Semua Bukan Inginku.

Semua Bukan Inginku.

Mengenakan stelan oranye.

"Nona Malini Ayunda, Silahkan ikut dengan saya, ada seseorang yang datang mengunjungi anda." Titah seorang Sipir penjara kepada seorang gadis yang kini mengenakan stelan berwarna oranye.

"Baik bu" Jawab gadis itu patuh, meski di dalam hatinya bertanya, siapa sebenarnya yang hari ini datang mengunjungi dirinya, sebab sudah hampir sebulan terakhir menjadi tahanan baru kali ini ada yang datang mengunjunginya.

Seketika gadis itu merasa kakinya begitu berat untuk melanjutkan langkah, saat melihat sosok seorang pria tak asing baginya dari kejauhan.

Apalagi sorot mata pria itu layaknya seekor elang yang hendak menerkam mangsanya.

Dengan perlahan Malini melanjutkan langkahnya, hingga berdiri tepat di depan pria bermata elang tersebut.

"Silahkan tuan, karena waktu anda tidak banyak!!." kata sipir penjara pada seorang pria tampan dengan tinggi badan sekitar 183 cm. meski tatapannya kini kurang bersahabat, namun hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanan serta karismatik yang di miliki pria itu.

Anggukan paham dari pria itu, membuat sipir penjara segera meninggalkan keduanya.

Keduanya pun kini telah duduk berhadapan, hanya ada sebuah meja yang menjadi pembatas.

Nampak jelas tubuh mungil Malini gemetar, saat pria itu menatapnya dengan tajam. seolah tatapan tajam itu mampu menembus hingga ke jantung, sampai keringat gadis itu mulai membasahi dahinya.

Sejenak hening sebelum pria itu melontarkan pertanyaan yang membuat Malini semakin tertunduk, tak berani menatapnya.

"Kenapa kamu tega menipu saya, siapa kamu sebenarnya??" cecar pria itu dengan intonasi yang terdengar begitu menyeramkan di indera pendengaran Malini.

"Maafkan saya tuan." hanya itu yang mampu keluar dari bibir mungil Malini yang nampak bergetar saat berucap.

"Saya melakukannya karena terpaksa." lanjut wanita itu dengan posisi tertunduk dan masih dengan nada bergetar. meskipun sebenarnya Malini sudah berusaha agar tak terlihat gemetar di hadapan pria itu, namun apa daya semua itu seakan sia sia.

"Terpaksa??." Gama, begitu biasa pria itu di sapa nampak tersenyum menyeringai seraya mengulang salah satu kata yang baru saja di dengarnya.

"Kamu dengan sengaja datang kedalam kehidupan saya untuk menipu saya dan juga seluruh anggota keluarga saya dan sekarang kamu bilang semua itu terpaksa." Gama nampak menoleh ke kiri dan ke kanan seraya tersenyum tak percaya dengan kalimat Yang baru saja di lontarkan Malini.

"Jika anda merasa saya telah menipu Anda serta keluarga anda tuan, maka Saya akan mempertanggung jawabkan semuanya." Dengan memberanikan diri Malini berucap demikian, sesaat sebelum sipir penjara datang dan mengatakan jika waktu berkunjung telah usai.

"Maaf tuan Gamara Pradipta waktu berkunjung telah usai, tahanan harus kembali ke selnya." ucap Sipir ketika baru saja menghampiri Keduanya.

Tanpa berkata kata lagi Gama segera bangkit dari duduknya kemudian meninggalkan tempat itu, namun sebelum benar benar berlalu pria itu kembali memberi tatapan penuh makna ke arah Malini ketika tanpa sengaja pandangan keduanya bertemu.

Malini menghela napas dalam seolah baru saja terbebas dari sebuah ruangan yang membuat napasnya terasa sesak, saat menyaksikan punggung Gamara tak lagi terlihat olehnya.

Malini melangkah mengikuti langkah sipir penjara untuk kembali ke dalam selnya.

Namun baru saja beberapa langkah tiba tiba Malini menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya.

"Malini." Malini menoleh saat mendengar Ria yang baru saja tiba memanggil namanya.

"Bu, apa saya boleh bicara sebentar dengan sahabatnya saya, saya janji tidak akan lama bu??." pinta Malini dengan wajah memelas berharap sipir tersebut sedikit memberinya kebijakan.

Sipir tersebut nampak berpikir sejenak sebelum menjawab.

