Ren sedang serius membaca baris demi baris isi surat perdamaian yang di berikan oleh Selvi. Di sebelahnya, Heru juga sedang serius menanggapi suasana.
“Di sana, gak ada yang merugikan pihak Bapak apalagi FD Corp. Malah pasal-pasalnya lebih menguntungkan untuk Bapak pribadi dan FD Corp pada keseluruhannya. Jadi saya minta agar Pak Ren bersedia untuk segera membatalkan tuntutan bapak kepada putri Bu Arsa.”
Ren nampak tak acuh. Ia melemparkan berkas itu ke atas meja begitu saja dengan malas.
“Saya mau dia yang datang langsung meminta maaf sama saya.” Ujar Ren tegas.
“Ada lagi, Pak?”
“Enggak. Cukup itu saja.”
“Baik, Pak Ren. Besok, saya akan datang kesini lagi dengan putri Bu Arsa.” Janji Selvi.
Ren mengangguk setuju. Ia dan Heru mengantarkan kepergian Selvi sampai di depan ruangannya.
“Kalau gitu saya pamit dulu.” Ujar Heru.
“Iya, Pak. Makasih banyak Pak Heru.”
“Sama-sama.”
Ren kembali berjalan ke meja kerjanya. Menghempaskan pungungnya di kursi kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Memorynya sedang mengingat kejadian semalam yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. Dadanya dipenuhi oleh rasa kesal setengah mati karna ia salah dituduh bahkan sampai di bawa ke kantor polisi juga.
Awalnya Ren tak ingin mencabut gugatannya. Tapi setelah di fikir-fikir lagi, tidak akan ada gunanya jika ia meneruskan masalah sepele ini. Itu hanya akan menyita waktu dan fikirannya saja.
Tok, tok, tok. Pintu ruangannya di ketuk dari luar.
“Masuk.” Perintah Ren.
Dari balik pintu, muncul Navya yang berjalan anggun ke meja Ren. Ia meletakkan setumpuk berkas di meja Ren.
“Ini proposal yang bapak minta kemarin.” Jelas Navya.
“Oh, Iya. Makasih Navya.”
Navya hanya mengangguk kemudian berbalik dan keluar dari ruangan Ren. Pria itu hanya melirik saja punggung tegas itu sebelum menghilang di balik pintu. Kemudian ia kembali fokus ke pada pekerjaannya
Ren merasa terganggu saat ponselnya terus bergetar di atas meja. Ia enggan sekali untuk menjawabnya kalau itu bukan dari kakeknya.
“Iya, Kek?” Sapa Ren sesaat setelah ia meletakkan ponsel ke telinga.
“Ren? Mau makan siang sama Kakek?” Tawar Fandi dari seberang telfon. “Cepetan datang ke restoran Limma ya.”
Ren melihat jam tangannya sebentar. “Iya, Kek. Ren kesana sekarang.” Janji Ren sebelum menutup telfon.
Ren keluar dari ruangannya dan segera di sambut oleh Ariga.
“Ga, aku mau keluar sebentar. Kamu gak usah ikut.” Tegas Ren sambil terkekeh setelah melihat ekspresi ariga yang nampak tidak terima di tinggalkan.
Ariga memberikan kunci mobil kepada Ren yang segera di sambar oleh pria itu.
Ren terus berjalan menuju ke tempat parkir basement gedung. Sesampainya disana, ia masuk ke dalam mobilnya kemudian langsung melajukan mobil ke tempat yang sudah di beritahu oleh kakeknya.
Jalanan ibukota siang ini terlihat lebih macet dari biasanya. Pun rintik hujan gerimis sudah mulai turun. Membuat beberapa pengendara sepeda motor lantas menepikan kendaraannya di emperan toko.
Setelah persimpangan lampu merah, Ren membelokkan mobil ke arah kiri memasuki halaman restoran Limma. Restoran ekslusive. Dimana semua pelangganya adalah dari kalangan VIP.
Seorang valet parking segera menghampiri mobil Ren begitu mobil berhenti di depan restoran. Ren kemudian keluar dan menyerahkan kunci mobilnya kepada pria itu. Lantas iapun segera memasuki restoran.
Seorang pelayan wanita restoran yang sudah mengenalinya langsung menyapanya di pintu masuk.
“Mari, Pak. Sudah di tunggu sama Pak Fandi.” Pelayan itu memberitahu.
