Nona Hari Minggu
Ting!
Dia terjingkat kaget oleh sebuah pesan masuk mengusik kesendiriannya ditengah malam dingin yang diiringi gerimis. Dibuka, dibaca lalu dibalas dan kemudian mengarahkan pandangan lagi ke arah layar monitor laptopnya.
Ting!
Sebuah pesan masuk lagi. Tapi kali ini Sunday tidak menghiraukannya. Dirinya terlalu sibuk dengan tugasnya.
Bip bip bip... tanda sebuah panggilan masuk. Mau tidak mau Sunday melongok ponselnya.
Faris memanggil...
Panggilan dari aplikasi Whatsapp.
Sunday mengangkat dengan kemudian kembali menatap layar laptopnya.
"Apa!" Sambut Sunday agak membentak
"Galak sekali, Nona. Calm down..." Suara di seberang yang terdengar sedikit terkekeh.
"Mengganggu saja." Sunday menggerutu.
"Sudah malam, bukankah kata bang Haji Rhoma begadang jangan begadang, itu tak ada artinya." Suara itu malah menyanyikan lagu Rhoma Irama.
"Sok tau. Sebagai anak milenial, begadang itu selalu ada artinya."
"Oh ya?"
"Ahh, sudah. Kalau cuma ingin mengganggu, tutup saja telponnya." Sunday mulai galak.
"Oke... oke..." Faris tertawa mengetahui lawan bicaranya mulai menunjukkan gejala marah. Mungkin Sunday memang masih marah, batinnya.
"Minggu depan aku pulang." Lanjut faris kemudian.
"Siapa peduli." Jawab Sunday berlagak acuh. Padahal ada secuil rasa senang dihatinya.
Bagaimana tidak, seorang teman yang selama ini jauh sebentar lagi akan pulang.
Yapp, Sunday dan Faris adalah teman yang mengalami LDR. Jadi bukan pacar saja yang bisa LDR. Teman juga.
Pertemanan mereka dimulai ketika Faris mengantar sebuat titipan papa Sunday kepadanya ketika Faris pulang ber-holliday dari kapal pesiar tempatnya bekerja sebagai seorang sailor dan ayah Sunday adalah atasannya sebagai supervisor.
Sunday yang baru saja pulang dari sekolahnya sedang kepanasan. Cuaca di bulan Juni memang tak tertahankan panasnya bagi yang tinggal di negara khatulistiwa ini.
Tidak ingin berlama merasakan terik matahari Sunday bergegas memarkir Scoopy stylish-nya di teras rumahnya dan segera memasuki rumah. Sudah terbayang olehnya air dingin di dalam kulkas yang bisa menyelamatkan dirinya dari udara panas yang menjalari tubuhnya.
Tapi baru membuka pintu rumah, Sunday dikejutkan oleh sesosok makhluk asing dihadapannya. Tersenyum manis menampilkan deretan gigi putih yang mempesona. Dihadapan makhluk itu, mamanya menyambut dengan wajah sumringah seperti biasanya.
"Hai sayang... sini-sini... " Mamanya menghambur mendekatinya. Sunday menurut dan seperti sekejap lupa pada cuaca panas yang beberapa saat lalu mengganggunya. "Nih buat kamu, Sun."Mama Sunday menyodorkan tas kertas berlabel merk terkenal. Perasaanya mulai tidak enak. Pria muda di hadapannya tampak tersemyum sopan didepannya. Sunday membalas senyumnya ragu.
Memori Sunday mencoba meningkatkan sistem searching-nya untuk mencari tau apakah dia mengenal pria ini. Mamanya seperti tahu apa yang dipikirkan Sunday dan segera memberi jawaban dari pencarian Sunday pada wajah baru itu.
"Ini Faris, teman Papa. Dia mengantarkan ini buat kamu" Mama Sunday menunjuk tas kertas ditangannya yang tadi disodorkan padanya.
"Ooo..." Sunday melengos seketika.
Jadi, cowok ini teman Papa. Membawa titipan dari Papa. Batin Sunday.