"Baiklah, tapi ingat Nona Malini, jangan lama lama karena Ibu takut akan mendapat teguran dari atasan!!." jawab sipir wanita yang tak tega Melihat raut memelas Malini.

"Saya janji Bu tidak akan lama." jawab Malini dengan senyum tipis yang terukir di wajah cantiknya.

Setelah mendapat izin Malini pun segera menghampiri Ria, yang telah duduk di sebuah bangku pengunjung.

"Maafkan Aku Malini, karena baru sempat mengunjungimu." kata Ria dengan wajah penuh penyesalan.

"Tidak apa apa, tidak perlu merasa bersalah seperti itu. lagi pula aku baik baik saja di sini." jawab Malini yang tidak ingin terlihat menyedihkan di mata sahabatnya, karena biar bagaimanapun Ria adalah sahabat baiknya. jika Ria melihatnya bersedih sudah pasti akan membuat sahabatnya itu ikut bersedih. sementara Malini bukanlah sosok wanita yang suka melihat orang orang yang di sayangi bersedih, apalagi sedih karena dirinya.

"Jika dulu kamu terpaksa melakukan semua itu demi menghindari dinginnya penjara, lalu kenapa sekarang kamu justru menyerah dengan mengakui semuanya, yang mengakibatkan Kamu harus berakhir di penjara??." Ria coba mengingatkan Malini sebab mengapa sampai ia pasrah, dan menerima tawaran dari wanita yang begitu licik menurut Ria.

Ucapan sahabatnya itu membuat Malini teringat akan kejadian tiga bulan lalu, yang mengakibatkan dirinya masuk dan terjebak di dalam keluarga Pradipta.

Flash back On

Tiga bulan yang lalu.

Seorang gadis yatim piatu bernama Malini Ayunda, hidup bersama sang nenek sejak ia masih berusia delapan tahun.

Pagi ini Malini nampak begitu bersemangat, sebab hari ini merupakan hari pertama ia di terima bekerja di sebuah hotel berbintang di kota B.

"Malini sarapan dulu sebelum berangkat!!." kata wanita yang usianya hampir menginjak enam puluh tahunan, usai menyiapkan sarapan di meja.

"Iya nek,,,, nek Doakan Malini ya, semoga bos tempat Malini bekerja orangnya baik. biar kalau sudah punya uang lebih, Malini bisa mengajak nenek nginap di hotel mewah tempat Malini bekerja itu!!." ucap gadis cantik berusia 22 tahun tersebut dan di tanggapi senyum oleh neneknya.

"Ada ada saja kamu ini Neng, lagian ngapain juga nenek pake menginap di hotel segala." sahut neneknya tersenyum geli, karena merasa cucu nya itu ada ada saja.

"Ya nggak apa-apa dong nek, sekali sekali apa salahnya coba. " kata Malini sebelum kembali melihat jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Malini berangkat ya nek, takut telat. kan tidak lucu kalau Malini di pecat di hari pertama bekerja karena terlambat." ujar gadis itu kemudian, sembari mengunyah sisa nasi goreng yang masih berada di dalam mulutnya.

"Hati hati neng!!." kata nenek Khawatir saat Melihat cucu kesayangannya beranjak dengan terburu buru.

Setelah berpamitan Malini menuju hotel tempatnya bekerja, dengan menggunakan motor metik miliknya.

Selain bekerja di hotel bintang lima, hal lain yang membuat Malini lebih bersemangat adalah ia dan sahabatnya yang bernama Ria Wulandari secara bersamaan di terima bekerja di hotel tersebut.

Meskipun keduanya hanya bertugas sebagai housekeeping, namun Malini dan juga Ria tetap happy dan menikmati pekerjaannya.

Tidak terasa sudah hampir dua bulan Keduanya bekerja sebagai housekeeping di hotel bintang lima tersebut. Leo yang merupakan kekasih Malini, sesekali menjemput sang kekasih jika Malini sengaja tidak membawa motornya.

Keduanya begitu saling mencintai, bagaimana tidak, keduanya sudah menjalin kasih sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.

Namun begitu, gaya berpacaran keduanya terbilang cukup sehat karena tidak ada sentuhan fisik yang berlebihan selain berpegangan tangan, itupun bisa di hitung dengan jari selama keduanya menjalin asmara. mungkin karena Leo yang begitu mencintai Sang kekasih, sehingga tak sedikit pun di benak pria itu niat untuk melakukan sesuatu di luar batas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!