BAB 4. Kebebasan Untuk Memillih Waktu Yang Tepat.

Ren sedang serius membaca baris demi baris isi surat perdamaian yang di berikan oleh Selvi. Di sebelahnya, Heru juga sedang serius menanggapi suasana.

“Di sana, gak ada yang merugikan pihak Bapak apalagi FD Corp. Malah pasal-pasalnya lebih menguntungkan untuk Bapak pribadi dan FD Corp pada keseluruhannya. Jadi saya minta agar Pak Ren bersedia untuk segera membatalkan tuntutan bapak kepada putri Bu Arsa.”

Ren nampak tak acuh. Ia melemparkan berkas itu ke atas meja begitu saja dengan malas.

“Saya mau dia yang datang langsung meminta maaf sama saya.” Ujar Ren tegas.

“Ada lagi, Pak?”

“Enggak. Cukup itu saja.”

“Baik, Pak Ren. Besok, saya akan datang kesini lagi dengan putri Bu Arsa.” Janji Selvi.

Ren mengangguk setuju. Ia dan Heru mengantarkan kepergian Selvi sampai di depan ruangannya.

“Kalau gitu saya pamit dulu.” Ujar Heru.

“Iya, Pak. Makasih banyak Pak Heru.”

“Sama-sama.”

Ren kembali berjalan ke meja kerjanya. Menghempaskan pungungnya di kursi kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Memorynya sedang mengingat kejadian semalam yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. Dadanya dipenuhi oleh rasa kesal setengah mati karna ia salah dituduh bahkan sampai di bawa ke kantor polisi juga.

Awalnya Ren tak ingin mencabut gugatannya. Tapi setelah di fikir-fikir lagi, tidak akan ada gunanya jika ia meneruskan masalah sepele ini. Itu hanya akan menyita waktu dan fikirannya saja.

Tok, tok, tok. Pintu ruangannya di ketuk dari luar.

“Masuk.” Perintah Ren.

Dari balik pintu, muncul Navya yang berjalan anggun ke meja Ren. Ia meletakkan setumpuk berkas di meja Ren.

“Ini proposal yang bapak minta kemarin.” Jelas Navya.

“Oh, Iya. Makasih Navya.”

Navya hanya mengangguk kemudian berbalik dan keluar dari ruangan Ren. Pria itu hanya melirik saja punggung tegas itu sebelum menghilang di balik pintu. Kemudian ia kembali fokus ke pada pekerjaannya

Ren merasa terganggu saat ponselnya terus bergetar di atas meja. Ia enggan sekali untuk menjawabnya kalau itu bukan dari kakeknya.

“Iya, Kek?” Sapa Ren sesaat setelah ia meletakkan ponsel ke telinga.

“Ren? Mau makan siang sama Kakek?” Tawar Fandi dari seberang telfon. “Cepetan datang ke restoran Limma ya.”

Ren melihat jam tangannya sebentar. “Iya, Kek. Ren kesana sekarang.”  Janji Ren sebelum menutup telfon.

Ren keluar dari ruangannya dan segera di sambut oleh Ariga.

“Ga, aku mau keluar sebentar. Kamu gak usah ikut.” Tegas Ren sambil terkekeh setelah melihat ekspresi ariga yang nampak tidak terima di tinggalkan.

Ariga memberikan kunci mobil kepada Ren yang segera di sambar oleh pria itu.

Ren terus berjalan menuju ke tempat parkir basement gedung. Sesampainya disana, ia masuk ke dalam mobilnya kemudian langsung melajukan mobil ke tempat yang sudah di beritahu oleh kakeknya.

Jalanan ibukota siang ini terlihat lebih macet dari biasanya. Pun rintik hujan gerimis sudah mulai turun. Membuat beberapa pengendara sepeda motor lantas menepikan kendaraannya di emperan toko.

