Toyota Rush milik Faris berjalan mengikuti alurnya. Siang hari kendaraan selalu ramai. Terutama di jam makan siang begini.
Terdengar musik mengalun mengiringi perjalanan mereka. Payphone dari Maroon 5 menyuara sesekali disahut oleh Faris menyamai vocal Adam Levine. Memirip-miripkan tapi tetap saja tidak mirip. Hehe.
"Bagaimana kuliahmu, Sun?"
"Begitulah."
"Mengambil magang lagi."
"Iya." Jawab Sunday singkat masih memandang lurus ke depan jalan.
"Tidak mengganggu kuliahmu?"
"Aku terlalu pandai mengatur waktu, jadi itu bukan masalah sama sekali." Sunday menyombong. Faris tersenyum kecut.
"Baguslah." Komentar Faris akhirnya.
"Liburan berapa lama?" Tanya Sunday kemudian
"Kenapa? Suka aku liburan lama atau sebentar?" Goda Faris.
"Ehh, pertanyaan macam apa itu?" Sunday melengos.
"Kamu suka aku lebih lama di sini atau aku di sana?" Faris masih menggoda.
"Dengar yaa, aku bukan mami kamu. Jadi mau kamu liburan atau mau kamu tidak pulang selamanya pun itu tidak memberi efek samping sama sekali padaku." Sunday mulai sewot.
"Hahaha... Aku pikir kamu akan menjawab lebih baik aku di sini saja, menemanimu, mengantar jemputmu..."
"Heh, jangan harap yaa!" Sunday buru-buru memotong kalimatnya sebelum kalimat Faris membuat wajahnya merona merah karena malu.
Entahlah, Faris selalu suka menggodanya. Karena Sunday berikrar tidak akan memacari seorang pelaut, Faris jadi suka sekali menggodanya. Dan sering kali godaannya akan membuat Sunday marah. Tapi biasanya kalau sudah begitu Faris akan membujuknya, meminta maaf dan mereka kembali baikan. Seperti kakak beradik yang sebentar bertengkar lalu kemudian berbaikan lagi.
"Tau tidak apa yang membuatku benci tinggal di sini?" Ujar Faris kemudin.
"Apa?" Kali ini Sunday menoleh ke arahnya.
"Cuacanya. Panas. Gerah."
"Iya iya... yang biasanya tinggal di kutub utara bersama beruang kutub sudah merasa seolah manusia eskimo." Sunday manyun demi mendengar kalimat Faris. Faris tergelak.
"Dan tau tidak apa yang membuatku suka kembali ke sini?"
"Apa lagi?" Sunday mulai curiga dengan pertanyaan Faris yang ia prediksi pasti tidak penting sama sekali.
"Kamu."
"Apa? Aku?" Sunday nyengir. "Haduh... sudah, jangan dilanjutkan. Ini tutorial merayu wanita nomor ke berapa? Sudah... kalau mau latihan menggombal jangan aku ya objeknya. Aku bukan lawan yang baik." Sunday menyandarkan kepalanya pada headrest.
Faris tertawa. Dan mobil pun memasuki area parkir mall. Windy & Suzan sudah memasuki area parkir lebih dulu karena mereka memang sejak tadi berkendara di depan mobil Faris.
Memasuki area mall mereka segera menaiki lift ke lantai paling atas, tempat bioskop berada. Berempat mereka memesan tiket. Mereka sepakat akan menonton film James Bond, No Time To Die.
Sebelum memasuki bioskop, tidak lupa mereka membeli popcorn dan minuman untuk teman menonton.
Film tampak seru sekali. Aksi demi aksi oleh Daniel Craig benar-benar tampak profesional. Sunday tidak bisa berkedip sedikitpun. Konsentrasinya benar-benar terpusat pada layar bioskop. Hingga tidak menyadari Faris yang berkali-kali melirik bahkan memandangnya. Penuh cinta.
Ya, Faris memang menyukainya. Kepribadian gadis itu membuatnya tidak bisa berpaling. Pada awalnya Faris mendekati Sunday memang karena ingin membuka pandangan buruknya terhadap pelaut. Tapi semakin mengenalnya, Faris merasa semakin nyaman. Sifat cerewet Sunday sering membuatnya rindu. Jika sedang berlayar dan rindu itu datang ia tidak segan menyapa Sunday lewat sambungan telepon atau sekadar melihat wajahnya di instagram.
Sunday juga gadis mandiri, tidak tomboy tapi juga tidak girly. Wajahnya yang bulat dengan pipi chubby menggemaskan sekali jika dicubit.
"Seru sekali. Tidak salah tonton deh." Celetuk Sunday bersemangat. Karena film action adalah favoritnya.
"Besok nonton Aladdin ya." Suzan memberi ide.
"Ya elah, Suz. Aku sudah pernah melihat ribuan kali." Sunday berkomentar.
"Iya, mulai versi Disney kartun sampai versi Rano Karno aku sudah menontonnya." Tambah Windy.
"Kalian ini benar-benar tidak setia kawan. Giliran aku yang pilih film saja tidak ada yang mendukung." Suzan gondok. Sunday dan Windy cekikikan.
"Sama aku saja, Suz. Aku juga belum pernah menontonnya." Faris menghibur.
"Benarkah, Oppa?" Suzan sumringah.
"Ya tentu saja. Sepertinya akan menyenangkan melihat wajah cantik Naomi Scott selama menonton."
