Setibanya di rumah, Lala langsung masuk ke dalam kamar. Ia bosan mendengar kata maaf dari Rama selama diperjalanan tadi. Selama ini ia sudah cukup bersabar di ledek oleh teman kerjanya. Di usianya yang kini menginjak 28 tahun seharusnya ia sudah memiliki satu orang anak. Bahkan temannya ada yang sudah memiliki dua orang anak. Sedangkan dirinya menikah saja belum. 8 tahun bersama Rama rasanya hanya sia-sia saja.
"Sayang," bujuk Rama yang kini ada di belakang Lala.
"Jangan panggil aku dengan sebutan seperti itu, Mas. Aku tidak sudi menjadi kesayanganmu lagi!"
Rama menghela napas. 8 tahun berpacaran dengan Lala membuatnya paham kalau Lala memang bukan tipe wanita mudah di bujuk. Apa lagi kalau lagi marah seperti ini. Kesalahan kecil saja bisa jadi besar, apa lagi kesalahan besar?
"Oke, aku akan melakukan apapun yang kau minta. Tapi, tolong jangan diam seperti ini."
"Kau sudah tahu apa yang aku inginkan, Mas." Lala duduk di atas tempat tidur.
"La, mama sakit. Keadaannya kritis saat itu. Aku tidak memiliki pilihan lain selain menerima Maya. Pernikahannya terjadi di rumah sakit. Aku hanya tidak mau kehilangan mama. Hanya mama satu-satunya orang tua yang sekarang aku miliki."
"Sakit?"
"Ya. Ponselku hilang. Aku tidak bisa menghubungimu malam itu untuk menjelaskan keadaan mama. Aku tahu kau pasti khawatir. Setelah kami menikah mama terus saja membuatku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk menemuimu. Aku sengaja mengatur rapat dengan klien di restoran tempatmu bekerja. Tapi aku juga tidak mendapatkan hasil di sana."
"Dua Minggu mas. Dua Minggu bukan waktu yang sebentar." Rasanya sangat sulit bagi Lala untuk mempercayai alasan yang diucapkan Rama. Sudah terlalu sakit perbuatan Rama kali ini.
"Ya, aku tahu. Tapi aku sudah menceritakan yang sebenarnya. Sejak menikah dengan Maya, aku dan Maya pindah ke rumah yang dibelikan mama. Di sana aku sendiri merasa seperti tinggal di penjara. Baru ini aku bebas melakukan segala sesuatu yang aku inginkan. Tadinya juga aku berencana menemuimu setelah mengantarkan mama pulang ke rumah. Tapi, kita sudah bertemu di depan."
"Mas, kenapa mobilmu bisa sama wanita itu?"
"Dia menggunakan mobilku sejak kami menikah." Rama berjalan mendekati Lala. ia berlutut dan memegang kedua tangan Lala.
"Walau sudah menikah tapi kami belum pernah tidur satu kamar. Aku dan Maya tidak pernah bersentuhan. Kau harus percaya padaku, Lala. Sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu. Hanya kau wanita yang pantas ada di dalam hatiku."
"Mas, aku ingin menjadi istrimu."
"Ya, aku tahu. Maafkan aku belum bisa mengabulkannya. Aku akan mencari cara agar bisa bercerai dari Maya."
"Mas, apa benar kau belum pernah bersentuhan dengan Maya?" Harapan itu terlihat jelas di mata Lala. Walau sebenarnya sulit untuk mempercayai ucapan Rama, tetapi Lala berusaha percaya agar hatinya tidak semakin terluka.
"Belum. Kau bisa mempercayaiku, sayang. Aku cinta padamu."
Lala berhambur ke dalam pelukan Rama. Hatinya sedikit lega ketika membayangkan kalau kekasihnya masih menjaga cinta mereka. Walau harus melangsungkan hubungan terlarang tapi Lala rela. Asalkan Rama selalu ada di pihaknya dan selalu mencintainya seperti ini.
"Apa kau sudah makan? Aku pesankan makanan ya?"
Lala mengangguk setuju. "Apa Mas akan pergi setelah makan?"
"Tidak. Malam ini aku akan tidur di sini. Bila perlu setiap malam aku tidur di rumah ini."
"Benarkah?" Wajah Lala berseri kembali.
"Ya. Apapun akan aku lakukan agar senyum indah ini tetap ada di sini."
Lala hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Rama. Walau sempat sakit tapi setidaknya kini Rama bersama dengan dirinya. Bukan bersama wanita sombong yang sudah berani menghinanya tadi.
***
Di sisi lain, tepatnya di rumah ibu kandung Rama. Maya tidak bisa berhenti menangis. Hatinya terluka parah ketika melihat pria yang baru saja menikahinya pergi bersama wanita lain. Maya tidak terima. Ia merasa dirinya paling sempurna jika dibandingkan Lala.