Setelah persimpangan lampu merah, Ren membelokkan mobil ke arah kiri memasuki halaman restoran Limma. Restoran ekslusive. Dimana semua pelangganya adalah dari kalangan VIP.

Seorang valet parking segera menghampiri mobil Ren begitu mobil berhenti di depan restoran. Ren kemudian keluar dan menyerahkan kunci mobilnya kepada pria itu. Lantas iapun segera memasuki restoran.

Seorang pelayan wanita restoran yang sudah mengenalinya langsung menyapanya di  pintu masuk.

“Mari, Pak. Sudah di tunggu sama Pak Fandi.” Pelayan itu memberitahu.

Ren mengikuti pelayan itu menuju ke sebuah ruangan VIP di lantai 2. Ia mengetuk pintu sebanyak dua kali untuk memberitahukan kedatangannya. Kemudian ia membuka pintu itu dan memberitahu kedatangan Ren kepada Fandi yang sudah menunggu di dalam.

“Oh, kamu udah datang?” Tanya Fandi yang langsung sumringah melihat kedatangan cucu kesayangannya itu.

Ren langsung tersenyum dan duduk di seberang Fandi. Tak berapa lama kemudian, dua pelayan datang dengan mendorong troli kemudian memindahkan makanan ke atas meja.

“Ayo, makan. Udah lama kita gak akan bareng. Tadi kakek telfon Papamu tapi katanya lagi di sibuk. Mamamu juga malah lagi di Jogja. Katanya kangen sama anak dan menantunya. Ranu, apa dia gak kangen sama kakek? Tu bocah udah lama gak kemari.” Jelas Fandi membuka obrolan.

“Mungkin lagi sibuk, Kek. Maklum, pengantin baru. Gimana lutut Kakek?” Tanya Ren. Mengingat beberapa waktu lalu Fandi sempat tak bisa jalan karna lututnya sakit.

“Ya biasa. Namanya jaga udah sepuh. Wajar kalau sendinya udah rusak. Hehehehe.”

“Kenapa gak di rawat aja sih, Kek?”

“Mau dirawat gimana? Sakit karna umur itu gak bisa di sembuhin, Ren.”

“Kenapa kakek ngajak makan siang? Mau ngomongin apa?” Tebak Ren. Karna biasanya Fandi pasti punya sesuatu untuk di bicarakan ketika meminta bertemu atau sekedar makan di luar.

Fandi yang tengah mengunyah makanannya, mendadak menghentikan kunyahannya. Ia mengambil selembar foto  dari kursi di sampingnya kemudian menyodorkannya kepada Ren.

“Anak Pak Gubernur. Cantik, kan? Namanya Gladis”

Ren terdengar menghela nafas sambil menerima foto itu. “Cantik.” Jawabnya malas.

Kini Ren sudah tau alasan sang kakek mengajaknya makan siang berdua.

“Mau Kakek buatkan janji?”

“Kek....” Ren bersuara dengan nada protes.

“Ren... Kamu ini udah kepala tiga. Udah waktunya kamu berumah tangga. Adikmu saja udah kawin itu. Kamu nunggu apa lagi? Gladis gadis yang baik. Coba temuin dia dulu.”

“Kek, kita kan udah pernah bahas ini.”

“Kakek udah bosan nunggu. Udah bertahun-tahun kamu selalu menghindar. Cuma pacaran-pacaran aja. Gak ada satupun yang kamu seriusin.”

Sudah. Nafsu makan Ren sudah menghilang sepenuhnya. Ia bosan dengan pembahasan itu lagi, itu lagi yang di bahas oleh Fandi. Seperti tak ada bahasan yang lebih penting saja. Padahal kedua orang tuanya saja tidak pernah mendesaknya dan memberikan kebebasan untuknya memilih waktu yang tepat.

“Kek. Aku bisa ngurus hidupku sendiri. Kakek gak perlu ikut campur masalah jodohku.” Tegas Ren. “Kalau waktunya udah tepat aku bisa menemukannya sendiri.”

