlihat sehat dan sangat segar. Ini merupakan kabar yang mengagetkan. Rasanya tidak mungkin wanita itu masuk rumah sakit.

"Mas juga gak tahu. Sayang, Mas pergi dulu ya." Rama menatap Lala dengan wajah tidak tega. Lala sendiri tidak suka mempersulit sang kekasih. Satu anggukan dengan senyuman sudah mewakili izinnya agar Rama segera pergi ke rumah sakit.

"Mas, akan meneleponmu nanti," ucap Rama lagi sebelum menghilang di balik pintu.

"Hati-hati." Lala memandang kepergian Rama. Wajahnya berubah sedih. 

Sebenarnya Lala ingin mengajak kekasihnya itu jalan-jalan ke pantai. Di hari minggu yang cerah seperti ini sangat cocok untuk bermain di pinggiran pantai. Tapi sayang, niatnya hanya tertahan di dalam hati. Ia juga tidak bisa meminta Rama untuk tidak datang ke rumah sakit.

Lala beranjak dari tempat tidur untuk mandi. Ia juga merasa lapar dan ingin segera sarapan. Setelah sarapan nanti ia memutuskan untuk jalan-jalan ke taman yang ada di dekat kompleks perumahannya.

Hubungannya dengan Rama memang sudah berjalan sangat lama. Bisa di bilang tahun ini hubungan mereka memasuki tahun ke 8. Sayang, hingga detik ini belum ada titik terang yang bisa membuat hubungan mereka berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Hanya janji yang bisa diterima Lala setiap kali ia jumpa dengan Rama. Walau begitu Lala percaya kalau Rama adalah pria yang setia dan akan selalu menjadikan dirinya wanita satu-satunya.

Rama sangat ingin menikahi Lala. Tapi, kedua orang tuanya tidak pernah memberikan restu hanya karena Lala berasal dari keluarga tidak mampu. Pekerjaan Lala juga bisa di bilang sangat memalukan jika dipandang dari sudut keluarga besar Rama. 

Setiap sore hingga jam 12 malam Lala bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran yang ada di kota tersebut. Sering kali ia melihat orang tua Rama berkunjung ke restoran tempatnya bekerja. Sayang, walau keluarga Rama sudah tahu kalau Lala adalah kekasih Rama. Tapi tidak pernah sedikitpun mereka mau menyapa Lala sebagai calon menantu mereka.

***

Waktu terus berlalu. Sudah dua minggu Rama menghilang. Aneh memang. Mengingat, selama pacaran Rama belum pernah menghilang tanpa kabar seperti ini. Pria itu justru lebih sering menghubungi Lala jika tidak bisa mengunjunginya.

Lala memandang ponselnya dengan wajah sedih. "Jika Mas Rama pergi ke luar kota, seharusnya dia memberi kabar. Apa semua baik-baik saja?" Rasa curiga mulai menyelimuti hati Lala. Andai ia bisa memiliki kuasa untuk datang berkunjung ke rumah Rama mungkin detik ini dia sudah datang untuk memastikan keadaan Rama.

_Mas, kamu di mana? Apa kamu baik-baik saja?_

Pesan yang sama kembali di kirim.

_Aku kangen._

_Temui aku, Mas._

_Kamu ke mana? Kenapa gak ada kabar?"_

Lala menghela napas sambil memandang pohon yang ada di dekat kamarnya. Tidak tahu kenapa ia merasa hubungan antara dirinya dan Rama tidak akan panjang. 

"Kenapa kamu menghilang, Mas? Sebenarnya apa salahku? Sebelum pergi juga hubungan kita baik-baik saja kemarin."

Lala meletakkan ponselnya dan beranjak dari duduknya. Ia berjalan ke arah sofa yang ada di ruang keluarga. Menonton televisi akan membuatnya jauh lebih tenang. Hatinya terus berharap kalau secepatnya Rama muncul untuk mengunjunginya.