Ren mengikuti pelayan itu menuju ke sebuah ruangan VIP di lantai 2. Ia mengetuk pintu sebanyak dua kali untuk memberitahukan kedatangannya. Kemudian ia membuka pintu itu dan memberitahu kedatangan Ren kepada Fandi yang sudah menunggu di dalam.
“Oh, kamu udah datang?” Tanya Fandi yang langsung sumringah melihat kedatangan cucu kesayangannya itu.
Ren langsung tersenyum dan duduk di seberang Fandi. Tak berapa lama kemudian, dua pelayan datang dengan mendorong troli kemudian memindahkan makanan ke atas meja.
“Ayo, makan. Udah lama kita gak akan bareng. Tadi kakek telfon Papamu tapi katanya lagi di sibuk. Mamamu juga malah lagi di Jogja. Katanya kangen sama anak dan menantunya. Ranu, apa dia gak kangen sama kakek? Tu bocah udah lama gak kemari.” Jelas Fandi membuka obrolan.
“Mungkin lagi sibuk, Kek. Maklum, pengantin baru. Gimana lutut Kakek?” Tanya Ren. Mengingat beberapa waktu lalu Fandi sempat tak bisa jalan karna lututnya sakit.
“Ya biasa. Namanya jaga udah sepuh. Wajar kalau sendinya udah rusak. Hehehehe.”
“Kenapa gak di rawat aja sih, Kek?”
“Mau dirawat gimana? Sakit karna umur itu gak bisa di sembuhin, Ren.”
“Kenapa kakek ngajak makan siang? Mau ngomongin apa?” Tebak Ren. Karna biasanya Fandi pasti punya sesuatu untuk di bicarakan ketika meminta bertemu atau sekedar makan di luar.
Fandi yang tengah mengunyah makanannya, mendadak menghentikan kunyahannya. Ia mengambil selembar foto dari kursi di sampingnya kemudian menyodorkannya kepada Ren.
“Anak Pak Gubernur. Cantik, kan? Namanya Gladis”
Ren terdengar menghela nafas sambil menerima foto itu. “Cantik.” Jawabnya malas.
Kini Ren sudah tau alasan sang kakek mengajaknya makan siang berdua.
“Mau Kakek buatkan janji?”
“Kek....” Ren bersuara dengan nada protes.
“Ren... Kamu ini udah kepala tiga. Udah waktunya kamu berumah tangga. Adikmu saja udah kawin itu. Kamu nunggu apa lagi? Gladis gadis yang baik. Coba temuin dia dulu.”
“Kek, kita kan udah pernah bahas ini.”
“Kakek udah bosan nunggu. Udah bertahun-tahun kamu selalu menghindar. Cuma pacaran-pacaran aja. Gak ada satupun yang kamu seriusin.”
Sudah. Nafsu makan Ren sudah menghilang sepenuhnya. Ia bosan dengan pembahasan itu lagi, itu lagi yang di bahas oleh Fandi. Seperti tak ada bahasan yang lebih penting saja. Padahal kedua orang tuanya saja tidak pernah mendesaknya dan memberikan kebebasan untuknya memilih waktu yang tepat.
“Kek. Aku bisa ngurus hidupku sendiri. Kakek gak perlu ikut campur masalah jodohku.” Tegas Ren. “Kalau waktunya udah tepat aku bisa menemukannya sendiri.”
“Iya, tapi kapan? Keburu kakek meninggal. Kakek udah pengen punya cicit, Ren.”
“Kan Ranu udah nikah. Kakek bisa punya cicit dari dia. Kenapa repot?” Ren sudah mulai kesal.
“Kakek udah terlanjur janji sama orang tua Gladis. Kakek minta tolong sama kamu. Sekali aja temuin dia.” Mohon Fandi bersikukuh.
Ren kembali menghela nafas kesal. Kalau ia teruskan membantah permintaan itu, maka perdebatan itu tidak akan pernah selesai sampai kapanpun.
“Ya udah. Cuma sekali aja tapi.” Janji Ren bersyarat.
Fandi tersenyum lebar mendengar itu. Ia yakin, kali ini, Gladis mampu meluluhkan hati Ren.
Ren tidak jadi melanjutkan makanannya. Karna nafsu makannya sudah terlanjur terbang entah kemana. Jadilah ia segera pamit dan pergi dari restoran itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ney Maniez
😲
2022-12-09
0
mayza delita
masih mengikuti alur
2022-11-14
0
Dea Amira 🍁
oh adex nkh dlan to
2022-11-10
0