“Iya, tapi kapan? Keburu kakek meninggal. Kakek udah pengen punya cicit, Ren.”

“Kan Ranu udah nikah. Kakek bisa punya cicit dari dia. Kenapa repot?” Ren sudah mulai kesal.

“Kakek udah terlanjur janji sama orang tua Gladis. Kakek minta tolong sama kamu. Sekali aja temuin dia.” Mohon Fandi bersikukuh.

Ren kembali menghela nafas kesal. Kalau ia teruskan membantah permintaan itu, maka perdebatan itu tidak akan pernah selesai sampai kapanpun.

“Ya udah. Cuma sekali aja tapi.” Janji Ren bersyarat.

Fandi tersenyum lebar mendengar itu. Ia yakin, kali ini, Gladis mampu meluluhkan hati Ren.

Ren tidak jadi melanjutkan makanannya. Karna nafsu makannya sudah terlanjur terbang entah kemana. Jadilah ia segera pamit dan pergi dari restoran itu.

Terpopuler

Comments

Ney Maniez

Ney Maniez

😲

2022-12-09

0

mayza delita

mayza delita

masih mengikuti alur

2022-11-14

0

Dea Amira 🍁

Dea Amira 🍁

oh adex nkh dlan to

2022-11-10

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Tidak Ada Yang Percaya Dengan Kebenaran.
2 BAB 2. Terjebak Di Padang Kaktus.
3 BAB 3. Tawa. Tempat Bersembunyi Paling Sempurna.
4 BAB 4. Kebebasan Untuk Memillih Waktu Yang Tepat.
5 BAB 5. Ucapan Adalah Senjata Paling Tajam Di Dunia.
6 BAB 6. Permintaan Maaf Yang Tulus.
7 BAB 7. Semua Hanya Butuh Waktu Yang Tepat Untuk Melalui Proses.
8 BAB 8. Hari Baik Belum Tentu Menjadi Yang Terbaik.
9 BAB 9. Menyembunyikan Diri Dalam Kegelapan.
10 BAB10. Bersiap Menyambut Kemandirian.
11 BAB 11. Malu Dan Tidak Mau Mengakui.
12 BAB 12. Sebutan Kosong Yang Tidak Berarti.
13 BAB 13. Terlihat Sekelebatan Luka.
14 BAB 14. Ternyata Sesulit Itu Menemukan Ketulusan.
15 BAB 15. Ada Batasan Yang Tidak Terlihat.
16 BAB 16. Sudah Biasa Dipandang Remeh.
17 BAB 17. Malam Yang Memberi Banyak Keuntungan.
18 BAB 18. Entah Lelah Fisik, Atau Lelah Hati.
19 BAB 19. Kenyaman Yang Disebut, Keluarga.
20 BAB 20. Harapan Yang Berkelebat Dan Menimbulkan Rasa Iri.
21 BAB 21. Lebih Banyak Yang Menyembunyikan Sifat Asli.
22 BAB 22. Tidak Punya Hak, Tapi Merasa Kesal.
23 BAB 23. Tidak Ada Raut Kekhawatiran Yang Terbaca.
24 BAB 24. Tidak Seperti Yang Terlihat
25 BAB 25. Tidak Bisa Diam Saja.
26 BAB 26. Digelitik Oleh Perasaan Aneh Yang Menyenangkan.
27 BAB 27. Rintik Hujan Menambah Malu.
28 BAB 28. Tingginya Keegoisan Hingga Menutupi Fikiran.
29 BAB 29. Mendung Yang Tak Kunjung Mendatangkan Hujan.
30 BAB 30. Serapat Apapun Menyembunyikan, Akan Ada Waktunya Untuk Di Ketahui.
31 BAB 31. Hitam Adalah Benteng Pertahanan.
32 BAB 32. Tidak Menemukan Alasannya.
33 BAB 33. Hati Yang Pias Dan Penuh Rasa Iri.
34 BAB 34. Senyuman Yang Berhasil Meluluh Lantakkan Sebuah Hati.