Lala tertawa ketika acara lucu ada di dalam layar televisi. Menonton kartun memang selalu bisa membuatnya melupakan segalanya. Tanpa sengaja tangannya menekan tombol remot hingga siaran tv berganti. Lala tertegun melihat foto sang kekasih kini ramai dibicarakan oleh media. Walau bukan orang terkenal, tapi terkadang kekayaan keluarga besar Rama selalu saja bisa membuatnya muncul di layar televisi.

Lala menggeleng tidak percaya. Hati kecilnya berharap kalau pria yang ada di televisi bukan kekasihnya.

"Mas Rama? Tidak! Ini tidak mungkin!" Kedua mata Lala memerah. Rasa perih bersamaan rasa luka di hatinya. Lala melihat wajah pria yang sangat ia cintai kini bersanding di pelaminan bersama wanita lain.

"Tega kamu, Mas!" Lala segera mematikan layar televisinya. Hatinya benar-benar hancur melihat pria yang menemaninya bertahun-tahun kini telah menikah. 

Seperti sebuah penantian yang tidak akan pernah berakhir. Lala kecewa dan sakit hati. Ingin sekali ia memukul Rama detik ini juga dan menanyakan alasan pria itu kenapa tega melukai dan menghancurkan hidupnya seperti ini.

"Apa salahku, Mas? Kenapa kamu menikah dengan wanita lain? Kamu berjanji akan menikahiku setiap malamnya. Tapi …."

Lala menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Hatinya seperti di remas-remas. Namun ia tahu kalau menangis saja tidak akan bisa menyembuhkan luka di hatinya. Lala menghapus air matanya dan mulai mengatur napasnya. Ia butuh penjelasan Rama. Ia yakin pasti ada sesuatu yang terjadi hingga Rama tega melukainya seperti ini.

"Aku harus ke rumah Mas Rama. Aku harus mendengar langsung alasannya menikah dengan wanita itu," gumam Lala di dalam hati.

BP. Bab 2

Lala sudah tiba di depan rumah Rama. Sayangnya wanita itu tidak bisa masuk ke dalam karena rumah besar itu di kelilingi pagar yang tinggi. Lala kini berdiri di depan pagar dan memohon agar diizinkan masuk kepada sang satpam.

"Saya mohon, Pak. Saya harus bertemu dengan Mas Rama." Dengan derai air mata Lala memohon kepada satpam yang berjaga di rumah keluarga Rama. Bahkan ia tidak segan-segan menurunkan harga dirinya hanya karena ingin mendapatkan kejelasan hubungan mereka. Tapi sepertinya kehadiran Lala seperti parasit di sana. Tidak ada satu orang pun yang mau membelanya bahkan mengizinkannya masuk ke dalam.

"Saya sudah bilang kalau Tuan Rama tidak tinggal di sini lagi. Pergi sana," usir satpam itu dengan kasar. Bahkan dia terlihat sangat menghina penampilan Lala. Baginya Lala hanya seorang gembel yang mengaku-ngaku kalau memiliki hubungan dengan Tuannya.

Satpam itu mengusir Lala layaknya seorang pengemis. Lala menghapus air matanya dengan hati yang kecewa. Ia berdiri dan memandang gerbang hitam raksasa yang kini ada di hadapannya. Seperti ini batas antara dirinya dan Rama. Rama adalah pria kaya yang memiliki segalanya. Sedangkan dirinya? Lala hanya seorang yatim piatu dari keluarga miskin yang kebetulan saja bisa bekerja di restoran mewah. Dengan tangan terkepal, Lala berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Mungkin memang hubungan kita sudah berakhir, Mas. Aku dan kamu tidak akan pernah bisa menyatu. Jarak kita memang terlalu lebar. Sampai matipun kita tidak akan bisa menyatu."

Lala memutar tubuhnya sambil berusaha menguatkan dirinya sendiri. Sudah cukup rasanya di hina seperti itu. Pergi dari sana dan tidak akan kembali lagi adalah pilihan yang tepat untuk saat ini. Namun ketika ia ingin naik ke atas ojek yang membawanya, Lala melihat mobil Rama ada di sana. Langkahnya terhenti. Niat untuk melupakan hubungan merekapun hilang begitu saja.

