BP. Bab 4

Malam kembali tiba. Rama dan Lala sedang ada di meja makan untuk makan. Kali ini Lala sendiri yang memasak hidangan makan malam mereka. Semua menu yang di masak Lala adalah makanan kesukaan Rama. Mereka berdua terlihat menikmati makan malam mereka.

Ponsel Rama yang tergeletak di samping piring berdering berulang kali. Namun, respon yang diberikan Rama tetap sama. Pria itu menolak panggilan yang masuk dan melanjutkan makan malamnya.

"Apa wanita itu yang menelepon?" tanya Lala dengan wajah tidak suka.

Rama hanya mengangguk tanpa mau menjawab. Pria itu terlihat asyik dengan makan malamnya.

"Kenapa tidak di angkat saja? Katakan padanya kalau malam ini Mas Rama tidak pulang," sambung Lala lagi.

"Ayamnya enak. Aku tambah satu lagi ya?" Rama tidak tertarik membahas masalah Maya. Ia lelah berdebat apa lagi di saat makan malam seperti ini. Lala hanya bisa menghela napas dengan senyuman sebelum mengambil ayam asam manis buatannya. Ia meletakkan ayam itu di atas piring Rama.

"Besok aku tidak ke kantor. Kita jalan-jalan ya?" ajak Rama sambil memandang wajah Lala.

"Ke mana?" Lala terlihat cuek. Padahal di dalam hatinya kegirangan karena pria yang ia cintai mau meluangkan waktu untuk berlibur bersama dirinya.

"Ke mana saja asal kau bahagia." Rama mengedipkan sebelah matanya. Lala sendiri hanya bisa tersipu malu tanpa mau menolak.

"Bagaimana kalau ke pantai?"

"Boleh."

"Ya sudah. Malam ini aku mau tidur cepat. Aku ingin bangun pagi agar bisa memasak sarapan pagi untuk kita besok," ucap Lala kegirangan.

"Jangan capek-capek. Aku tidak mau kau sakit, sayang …."

"Mas, aku baik-baik saja. Kau pasti tahu apa saja yang menyebabkanku sakit. Terutama sakit hati. Hanya Mas Rama yang akan menjadi obatnya."

Rama hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Lala. "Sebisa mungkin aku tidak akan menyakitimu."

***

Waktu bergulir dengan begitu cepat. Lala dan Rama sudah ada di dalam kamar dengan pakaian tidur mereka. Lala duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Restoran tempat Lala bekerja kali ini membutuhkan karyawan. Lala mendapat penawaran untuk kembali bekerja di sana.

"Sayang, katanya mau tidur cepat." Rama tidur di atas pangkuan Lala dan mengusap lembut pipi kekasihnya.

"Sebentar ya, Mas. Aku ditawari untuk bekerja di restoran."

"Restoran? Kau tidak perlu bekerja. Aku akan membiayai semua keperluanmu."

"Tidak, Mas. Diam di rumah juga membosankan. Aku hanya bekerja 5 hari dalam seminggu. Tidak terlalu lelah kok."

"Baiklah. Terserah kau saja. Tapi ingat, jangan terlalu capek. Kalau sudah capek tinggalkan saja."

"Iya sayangku," jawab Lala sambil meletakkan ponselnya. Mereka berdua mencari posisi masing-masing untuk tidur.

Rama memang pria yang selalu menjaga Lala. Hingga detik ini ia masih berhasil mengendalikan dirinya. Lala masih perawan walau sudah 8 tahun ia pacari. Bahkan saat mereka sering tidur di satu tempat tidur yang sama, Rama hanya sebatas memeluk Lala tanpa mau melakukan lebih.

"Selamat tidur, Sayang." Rama mengecup pipi Lala sebelum mematikan lampu. Mereka tertidur dengan posisi saling berhadapan tanpa peduli dengan Maya yang kini bersedih karena menunggu Rama tidak kunjung pulang. Bahkan ponsel Rama sudah dimatikan sejak mereka tiba di dalam kamar.

***

Matahari kembali muncul menyinari dunia. Lala sudah bangun namun belum mau beranjak dari kasur. Tatapannya terhenti saat bertemu dengan wajah Rama. Pria itu terlihat tampan. Lala semakin jatuh cinta padanya. Tidak peduli apa yang telah terjadi. Ia hanya tahu kalau Rama adalah miliknya.

Jemari Lala bermain di pipi Rama. Sesekali ia mengusap rambut Rama agar pria itu semakin nyenyak dengan tidurnya.

"Andai kau suamiku, mungkin pagi ini akan terasa sangat sempurna." Lala mendaratkan kecupan cinta di pucuk kepala Rama. Ia ingin beranjak untuk membuat sarapan pagi. Sebenarnya bisa dibilang kali ini ia sudah kesiangan. Namun, di dalam pikirannya menu sarapan nasi goreng tidak akan membutuhkan waktu lama untuk membuatnya.