35 BAB 35. Sebaran Dalam Batasan.
36 BAB 36. Keindahan, Tersenyum Kepada Matahari.
37 BAB 37. Kebohongan Yang Sering Di Ucapkan Manusia.
38 BAB 38. Rumah Yang Tidak Pernah Menerimaku.
39 BAB 39. Setiap Orang Berhak Hidup Dengan Caranya Sendiri.
40 BAB 40. Untuk Sesaat Melupakan Luka.
41 BAB 41. Menjaga, Bukan Merusak. Itu Adalah Sikap Pria Hebat.
42 BAB 42. Benar Itu Semua Adalah Bagian Dari Masa Lalu.
43 BAB 43. Kecurigaan Yang Berakhir Dengan Salah Faham.
44 BAB 44. Sakit Akibat Praduga Yang Salah.
45 BAB 45. Ilusi Dari Sebuah Jurang Yang Nampak Menakutkan.
46 BAB 46. Ladang Yang Di Penuhi Oleh Bunga Dan Kupu-Kupu.
47 BAB 47. Menyusupkan Keinginan Di Antara Peringatan.
48 BAB 48. Dua Hati Yang Sedang Berbunga-Bunga Itu, Enggan Berpisah.
49 BAB 49. Deguban Rindu Yang Mendebarkan.
50 BAB 50. Sisi Kerapuhan Dan Kehancuran Yang Harus Di sembunyikan.
51 BAB 51. Sebenarnya Tidak Punya Hak Ikut Campur.
52 BAB 52. Orang Cenderung Melihat Hasilnya Ketimbang Prosesnya.
53 BAB 53. Sejauh Ini, Perasaan Itu Masih Terjaga Dengan Baik.
54 BAB 54. Besar Kepala Karna Kesempurnaan.
55 BAB 55. Rasa Bahagi Yang Sewaktu-Waktu Bisa Berubah Mnejadi Rasa Sakit.
56 BAB 56. Malam Yang Semprna Membawa Kebahagiaan Sekaligus Rasa Sakit.
57 BAB 57. Menawarkan Sandaran Dan Perlindungan.
58 BAB 58. Tidak Perlu Romantis, Yang Penting Tulus.
59 BAB 59. Selalu Ada Yang Tersakiti Saat Yang Lain Mendapatkan Kebahagiaan.
60 BAB 60. Senyum Pesakitan, Menandakan Hati Yang Sudah Terkoyak-Koyak.
61 BAB 61. Orang Yang Tepat Untuk Sandaran Luka.
62 BAB 62. Menangis Dalam Diam Adalah Hal Yang Menmyakitkan.
63 BAB 63. Hati Yang Masih Terjebak Di Masa Anak-Anak.
64 BAB 64. Rencana Masa Depan Itu Sudah Tersusun Rapi.
65 BAB 65. Hal Umum Namun Tidak Pernah Di Dapatkan.
66 BAB 66. Masih Punya Banyak Kekuatan Untuk Mengendalikan Diri.
67 BAB 67. Masih Belum Terbiasa Dengan Perubahan Sikap Yang Tiba-Tiba.
68 BAB 68. Pengakuan Atas Hak Milik.
69 BAB 69. Pujian Tapi Kok Menyakitkan.
70 BAB 70. Jurus Belas kasih. Pukulan Telak.
71 BAB 71. Tawa Itu, Telah Memantabkan Sebuah Rencana.
72 BAB 72. Putri Yang Baik Hati.
73 BAB 73. Pribadinya Masih Jauh Dari kata Dewasa.
74 BAB 74. Tidak Lagi Menemukan Jalan Untuk Melarikan Diri.
75 BAB 75. Hancur Untuk Yang Kedua Kalinya.
76 BAB 76. Orang Baik Tidak Benar-Benar Baik.
77 BAB 77. Rasa Malu Telah Mengalahkannya.
78 BAB 78. Kemalangan Seolah Masih Enggan Untuk Pergi.
79 BAB 79. Keputusan Tergesa-Gesa. Semoga Menjadi Baik.
80 BAB 80. Karma Butuh Waktu Untuk Mempersiapkan Balasan Terhebat.
81 BAB 81. Tidak Dalam Kondisi Bisa Memilih.
82 BAB 82. Sudah Jadi Hak Milik.
83 BAB 83. Ayo Kita Bahagia Sama-Sama.
84 Novel Baru.
Episodes