"Mas Rama?" Lala berlari dan mengejar mobil sang kekasih. Ia mengetuk-ngetuk jendela mobil berharap Rama mau keluar dari dalam sana.

"Mas Rama buka mas!" teriaknya tanpa peduli kalau satpam tadi kini mengejarnya dan berusaha menyingkirkannya.

Mobil itu berhenti. Seorang wanita turun dari mobil dan memandang Lala dengan tatapan menghina. Wanita itu berbadan tinggi dan berkulit putih. Aroma parfum mahal bisa di hirup Lala dengan jelas. Pakaiannya sangat modis hingga membuat perbedaan di antara mereka seperti bumi dan langit.

"Siapa kau? Untuk apa kau memanggil manggil nama suamiku?" ketus wanita itu tidak suka.

Deg.

Lala mematung. Bukan bertemu dengan Rama justru ia harus bertemu dengan istri kekasihnya. Sekuat mungkin Lala menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia tidak mau kalau luka di hatinya diketahui orang lain.

"Di mana Mas Rama?" Suaranya pelan. Sangat pelan. Mungkin sedikit sentuhan saja bisa membuatnya menangis senggugukan.

"Mas Rama?" Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada dan tersenyum menghina. "Kau ini siapa? Berani sekali kau memiliki keinginan untuk bertemu dengan suamiku. Gak sadar diri banget ya," ketusnya tanpa mau memandang.

"Di mana Mas Rama!" teriak Lala dengan emosi tidak terkendali. Ingin sekali ia menjambak rambut wanita itu detik ini juga.

"Mas Rama sibuk! Siapapun kau, aku peringatkan agar kau tidak lagi menemui suamiku! Ingat, kami sudah menikah." Cincin yang tersemat di jemarinya di pamerkan untuk membuat Lala sadar diri.

Wanita itu ingin masuk ke dalam mobil. Lala menahannya dengan memegang tangan kanannya. Ia merasa urusan mereka belum selesai.

"Katakan padanya kalau aku ingin bertemu dengannya."

Plakk.

Tamparan keras mendarat di pipi Lala. Ia tidak menyangka kalau akan mendapatkan banyak perlakuan buruk hari ini.

"Berani sekali kau menyentuh tubuhku wanita kotor!"

"Wanita kotor kau bilang?" Kali ini Lala tidak mau diam lagi.

"Ya. Kau tahu kalau Mas Rama sudah menikah. Kenapa kau masih berani datang ke sini untuk menemuinya?"

Plaakk

Lala tidak mau kalah. Ia memberikan tamparan terbaiknya untuk memberi peringatan kepada wanita yang ada di hadapannya.

"Kau yang kotor. Kau yang merebut Mas Rama dariku."

Wanita itu memegang pipinya yang merah karena tamparan Lala. Ia memandang ke arah samping. Ada mobil yang juga mau masuk ke dalam. Ketika mobil itu berhenti, istri Rama langsung berlari dengan air mata palsunya.

"Mama."

Ternyata yang keluar dari mobil itu adalah ibu kandung dari Rama. Wanita itu juga tidak sendirian, Rama juga ada di sana. Pria itu memandang Lala dengan wajah yang sedih.

"Maya, apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?"

"Wanita itu, Ma. Aku tidak kenal siapa dia. Tiba-tiba saja dia menampar wajahku dengan keras. Aku hanya bertanya, kenapa dia berdiri di depan sini. Aku berpikir ingin membantunya tadi, tidak aku sangka hal seperti ini yang aku dapatkan," dustanya.

Lala tidak peduli dengan laporan palsu dari Maya. Ia hanya butuh Rama dan penjelasan dari pria itu. Jika memang detik ini hubungan mereka telah berakhir, setidaknya Lala akan tahu. Walau itu akan terasa sangat menyakitkan.

"Lala." Rama berlari mendekat Lala.

Melihat penampilan Lala yang tidak karuan membuat hati Rama teriris perih.

"Lala, kenapa kau ada di sini?" tanyanya seolah dia sedang amnesia. Padahal sudah jelas, Lala seperti itu karena perbuatannya.