"Maya, sudahlah. Jangan menangis seperti ini. Rama juga tidak tahu kau menangis. Sudah ya. Mama tidak mau kau bersedih. Apa yang akan mama katakan kepada kedua orang tuamu jika mereka tahu putrinya menangis seperti ini." Wanita paruh baya yang biasa di sapa Ny. Asri itu berusaha menenangkan Mata. Tapi sepertinya Maya benar-benar sakit hati hingga air matanya tidak bisa dibendung lagi.
"Wanita itu pasti besar kepala Ma. Kenapa Mas Rama bisa mencintai wanita seperti itu? Apa yang dipandang dari wanita miskin seperti dia?"
"Mama juga tidak tahu. Rama telah dibutakan oleh wanita itu. Sejak kenal dengan wanita itu, Rama sering menentang Mama. Maka dari itu Mama tidak pernah setuju kalau Rama meminta restu menikahinya."
Maya memandang wajah Ny. Asri sambil menghapus air matanya. "Rama pernah memiliki rencana untuk menikahinya, Ma?"
"Ya, Maya. Maafkan Mama karena tidak menceritakan semua ini sebelumnya."
Maya diam membisu sambil memandang ke depan. Wajahnya semakin sedih ketika mendapat kenyataan kalau suaminya sangat serius menjalin hubungan dengan wanita lain.
"Maya, kamu jangan sedih lagi ya. Sampai kapanpun hanya kamu yang pantas menjadi menantu Mama. Wanita itu tidak bisa masuk ke dalam keluarga ini. Kita akan berjuang bersama untuk meluluhkan hati Rama. Kau sudah menikah dengan Rama. Ada banyak hal yang bisa kau lakukan untuk memenangkan hati Rama."
Maya sedikit bersemangat ketika mendengar dukungan dari ibu mertuanya. Walau sebenarnya di lubuk hatinya ia belum bisa tenang.
"Maya, ketika kau mengandung anak Rama dia akan meninggalkan wanita itu. Percaya sama Mama. Tidak ada pria yang bisa menolak anak kandungnya sendiri. Rama juga butuh waktu menerima semua ini. Kamu harus sabar ya," bujuk Ny. Asri lagi.
Maya mengangguk pelan. Ia memeluk ibu mertuanya dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya Maya sudah lama jatuh cinta kepada Rama. Tapi Rama tidak pernah memberikannya kesempatan untuk menjadi kekasih. Ketika Ny. Asri datang ke rumahnya dan melamar dirinya sebagai istri Rama tentu saja Maya tidak menyia-nyiakan semua itu.
"Sudah sore. Apa kau mau tidur di rumah mama?"
"Tidak, Ma. Aku ingin pulang saja. Aku ingin menunggu Mas Rama pulang. Aku juga butuh penjelasan dari Mas Rama," tolak Rama dengan suara lembut.
"Baiklah. Mama akan minta supir untuk antarkan kau pulang. Mama tidak mau kau membawa mobil sendirian dalam keadaan seperti ini." Maya hanya mengangguk. Wanita itu berharap Rama akan segera pulang dan menemuinya di rumah.
"Maya, mama harap masalah ini jangan sampai ke telinga orang tuamu ya. Mama …."
Maya memegang tangan mertuanya. "Maya tidak akan cerita ke siapapun, Ma. Mama tenang saja ya. Mama juga harus jaga kesehatan mama."
"Kau memang menantu yang pengertian Maya," puji Ny. Asri.
Dua wanita itu saling berpelukan. Seolah memang mereka yang paling benar dan Lala lah orang yang paling bersalah saat ini.
"Sepertinya aku harus segera mengambil tindakan agar pelakor itu berhenti mengejar-ngejar Rama!" gumam Ny. Asri di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
LENY
Lala kamu jgn jd pelakor walau bagaimana Rama sdh menikah
2024-01-26
0
Kiki Sulandari
Lala,tinggalkan Rama...daripada kamu nanti disakiti Mamanya Rana...
2022-09-14
2
Riyanti
Maya kini memang sudah jadi istri Sah Rama. Dan Lala.. plis deh, lupakan Rama. Walau secinta apapun dia padamu, sungguh sebagai wanita.. tak sepantasnya masih bertahan dlm hubungan yg tak sehat itu. Sekalipun kamu lebih dulu bersama Rama, tapi bukan sebagai istri. Mayalah yg lebih berhak pada Rama. Kembalilah jika Rama sudah cerai dari Maya, dan menjauhlah sejauh nya dari Rama selagi mereka masih bersama.
2022-09-02
1