Updated 84 Episodes

1
BAB 1. Tidak Ada Yang Percaya Dengan Kebenaran.
2
BAB 2. Terjebak Di Padang Kaktus.
3
BAB 3. Tawa. Tempat Bersembunyi Paling Sempurna.
4
BAB 4. Kebebasan Untuk Memillih Waktu Yang Tepat.
5
BAB 5. Ucapan Adalah Senjata Paling Tajam Di Dunia.
6
BAB 6. Permintaan Maaf Yang Tulus.
7
BAB 7. Semua Hanya Butuh Waktu Yang Tepat Untuk Melalui Proses.
8
BAB 8. Hari Baik Belum Tentu Menjadi Yang Terbaik.
9
BAB 9. Menyembunyikan Diri Dalam Kegelapan.
10
BAB10. Bersiap Menyambut Kemandirian.
11
BAB 11. Malu Dan Tidak Mau Mengakui.
12
BAB 12. Sebutan Kosong Yang Tidak Berarti.
13
BAB 13. Terlihat Sekelebatan Luka.
14
BAB 14. Ternyata Sesulit Itu Menemukan Ketulusan.
15
BAB 15. Ada Batasan Yang Tidak Terlihat.
16
BAB 16. Sudah Biasa Dipandang Remeh.
17
BAB 17. Malam Yang Memberi Banyak Keuntungan.
18
BAB 18. Entah Lelah Fisik, Atau Lelah Hati.
19
BAB 19. Kenyaman Yang Disebut, Keluarga.
20
BAB 20. Harapan Yang Berkelebat Dan Menimbulkan Rasa Iri.
21
BAB 21. Lebih Banyak Yang Menyembunyikan Sifat Asli.
22
BAB 22. Tidak Punya Hak, Tapi Merasa Kesal.
23
BAB 23. Tidak Ada Raut Kekhawatiran Yang Terbaca.
24
BAB 24. Tidak Seperti Yang Terlihat
25
BAB 25. Tidak Bisa Diam Saja.
26
BAB 26. Digelitik Oleh Perasaan Aneh Yang Menyenangkan.
27
BAB 27. Rintik Hujan Menambah Malu.
28
BAB 28. Tingginya Keegoisan Hingga Menutupi Fikiran.
29
BAB 29. Mendung Yang Tak Kunjung Mendatangkan Hujan.
30
BAB 30. Serapat Apapun Menyembunyikan, Akan Ada Waktunya Untuk Di Ketahui.
31
BAB 31. Hitam Adalah Benteng Pertahanan.
32
BAB 32. Tidak Menemukan Alasannya.
33
BAB 33. Hati Yang Pias Dan Penuh Rasa Iri.
34
BAB 34. Senyuman Yang Berhasil Meluluh Lantakkan Sebuah Hati.
35
BAB 35. Sebaran Dalam Batasan.
36
BAB 36. Keindahan, Tersenyum Kepada Matahari.
37
BAB 37. Kebohongan Yang Sering Di Ucapkan Manusia.
38
BAB 38. Rumah Yang Tidak Pernah Menerimaku.
39
BAB 39. Setiap Orang Berhak Hidup Dengan Caranya Sendiri.
40
BAB 40. Untuk Sesaat Melupakan Luka.
41
BAB 41. Menjaga, Bukan Merusak. Itu Adalah Sikap Pria Hebat.
42
BAB 42. Benar Itu Semua Adalah Bagian Dari Masa Lalu.
43
BAB 43. Kecurigaan Yang Berakhir Dengan Salah Faham.
44
BAB 44. Sakit Akibat Praduga Yang Salah.
45