"Berani kamu bertanya seperti itu, Mas?" Lala membalas tatapan Rama dengan penuh sakit hati.

"La, aku bisa jelasin semua ini." Rama berusaha memegang kedua tangan Lala. ia tidak mau Lala membencinya walau sudah jelas-jelas kesalahan ini dia yang memulai.

"Rama! Apa yang kau lakukan? Di sini ada Maya. Kenapa kau mempedulikan wanita murahan itu!" ucap ibu Rama dengan wajah tidak suka.

"Lala, Ma. Namanya Lala. Berhenti memanggilnya dengan sebutan seperti itu," protes Rama tidak setuju.

"Lala, ayo kita pergi. Aku akan jelasin semuanya."

"Rama!" Sang ibu semakin tidak terima. Ia berusaha mengejar Rama yang kini membawa Lala masuk ke dalam mobilnya.

"Berhenti Rama!"

Rama menahan langkahnya sebelum masuk ke dalam mobil. "Ma, aku sudah melakukan apa yang mama inginkan. Sekarang giliran ku melakukan apa yang aku inginkan ma!"

Tanpa pikir panjang Rama masuk ke dalam mobil yang sama dengan Lala. Maya dan ibu kandungnya hanya bisa berdiri tanpa tahu harus melakukan apa. Sorot kebencian terlihat jelas di wajah mereka. Namun, mereka juga tidak bisa mengusir Lala begitu saja jika kini ada Rama di sampingnya.

***

"Apa kau baik-baik saja? Apa tadi Maya melukaimu?" Rama berusaha mengajak Lala mengobrol. Walau sesekali ia tetap fokus pada laju mobilnya.

"Beberapa hari ini aku ke restoran, kenapa kau tidak ada lagi di sana?"

Lala menatap wajah Rama dengan penuh kebencian. "Mas, seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Ke mana saja kau selama ini? Kau tiba-tiba menghilang dan tiba-tiba saja sudah ...." Terasa berat untuk mengucapkannya. Lala masih tidak percaya kalau Rama kini sudah berstatus sebagai suami orang.

"Aku bisa jelasin semuanya. Kita pulang ke rumah ya?" Rama melajukan mobilnya menuju kediaman Lala. Pria itu tahu apa yang kini dirasakan kekasihnya. Ia sendiri juga tidak mau kehilangan Lala. Rasa cintanya sangat besar hingga ia tidak mau berpisah dari Lala.

"Kenapa kamu tega melakukan semua ini, Mas? Kau muncul dengan wajah yang tidak bersalah. Apa aku hanya kau pandang sebagai pelarian mu saja? Jika kau menginginkanku kau datang. Jika kau bosan kau akan pergi. Aku manusia mas. Aku memiliki rasa cemburu. Aku tidak bisa menerima semua ini. Aku tidak bisa menerimamu sebagai milik orang lain," lirih Lala sambil menunduk. Lagi-lagi air mata bercucuran deras membasahi wajahnya. Rama sendiri hanya bisa diam tanpa tahu mau melakukan apa lagi. Hanya kata maaf yang bisa ia ucapkan agar Lala bisa menerimanya kembali.

"Aku memang wanita miskin, tapi aku tidak terima diperlakukan seperti ini."

"La, kau pasti tahu kalau sejak dulu aku tidak pernah membahas masalah status sosial. Aku cinta sama kamu, La. Percaya padaku!" bujuknya lagi.

Lala membuang tatapannya keluar jendela. Ia tersenyum pahit mendengar perkataan Rama.

"Jika sekarang aku minta Mas Rama menceraikan wanita itu. Apa Mas Rama bersedia?"

BP. Bab 3

Setibanya di rumah, Lala langsung masuk ke dalam kamar. Ia bosan mendengar kata maaf dari Rama selama diperjalanan tadi. Selama ini ia sudah cukup bersabar di ledek oleh teman kerjanya. Di usianya yang kini menginjak 28 tahun seharusnya ia sudah memiliki satu orang anak. Bahkan temannya ada yang sudah memiliki dua orang anak. Sedangkan dirinya menikah saja belum. 8 tahun bersama Rama rasanya hanya sia-sia saja.