"Dasar mata keranjang." Cibir Sunday.
Suzan manyun ternyata tujuan Faris bukan ingin menemaninya tetapi hanya demi melihat Naomi Scott saja.
Windy hanya tersenyum dan tidak berkomentar.
Tanpa mereka tau bahwa ternyata diluar sedang hujan.
"Padahal tadi masih cetar cuacanya. Kenapa jadi labil dan hujan begini." Ujar Sunday
"Mana parkirnya jauh di luar sana." Windy menunjuk mobilnya yang basah di area parkir.
"Tidak bawa payung juga." Celetuk Suzan yang disadari teman-temannya dan dipastikan harus basah kuyup jika harus menerjang hujan.
"Nih." Faris menyodorkan payung kepada Suzan. Suzan mengernyitkan kening memandang payung yang diulurkan Faris. "Aku membelinya di toko itu barusan." Sambil menunjuk toko perlengkapan rumah tidak jauh dari mereka berdiri.
"Oh... Oppa..." Suzan jadi terharu.
"Benar-benar pria siaga." Puji Windy. Faris tersenyum geli oleh julukan itu.
Sunday tersenyum melihat tingkah kedua sahabatnya. Dasar gadis-gadis bodoh. Tidak ada jaim-jaimnya sama sekali.
Tapi benar kata Windy, Pria siaga. Kami bahkan tidak berfikir tentang membeli payung dan dia sudah datang dengan payung. Batin Sunday sambil tersenyum memandang Faris.
"Hei !" Faris menepuk pundak Sunday karena seolah Sunday mengabaikan ajakannya memakai payung dan malah senyum-senyum sendiri.
"Ehh, I-iya." Sunday terjingkat dan tergagap mendapati tepukan Faris.
"Malah senyum-senyum sendiri. Gila ya?" Ledek Faris.
"Enak saja." Sunday ketus. "Mana payungku?"
"Ini." Faris membuka payung ditangannya dan bersiap menyusul Suzan & Windy yang telah lebih dulu menerobos hujan.
"Berdua?"
"Tentu saja."
"Mana cukup" Sunday protes.
"Sudah, jangan cerewet." Faris menarik tangan Sunday untuk berada dibawah payung bersamanya. Sunday gelagapan dan akhirnya pasrah saat harus berjalan dibawah satu payung dengan Faris.
"Lebih dekat, agar tidak basah." Saran Faris yang tanpa permisi mendekap pundak Sunday. Sekali lagi Sunday gelagapan. Sepertinya wajahnya terlihat merona, entah karena kaget atau karena malu berada sangat dekat seperti itu.
"Payungnya terlalu kecil." Sunday protes lagi.
"Kamu benar-benar cerewet0. Tukang protes" Faris masih dengan memandang lurus ke depan.
Bisa-bisanya dia berjalan setenang ini. Sementara aku sudah panas dingin berada dalam dekapannya. Ahh, dia benar-benar seorang profesional. Bagaimana bisa aku lupa kalau dia seorang playboy. Jadi tentu saja merangkul pundak seorang wanita adalah hal yang biasa baginya. Sunday membatin.
Faris membuka pintu untuk Sunday lalu berjalan memutari bagian depan mobilnya dan masuk ke dalamnya dari sisi pintu yang lain.
Mobil Windy memberi isyarat berjalan lebih dulu dengan menyalakan klakson saat melintas di depan mobil Faris. Faris menganggukkan kepalanya mempersilahkan.
"Aku harus mengambil motorku di kampus."
"Lalu pulang ditengah hujan?" Sunday mengangguk. "Tidak, aku akan langsung mengantarmu pulang."
"Lalu aku harus meninggalkan motorku dikampus begitu?"
"Memangnya kenapa? Lebih baik begitu daripada pulang dengan berhujan hujan."
"Masalahnya besok aku ada kuliah pagi. Kalau harus naik angkot pasti akan berdesak-desakan sepagi itu."
"Aku akan mengantarmu." Jawab Faris enteng.
"Apa? Bukankah katamu waktu itu jarak rumahmu ke rumahku butuh 1 jam untuk sampai, lalu dari rumahku ke kampus akan butuh setengah jam lagi."
"Aku akan berangkat lebih pagi."
"Memangnya kamu bisa bangun sepagi itu."
"Heh, jangan menghina ya. Begini-begini setiap pagi aku selalu lari pagi memutari komplek." Faris membela diri.
"Sangat tidak bisa dipercaya."
"Lihat saja, besok aku akan sampai di rumahmu setengah 7."
"Sudah, antar aku ke kampus saja. Besok kamu bisa bebas tidur sepanjang hari"
"Ini anak memang ratu ngeyel" Faris menarik hidung kecil Sunday dengan tangan kirinya hingga dia menjerit karena tidak bisa bernafas. Sementara tangan kanannya masih memegang setir dengan pandangan mata yang sesekali fokus pada jalan raya.
"Aku tidak bisa bernafas tau." Keluh Sunday saat Faris sudah melepas pencetannya. Sunday mengelus hidungnya dengan jari telunjukknya.
"Sini aku beri nafas buatan."
"Dasar mesum."
"Mesum apa? aku cuma menolong dan kamu bilang itu mesum." Faris protes.
"Dasar!!!" Sunday pura-pura cemberut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Nurainseptiaa
Semangat thor, aku mampirrrr
2020-06-13
1