“Jin!”
Zinnia tau siapa yang sedang memanggilnya itu. Hanya satu makhluk di dunia ini yang memanggilnya begitu. Dia adalah Joham Syah. Teman seumuran yang sama tengilnya seperti dia. Mereka sama-sama menyukai aliran musik yang sama. Dan hanya Joham yang tidak pernah meremehkan dirinya dan mendukung apapun yang ia lakukan. Selama itu masih dalam batas wajar.
“Joo, kamu harus les artikulasi supaya bisa memanggilku dengan benar.” Gerutu Zinnia.
“Ya emang kamu Jin.” Jawab Joham santai.
“Sia lan!”
“Kamu ini kenapa lagi?” Tanya Joham yang masih duduk di atas sepeda motornya. “Buruan naik, aku anter pulang.”
“Kalau aku mau pulang, udah nebeng Kak Selvi dari tadi. Gak perlu repot-repot nungguin kamu. Malam ini aku nginep di rumahmu.”
“Heh! Enak aja. Kalau aku silap gimana? Kasihan Navya kalau tubuhku ternodai.” Joham menolak.
Plak! Sebuah pukulan mendarat di punggungnya. Zinnia menatapnya tanpa ekspresi sehingga nampak menyeramkan. Apalagi wajahnya di terpa oleh cahaya lampu dari teras kantor polisi.
“Aku tau kamu kuat iman, Joo.” Desisnya. “Berangkat!” Paksa Zinnia saat ia sudah nangkring di belakang Joham.
“Awas aja pokoknya kalau sampai salah satu di antara kita silap. Aku bakalan tuntut kamu atas dugaan pelecehan seksual dan pemerkosaan.” Ancam Joham.
“Gak bakal. Palingan ngeraba-raba dikit.”
“jin!”
“Hahahahahaha.”
Dan sepanjang jalan, Joham terus menggerutu tidak jelas. Ia kesal karna Zinnia tetap tidak mau diantar pulang ke rumahnya. Padahal ia sudah membujuknya.
“Mau ngopi dulu, gak?” Tawar Joham di tengah perjalanan.
“Boleh.”
Joham menghentikan sepeda motornya di depan sebuah warung burjo di depan komplek perumahannya. Si abang penjual langsung tersenyum ramah padanya.
“Kopi dua, Bang.” Pesan Joham yang langsung duduk di kursi panjang.
“Indomi satu, Bang. Banyakin cabenya.” Zinnia memesan sambil ikut duduk di samping Joham.
“Siap. Udah lama gak kemari, Neng?” Ujar abang penjual yang memang sudah mengenal Zinnia dan Joham. Namun Zinnia hanya tersenyum saja menanggapi pertanyaan itu.
Lima menit kemudian, pesanan mereka sudah datang. Aroma pedas langsung menyeruak dari piring mie goreng di hadapan Zinnia.
Tanpa banyak bicara, Zinnia segera menyantap hidangan itu. Joham hanya membiarkannya saja, ia sudah faham dengan apa yang terjadi selanjutnya.
Perlahan, suara isak tangis dari gadis yang duduk di samping Joham itu mulai terdengar. Joham menarik tisu dan mengulurkannya kepada Zinnia. Ia sudah tau apa yang membuat Zinnia menangis. Bukan karna pedasnya makanan yang ia makan, melainkan hatinya yang sedang terluka.
“Tuh kan? Pedes kan?” Seloroh abang penjual.
“Abang sih! Kenapa di kasih cabenya banyak banget! Kan aku jadi gak tahan sampe nangis begini!” Keluh Zinnia membuat abang penjual menggeleng heran.
“Lha kan situ yang minta. Kok jadi saya yang salah?”
“Huhuhuhuhu... Hiks.” Walaupun airmatanya meleleh namun Zinnia masih menghabiskan makanannya dengan sesenggukan.
Joham menunggu sampai temannya itu berhenti menangis, baru ia bertanya.
“Kali ini apa lagi?”
“Aku cuma minta ijin pergi ke Malang. Malah kemana-mana bahasnya.”
“Kan konsernya di batalin. Emangnya kamu gak tau?”
“Hah? Yang bener?” Zinnia mengusap hidungnya dengan punggung tangannya.
“Iyuhh.” Joham jijik sekali melihatnya. Ia kembali menyerahkan tisu kepada Zinnia. Tapi kali ini beserta kotaknya sekalian.
Zinnia mengambil tisu untuk mengelap tangan dan hidungnya. Zat capcaisin membuat cairan di hidungnya terus meleleh.
“Jadi gak ada gunanya dong aku kabur.”
“Hahahahaha. Makanya, apa-apa itu, lihat kondisi dulu.”
Zinnia mencibiri Joham. Kemudian mereka terdiam untuk beberapa saat.