"Sayang," bujuk Rama yang kini ada di belakang Lala.

"Jangan panggil aku dengan sebutan seperti itu, Mas. Aku tidak sudi menjadi kesayanganmu lagi!"

Rama menghela napas. 8 tahun berpacaran dengan Lala membuatnya paham kalau Lala memang bukan tipe wanita mudah di bujuk. Apa lagi kalau lagi marah seperti ini. Kesalahan kecil saja bisa jadi besar, apa lagi kesalahan besar?

"Oke, aku akan melakukan apapun yang kau minta. Tapi, tolong jangan diam seperti ini."

"Kau sudah tahu apa yang aku inginkan, Mas." Lala duduk di atas tempat tidur.

"La, mama sakit. Keadaannya kritis saat itu. Aku tidak memiliki pilihan lain selain menerima Maya. Pernikahannya terjadi di rumah sakit. Aku hanya tidak mau kehilangan mama. Hanya mama satu-satunya orang tua yang sekarang aku miliki."

"Sakit?"

"Ya. Ponselku hilang. Aku tidak bisa menghubungimu malam itu untuk menjelaskan keadaan mama. Aku tahu kau pasti khawatir. Setelah kami menikah mama terus saja membuatku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk menemuimu. Aku sengaja mengatur rapat dengan klien di restoran tempatmu bekerja. Tapi aku juga tidak mendapatkan hasil di sana."

"Dua Minggu mas. Dua Minggu bukan waktu yang sebentar." Rasanya sangat sulit bagi Lala untuk mempercayai alasan yang diucapkan Rama. Sudah terlalu sakit perbuatan Rama kali ini.

"Ya, aku tahu. Tapi aku sudah menceritakan yang sebenarnya. Sejak menikah dengan Maya, aku dan Maya pindah ke rumah yang dibelikan mama. Di sana aku sendiri merasa seperti tinggal di penjara. Baru ini aku bebas melakukan segala sesuatu yang aku inginkan. Tadinya juga aku berencana menemuimu setelah mengantarkan mama pulang ke rumah. Tapi, kita sudah bertemu di depan."

"Mas, kenapa mobilmu bisa sama wanita itu?"

"Dia menggunakan mobilku sejak kami menikah." Rama berjalan mendekati Lala. ia berlutut dan memegang kedua tangan Lala.

"Walau sudah menikah tapi kami belum pernah tidur satu kamar. Aku dan Maya tidak pernah bersentuhan. Kau harus percaya padaku, Lala. Sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu. Hanya kau wanita yang pantas ada di dalam hatiku."

"Mas, aku ingin menjadi istrimu."

"Ya, aku tahu. Maafkan aku belum bisa mengabulkannya. Aku akan mencari cara agar bisa bercerai dari Maya."

"Mas, apa benar kau belum pernah bersentuhan dengan Maya?" Harapan itu terlihat jelas di mata Lala. Walau sebenarnya sulit untuk mempercayai ucapan Rama, tetapi Lala berusaha percaya agar hatinya tidak semakin terluka.

"Belum. Kau bisa mempercayaiku, sayang. Aku cinta padamu."

Lala berhambur ke dalam pelukan Rama. Hatinya sedikit lega ketika membayangkan kalau kekasihnya masih menjaga cinta mereka. Walau harus melangsungkan hubungan terlarang tapi Lala rela. Asalkan Rama selalu ada di pihaknya dan selalu mencintainya seperti ini.

"Apa kau sudah makan? Aku pesankan makanan ya?"

Lala mengangguk setuju. "Apa Mas akan pergi setelah makan?"

"Tidak. Malam ini aku akan tidur di sini. Bila perlu setiap malam aku tidur di rumah ini."

"Benarkah?" Wajah Lala berseri kembali.

"Ya. Apapun akan aku lakukan agar senyum indah ini tetap ada di sini."

Lala hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Rama. Walau sempat sakit tapi setidaknya kini Rama bersama dengan dirinya. Bukan bersama wanita sombong yang sudah berani menghinanya tadi.