BAB 45. Ilusi Dari Sebuah Jurang Yang Nampak Menakutkan.
46
BAB 46. Ladang Yang Di Penuhi Oleh Bunga Dan Kupu-Kupu.
47
BAB 47. Menyusupkan Keinginan Di Antara Peringatan.
48
BAB 48. Dua Hati Yang Sedang Berbunga-Bunga Itu, Enggan Berpisah.
49
BAB 49. Deguban Rindu Yang Mendebarkan.
50
BAB 50. Sisi Kerapuhan Dan Kehancuran Yang Harus Di sembunyikan.
51
BAB 51. Sebenarnya Tidak Punya Hak Ikut Campur.
52
BAB 52. Orang Cenderung Melihat Hasilnya Ketimbang Prosesnya.
53
BAB 53. Sejauh Ini, Perasaan Itu Masih Terjaga Dengan Baik.
54
BAB 54. Besar Kepala Karna Kesempurnaan.
55
BAB 55. Rasa Bahagi Yang Sewaktu-Waktu Bisa Berubah Mnejadi Rasa Sakit.
56
BAB 56. Malam Yang Semprna Membawa Kebahagiaan Sekaligus Rasa Sakit.
57
BAB 57. Menawarkan Sandaran Dan Perlindungan.
58
BAB 58. Tidak Perlu Romantis, Yang Penting Tulus.
59
BAB 59. Selalu Ada Yang Tersakiti Saat Yang Lain Mendapatkan Kebahagiaan.
60
BAB 60. Senyum Pesakitan, Menandakan Hati Yang Sudah Terkoyak-Koyak.
61
BAB 61. Orang Yang Tepat Untuk Sandaran Luka.
62
BAB 62. Menangis Dalam Diam Adalah Hal Yang Menmyakitkan.
63
BAB 63. Hati Yang Masih Terjebak Di Masa Anak-Anak.
64
BAB 64. Rencana Masa Depan Itu Sudah Tersusun Rapi.
65
BAB 65. Hal Umum Namun Tidak Pernah Di Dapatkan.
66
BAB 66. Masih Punya Banyak Kekuatan Untuk Mengendalikan Diri.
67
BAB 67. Masih Belum Terbiasa Dengan Perubahan Sikap Yang Tiba-Tiba.
68
BAB 68. Pengakuan Atas Hak Milik.
69
BAB 69. Pujian Tapi Kok Menyakitkan.
70
BAB 70. Jurus Belas kasih. Pukulan Telak.
71
BAB 71. Tawa Itu, Telah Memantabkan Sebuah Rencana.
72
BAB 72. Putri Yang Baik Hati.
73
BAB 73. Pribadinya Masih Jauh Dari kata Dewasa.
74
BAB 74. Tidak Lagi Menemukan Jalan Untuk Melarikan Diri.
75
BAB 75. Hancur Untuk Yang Kedua Kalinya.
76
BAB 76. Orang Baik Tidak Benar-Benar Baik.
77
BAB 77. Rasa Malu Telah Mengalahkannya.
78
BAB 78. Kemalangan Seolah Masih Enggan Untuk Pergi.
79
BAB 79. Keputusan Tergesa-Gesa. Semoga Menjadi Baik.
80
BAB 80. Karma Butuh Waktu Untuk Mempersiapkan Balasan Terhebat.
81
BAB 81. Tidak Dalam Kondisi Bisa Memilih.
82
BAB 82. Sudah Jadi Hak Milik.
83
BAB 83. Ayo Kita Bahagia Sama-Sama.
84
Novel Baru.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!