“Apa yang kamu sukai dari Navya, Joo?” Pertanyaan itu membuat Joham langsung menoleh kepada Zinnia. Ia mengernyitkan keningnya.
“Yakin mau dengar? Nanti tambah sakit.”
“Sekarang gak yakin. Gak usah di jawab.” Dengus Zinnia.
“Hahahahaha. Cobalah cari pria yang baik. Bukan cuma karna kamu pengen nyosor bibirnya doang. Saat hatimu berdebar, kamu bakalan ngerti kenapa aku suka sama Navya.”
“Ch! Tapi hatiku gak pernah berdebar saat pacaran, Joo. Apa itu berarti aku belum ketemu sama pria yang baik?”
“Bisa jadi. Jodohmu masih sembunyi karna takut sama penampakanmu. Hahahahahaha.” Joham puas sekali menggoda Zinnia. Tidak peduli kalau punggungnya sudah berkali-kali mendapatkan pukulan dari gadis itu.
“Seremeh itukah aku bagimu, Joo? Bagi kalian?” Suara Zinnia berubah sendu. Ia menunduk sambil melipat tangannya di atas meja.
Dan saat itu Joham tau, kalau ia sudah salah bersikap. Ia menggaruk sebelah alisnya dengan ekspresi tidak enak.
“Bukan gitu, Jin.” Joham tidak jadi melanjutkan pembelaannya karna melihat airmata sudah kembali menetes ke atas meja. Ia hanya bisa menghela nafas penyesalan karna sudah salah berbicara.
“Maaf. Aku gak bermaksud nyinggung perasaan kamu.” Lirih Joham penuh penyesalan
Zinnia masih terdiam. Ia terus menundukkan wajahnya. Namun tiba-tiba tubuhnya mulai bergoyang dan terdengar suara darinya.
“Bbuuuuaahahahahhahaahhaaha!” Zinnia tertawa lepas. Ia menegakkan punggungnya sambil mengusap matanya. “Takut, ya? Takut, ya? Hahahahahahaha.” Raut wajah Zinnia tak menampakkan kesedihan sama sekali.
“Sialan kamu. Dasar jin.” Gerutu Joham yang sudah kepalang kesal.
Padahal Joham tau, itu hanya sikap pura-pura Zinnia untuk menyembunyikan kesedihannya yang sesungguhnya. Ia merasa kasihan kepada temannya itu.
Orang bilang, tidak ada kata persahabatan antara pria dan wanita. Karna salah satunya pasti memilik perasaan lebih terhadap yang lain.
Tapi Joham dan Zinnia membuktikannya. Mereka sudah bersahabat lebih dari lima tahun. Tak ada perasaan cinta di antara mereka. Baik Joham maupun Zinnia, tak pernah mempunyai perasaan lebih terhadap satu sama lain. Mereka hanya berteman. Hanya sebatas itu.
Joham tetap bertahan pada perasaannya untuk Navya. Sedangkan Zinnia, dia akan berpacaran dengan siapapun yang dia mau, dan akan memutuskannya saat ia mau.
“Jooo!!! Tunggu!” Pekik Zinnia saat Joham yang kesal sudah berjalan keluar di depannya. Pria itu bahkan mengancam akan meninggalkan Zinnia dengan langsung bertengger di atas sepeda motornya.
Untungnya Zinnia dengan cepat melompat ke atas jok motor. Dan Joham segera melajukan motornya menuju ke rumahnya.
“Aahhh. Enaknyaaa....” Seloroh Zinnia yang menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Menatap langit-langit ruangan itu dengan perasaan yang sulit di jelaskan.
“Kamu tidur di kamar aja. Biar aku yang tidur disini.” Perintah Joham sambil melemparkan selimut dan bantal ke atas sofa.
“Makaciiihhh...” Jawan Zinnia yang langsung ngeloyor ke kamar Joham.
“Bersihin dulu badanmu sebelum tidur!” Teriak Joham mengingatkan. Namun Zinnia hanya melambaikan sebelah tangannya saja.
Di rumah Joham hanya terdapat dua kamar tidur. Satu ia gunakan sebagai gudang dan ia hanya menggunakan satu kamar saja. Jadi saat Zinnia menginap disini, ia akan mengalah dan tidur di sofa ruang tamu.
Zinnia memang sudah sering menginap di rumahnya kalau sedang bermasalah dengan keluarganya. Bahkan para tetangga Joham sudah mengenal baik siapa dia. Rumah Joham sudah seperti rumah kedua baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ney Maniez
🙄🙄
2022-12-09
0
mayza delita
baru lanjut baca 🤭🤭 beberapa bln lalu kecantol di aplikasi sebelah
2022-11-14
1
Una_awa
lanjut kak
2022-08-30
0