Sunday segera masuk ke kamarnya seketika setelah mengucapkan terima kasih kepada pria itu. Seperti ada perasaan aneh dari pria yang bahkan belum sempat mengenalkan dirinya kepada Sunday.
Tapi Sunday tidak peduli pada tatapan aneh dari pria itu. Baginya semua pelaut sama saja.
Dari dalam kamarnya samar-samar terdengar Ana, mama Sunday, meminta maaf atas sikap dingin Sunday. Ana memberi alasan semasuk akal mungkin atas sikap Sunday yang acuh terhadap mereka. Setelah itu Sunday sudah tidak peduli lagi. Tas berisi mungkin jam tangan itu sudah tergeletak bersama tumpukan barang-barang lain di dalam lemarinya. Sunday tidak akan menyentuhnya lagi. Semua barang dari papanya baginya tidak pernah berarti.
Sunday bahkan sudah lupa bahwa tadi dirinya sangat menginginkan air dingin. Benda di balik tas itu menjadikan dirinya lupa seketika pada hausnya. Yang ada hanya rasa benci.
Itu kali pertama Sunday bertemu Faris.
🌸🌸🌸
Suatu sore di sebuah kedai es krim, Sunday bersama teman-temannya.
Windy dan Suzan sedang menikmati es krim kesukaan mereka masing-masing. Sunday masih mengantri menunggu pesanannya di antara antrian panjang. Sunday baru datang, jadi dia baru bisa memesan di kedai favoritnya ini.
Tiga orang didepannya sudah mendapat pelayanan sekarang gilirannya.
"Selamat sore, Kak. Kakak mau memesan apa?" Sapa pramusaji di depan Sunday dengan semyum dibuat semanis mungkin mengalahkan es puter si frezer bening hadapannya.
"Es puter rasa durian, Kak." Pesannya pada seorang pramusaji di depannya.
"Baik kak, ditunggu. Ini tidak akan lama."
Setelah pesanan Sunday siap, pramusaji menyerahkan es puter itu. Kemudian Sunday siap membayar. Tapi... dia tidak menemukan dompetnya. Dicari-cari tapi tidak menemukannya juga. Ahh, dia baru ingat, dompetnya tertinggal di tas yang kemarin dipakainya. Hari ini ia memakai tas yang lain. Baru saja Sunday bermaksud meminjam uang dari teman-temannya di meja ujung ruangan, seseorang telah meletakkan uang pecahan 100ribu di atas meja pramusaji.
"Ini..." Seorang pria berkata tepat disampingnya.
Sunday menoleh dan menemukan seorang pria bersenyum malaikat ada disampingnya.
"Tidak, aku akan membayarnya." Tolak Sunday merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa, aku lihat kamu mungkin sedang tidak membawa dompetmu." Masih dengan senyum memukaunya.
"Tidak... Tidak... Aku datang bersama temanku, aku akan meminjam temanku saja."
Seolah tidak menghiraukan penolakan Sunday, pria itu memastikan bahwa pramusaji harus menerima pembayaran darinya. Pramusaji akhirnya menerima pambayaran dari pria itu, dan Sunday hanya bisa berterima kasih dengan perasaan yang tidak enak.
"Terima kasih." Kata Sunday akhirnya.
"Oke." Balas pria itu. Kemudian Sunday berlalu menuju meja teman-temannya berada.
"Yahhh... aku baru datang, es krim kalian sudah habis." Sunday kecewa. Kedua temannya cekikikan.
"Siapa suruh datang terlambat." Celetuk Windy.
"Pertama, ini gara-gara laboran yang kejam itu. Kedua, gara-gara dompetku yang ketinggalan."
"Kenapa dengan si laboran itu? Bukannya dia menyukaimu?" Goda Suzan.
"Hah... suka apanya. Dia menyiksaku dengan memberi tugas magang yang tiada habisnya. Hari ini aku harus men-scan semua PC di laboratorium agar terbebas dari virus. Bayangkan, 40 PC dalam sehari. Mataku terasa bengkak. Lihatlah... " Sunday meminta persetujuaan sambil menyodorkan wajahnya kepada kedua temannya secara bergantian.