"Sayang …." Saat Lala ingin berjalan ke kamar mandi tiba-tiba suara serak Rama terdengar. Pria itu duduk di atas kasur sambil memandang Lala.

"Mau ke mana?"

"Aku mau mandi sebelum membuat sarapan."

"Kita sarapan di luar saja ya. Kemarilah temani aku. Aku masih ingin bersamamu." Rama menepuk sisi tempat tidurnya. Lala menghela napas sebelum berjalan mendekat. Sebenarnya dia juga tidak mau berada jauh dari Rama. Inginnya setiap detik selalu berdua.

"Apa kita jadi jalan-jalan?" tanya Lala untuk kembali memastikan rencana mereka tadi malam.

"Tentu." Rama menarik tubuh Lala dan membawanya berbaring. Memeluk wanita itu dari belakang.

"Aroma tubuhmu sungguh wangi." Rama mencium tengkuk Lala berulang kali.

"Jangan seperti itu. Geli." Lala berusaha menghindar. Sebenarnya bukan geli namun ada rasa lain yang tidak bisa ia ucapkan.

"Aku hanya ingin memanjakanmu," bisik Rama mesra.

"Tidak seperti ini." Lala berusaha menjauhkan tangan Rama yang berada di perutnya. Bagaimanapun rayuan Rama, Lala ingin dirinya tetap sadar agar bisa menolak perbuatan yang hina itu.

"Hemm. Baiklah." Rama melepas pelukannya dengan wajah kecewa. Pria itu duduk dan membelakangi Lala.

"Mas, kau marah?"

"Tidak." Rama mengambil ponselnya dan mengaktifkannya segera.

"Mas, aku hanya tidak ingin kita sampai …."

"Kau tidak percaya padaku? Berulang kali kau menolaknya. Lala, apapun yang akan terjadi aku pasti akan bertanggung jawab."

"Bertanggung jawab kau bilang?" Lala terlihat emosi. Ia berdiri di hadapan Rama dengan wajah yang sangat kesal.

"Lalu, dimana tanggung jawabmu selama 8 tahun ini, Mas? Kita sudah sering bersama. Bahkan tidur bareng adalah hal yang wajar. Tapi kau justru menikahi wanita lain."

Rama meletakkan ponselnya. Ia tahu kalau kini kekasihnya harus di bujuk agar tidak marah lagi. "Maafkan aku sayang. Ini karena aku belum mandi. Mungkin kalau sudah terkena air dingin aku tidak akan seperti ini. Maafkan aku ya?" Rama memegang tangan Lala dan menatapnya dengan wajah bersalah.

"Aku tidak suka Mas Rama meminta hal seperti itu. Kita sudah sepakat untuk melakukannya setelah menikah."

"Ya … ya. Maafkan aku ya sayang."

"Berjanjilah untuk tidak memaksaku melakukan hal seperti itu. Aku takut, Mas. Aku gak mau hamil di luar nikah."

"Sssttt… jangan di bahas lagi. Bagaimana kalau nanti Mas belikan hadiah sebagai bentuk rasa bersalah Mas. Lala mau dibelikan apa?"

"Aku tidak butuh hadiah. Aku hanya butuh status."

Rama menghela napas. "Ya, Mas ngerti. Tapi tidak sekarang. Secepatnya Mas akan pikirkan cara untuk menceraikan Maya agar kita bisa menikah, bagaimana?"

"Mas, aku lelah dengan janji. Aku hanya butuh bukti."

"Mas akan buktikan. Percayalah." Lala hanya bisa memandang wajah Rama dengan sisa rasa percaya yang ia miliki. Sebenarnya rasa percaya itu telah hilang sebagian saat Rama menikah dengan Maya.

"Baiklah."

"Oke, ayo kita mandi bareng?" ajak Rama.

"Mas Rama!" teriak Lala. Rama hanya tertawa sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Lala menghela napas kasar. Tanpa sengaja ia memandang ponsel Rama yang lagi-lagi berdering. Di sana ia bisa melihat nama Maya muncul.

"Maya? Bukankah ini istri Mas Rama? Hatiku sakit sekali setiap kali ingat kalau Mas Rama sudah menikah," lirihnya di dalam hati.

Terpopuler

Comments

LENY

LENY

DUH LALA PUNYA HARGA DITI SEDIKIT LAH RAMA SDH JD SUAMI ORANG KASIHAN JG MAYA ISTRINYA.

2024-01-26

1

ana Imaa

ana Imaa

anak korban keegoisan orangtua

2022-10-01

0

Kiki Sulandari

Kiki Sulandari

Lala...Rama sudah menjadi suami Maya
Apa yg kau cari dati Rama?

2022-09-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!