***

Di sisi lain, tepatnya di rumah ibu kandung Rama. Maya tidak bisa berhenti menangis. Hatinya terluka parah ketika melihat pria yang baru saja menikahinya pergi bersama wanita lain. Maya tidak terima. Ia merasa dirinya paling sempurna jika dibandingkan Lala.

"Maya, sudahlah. Jangan menangis seperti ini. Rama juga tidak tahu kau menangis. Sudah ya. Mama tidak mau kau bersedih. Apa yang akan mama katakan kepada kedua orang tuamu jika mereka tahu putrinya menangis seperti ini." Wanita paruh baya yang biasa di sapa Ny. Asri itu berusaha menenangkan Mata. Tapi sepertinya Maya benar-benar sakit hati hingga air matanya tidak bisa dibendung lagi.

"Wanita itu pasti besar kepala Ma. Kenapa Mas Rama bisa mencintai wanita seperti itu? Apa yang dipandang dari wanita miskin seperti dia?"

"Mama juga tidak tahu. Rama telah dibutakan oleh wanita itu. Sejak kenal dengan wanita itu, Rama sering menentang Mama. Maka dari itu Mama tidak pernah setuju kalau Rama meminta restu menikahinya."

Maya memandang wajah Ny. Asri sambil menghapus air matanya. "Rama pernah memiliki rencana untuk menikahinya, Ma?"

"Ya, Maya. Maafkan Mama karena tidak menceritakan semua ini sebelumnya."

Maya diam membisu sambil memandang ke depan. Wajahnya semakin sedih ketika mendapat kenyataan kalau suaminya sangat serius menjalin hubungan dengan wanita lain.

"Maya, kamu jangan sedih lagi ya. Sampai kapanpun hanya kamu yang pantas menjadi menantu Mama. Wanita itu tidak bisa masuk ke dalam keluarga ini. Kita akan berjuang bersama untuk meluluhkan hati Rama. Kau sudah menikah dengan Rama. Ada banyak hal yang bisa kau lakukan untuk memenangkan hati Rama."

Maya sedikit bersemangat ketika mendengar dukungan dari ibu mertuanya. Walau sebenarnya di lubuk hatinya ia belum bisa tenang.

"Maya, ketika kau mengandung anak Rama dia akan meninggalkan wanita itu. Percaya sama Mama. Tidak ada pria yang bisa menolak anak kandungnya sendiri. Rama juga butuh waktu menerima semua ini. Kamu harus sabar ya," bujuk Ny. Asri lagi.

Maya mengangguk pelan. Ia memeluk ibu mertuanya dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya Maya sudah lama jatuh cinta kepada Rama. Tapi Rama tidak pernah memberikannya kesempatan untuk menjadi kekasih. Ketika Ny. Asri datang ke rumahnya dan melamar dirinya sebagai istri Rama tentu saja Maya tidak menyia-nyiakan semua itu.

"Sudah sore. Apa kau mau tidur di rumah mama?"

"Tidak, Ma. Aku ingin pulang saja. Aku ingin menunggu Mas Rama pulang. Aku juga butuh penjelasan dari Mas Rama," tolak Rama dengan suara lembut.

"Baiklah. Mama akan minta supir untuk antarkan kau pulang. Mama tidak mau kau membawa mobil sendirian dalam keadaan seperti ini." Maya hanya mengangguk. Wanita itu berharap Rama akan segera pulang dan menemuinya di rumah.

"Maya, mama harap masalah ini jangan sampai ke telinga orang tuamu ya. Mama …."

Maya memegang tangan mertuanya. "Maya tidak akan cerita ke siapapun, Ma. Mama tenang saja ya. Mama juga harus jaga kesehatan mama."

"Kau memang menantu yang pengertian Maya," puji Ny. Asri.

Dua wanita itu saling berpelukan. Seolah memang mereka yang paling benar dan Lala lah orang yang paling bersalah saat ini.

"Sepertinya aku harus segera mengambil tindakan agar pelakor itu berhenti mengejar-ngejar Rama!" gumam Ny. Asri di dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!