"Mana? biasa saja." Windy berkomentar sambil cekikikan.
"Lihatlah, Suzan." Sekarang Sunday ganti mendekat pada Suzan.
"Melebih lebihkan." Jawab Suzan cuek.
"Ahh... kenapa kalian sejahat ini padaku". Rajuk Sunday yang merasa tidak mendapat perhatian lebih dari teman-temannya.
Lalu kedua temannya tertawa tertahan melihat tingkah merajuk Sunday demi menghindari gaduh agar tidak mengganggu penghuni kedai yang lain.
"Baiklah, sekarang pinjami aku uang. Es puterku ini tadi dibayar oleh pria itu." Tunjuk Sunday pada arah jam 9. Tapi kemudian dia celingukan karena cowok yang dimaksud sudah tidak ada di tempat asal.
Sunday mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan tapi tidak menemukannya. Ahh, kemana pria penolongnya tadi.
Jangan-jangan dia adalah malaikat yang sengaja hadir untuk menolong ketika aku tidak membawa dompet. Sunday garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Siapa, Sun." Tanya Suzan yang hanya melihat Sunday mematung jadi penasaran.
"Tadi dia ada tapi sekarang tidak ada."
"Sudah pergi mungkin dia." Celetuk Windy.
"Yuah... padahal aku belum mengembalikan uang yang dia bayarkan." Sunday merasa kecewa karena tidak melihat cowok yang dimaksudkannya.
Masih dengan perasaan tidak enak, Sunday menikmati es puternya sambil sesekali mengobrol dengan teman-temannya yang diringi tawa. Ladies time.
Tepat setelah Sunday menghabiskan es puternya, ketiga gadis muda itu tampak keluar dari dalam kedai. Tapi di samping pintu keluar tampak seorang pria tak asing sedang berdiri dan bercakap dengan ponselnya.
Sunday menghentikan langkahnya, kemudian meminjam uang kepada Suzan dan mempersilahkan teman-temannya pulang lebih dulu. Suzan bertanya kenapa lalu Sunday memberi isyarat bahwa pria di ujung teras kedai itu sebagai orang yang membayar esnya. Susan & Windy mengerti lalu mereka pamit pulang lebih dulu.
15 menit menunggu, akhirnya pria itu selesai dengan pembicaraannya. Sunday tampak sudah bersiap menyapa pria itu.
"Hai, ini untuk es puterku tadi." Ujar Sunday kepada pria itu setelah berada pada jarak 2 langkah di depannya.
"Ya Tuhan, itu hanya es puter. Tidak masalah." Pria itu masih menolak.
"Tidak tidak... aku tidak ingin berhutang pada orang asing. Jadi aku mohon terima saja."
"Asing?" Pria itu mengerutkan kening. Seolah ada yang salah. Sunday berusaha mencerna ekspresi pria asing itu. "Bukankah kita sudah pernah bertemu." Sekarang pria itu mengembangkan senyumnya.
Sunday membuka satu per satu file dalam memori otaknya. Berfikir keras dalam kisaran 1000 mbps, berusaha mencari wajah-wajah yang terekam ingatannya. Dan betapa kagetnya dia setelah menemukan data wajah dari salah satu file di folder otaknya.
"Kamu..." Sunday menebak. Pria itu tersenyum. "Faris..."
🌸🌸🌸
**Hai semua, maaf jika tulisan pertamaku beralur berantakan dan tidak beraturan yaa. Disini juga cerita belum tergambar dengan jelas karena baru permulaan.
Mohon dukungan dan masukan membangunnya yaa** 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Erni Fitriana
baca dulu y thor🙏
2022-08-08
0
Bunda Nian
Novel yg pertama tapi yg kedua yg ku baca dari karya mu thor.. Sambil nunggu update nya tahta surya thor. Aku suka dengan tulisan mu thor tidak membosankan kan membaca nya.
2022-05-28
0
Shiyla-Ayu Cahya Ningsih Yulianto
, suka banget novel faforit😍 ceritanya serru
2020-11-02
1