Sunday menuang air minum ke dalam gelasnya setelah piringnya terisi nasi goreng. Sepagi apapun kuliahnya, ia selalu menyempatkan untuk sarapan pagi. Mamanya selalu memasak untuk mereka.
"Sun, mama berangkat dulu." Pamit Mamanya. Mama Sunday adalah guru di sebuah Sekolah Dasar. Jadi sebelum jam 7 ia juga harus sudah sampai sekolah.
"Oke ma." Sunday mengacungkan jempolnya dengan masih menyendok nasi goreng di depannya. Biasanya kalau Sunday tidak ada kuliah pagi selalu mengantar mamanya. Jadi pagi ini mamanya akan naik angkot.
Sampai di depan rumah, mama Sunday mendapati Faris yang baru turun dari motornya. Honda CBR 250 diparkirnya lalu mengulas senyum pada Mama Sunday.
"Pagi, Faris." Mama Sunday menyambut senyum Faris.
"Pagi, tante."
"Sunday ada di dalam. Sedang sarapan. Ikutlah sarapan juga. Pasti kamu belum sarapan kan."
"Iya tante, tadi belum sempat sarapan."
"Ya sudah masuk saja, sarapanlah bersama Sunday. Tante berangkat dulu." Pamit mama Sunday
Tapi sebelum meninggalkan rumah, mama Sunday sempat meneriaki Sunday bahwa Faris sudah datang dan menyuruhnya sarapan bersama.
Mama Sunday tahu maksud kedatangam Faris pagi ini karena saat ia menanyakan perihal motornya, Sunday menjelaskan kepada mamanya kenapa motornya masih di kampus.
Faris masuk dengan sebelumnya mengucapkan salam.
"Masuk, Ris." Sunday mempersilahkannya masuk dan mengambilkan satu piring lagi di meja makan. Menyendokkan nasi goreng ke piringnya dan mengambilkan minum juga. "Segini cukup?" Sambil menyodorkan piring penuh dengan nasi goreng.
"Cukup." Faris pun menyendok nasi gorengnya.
"Aku pikir kamu tidak akan datang pagi ini."
"Aku sudah berjanji akan mengantarmu pagi ini, mana mungkin aku tidak datang."
"Sudah ku bilang kemarin untuk mengantarku mengambil motor saja, kamu kan jadi tidak perlu serepot ini." Sunday berbicara dengan masih mengunyah makannya.
"Mana mungkin aku tega membiarkanmu bermotor ditengah hujan. Jiwa lelakiku tidak mengizinkannya."
"Halah, sok perhatian kamu." Sunday mengibaskan tangannya. "Untung saja aku yang mendapat perlakuan itu. Coba saja gadis lain, pasti sudah berfikir bahwa kau menaruh hati padanya."
"Aku memang perhatian padamu. Apa kau tidak tahu itu." Faris mengerling. Tapi Sunday tidak mempedulikan kerlingannya. Sudah hal yang biasa bagi Sunday melihat Faris seperti itu. Bagi Sunday, kerlingan Faris cukup memperjelas label playboynya.
"Tentu saja aku tahu. Tapi aku juga tahu kamu bahkan perhatian kepada seluruh wanita di muka bumi ini."
"Karena bagiku wanita itu harus selalu diperhatikan dan bahkan dilindungi agar tidak mengalami kepunahan." Faris menahan tawanya.
"Kau pikir wanita itu flora & fauna langka!" Suara Sunday meninggi.
"Bukan begitu, maksudku wanita itu sangat mulia jadi harus selalu dijaga kelestariannya."
"Kau ini benar-benar ya." Sunday memukul bahu Faris setelah mendengar kalimatnya. Faris tergelak.
Ya begitulah mereka setiap bersama. Selalu berdebat dan bertengkat tapi kemudian berbaikan lagi. Sejak mengenal Faris, Sunday seperti tidak hanya menemukan sosok sahabat tapi juga seorang kakak. Sunday yang anak tunggal tidak pernah tau rasanya diperhatikan dan disayang oleh seorang kakak. Baginya selama ini kasih sayang dan perhatian adalah apa yang mamanya berikan. Tapi saat Faris datang menawarkan pertemanan, Sunday seperti mendapatkan kasih sayang yang berbeda. Bahkan berbeda dari yang sahabat-sahabatnya berikan. Suzan dan Windy. Entahlah, Faris benar-benar seperti kakak baginya. Mungkin saja perbedaan usia 5 tahun membuat Faris tentu jauh lebih dewasa dan lebih bisa menyayagi Sunday layaknya seorang adik.
Mereka telah menyelesaikan sarapannya. Pukul 06.45.
"Aku mencuci piring ini dulu lalu kita berangkat." Kata Sunday sambil myodorkan potongan buah. Faris mengangguk.
Sambil menyemil potongan buah didepannya, Faris masih memandangi Sunday. Ia masih tidak habis fikir bagaimana sangat menyukai gadis yang sering kali jutek kepadanya itu. Banyak sekali gadis manis dan bersikap baik padanya tapi hanya kepada Sunday Faris bahkan merasa nyaman. Selalu merindukannya, selalu ingin berada di dekatnya, mengobrol dengannya walaupun sering obrolan mereka berakhir menjadi sebuah perdebatan.
"Ayo." Ajak Sunday sambil menyahut tasnya di sandaran kursinya setelah selesai dengan pekerjaannya.
"Ayo." Tapi Faris yang berdiri tiba-tiba malah ditabrak oleh Sunday yang menutup tasnya tanpa melihat depan. Kepala Sunday menabrak dada Faris. Sunday terpental selangkah kebelakang.
"Aw..." Keluh Sunday.
"Kalau berjalan lihat ke depan, Nona." Cibir Faris.
"Iya maaf."
"Kenapa?" Tanya Faris yang melihat Sunday tampak sibuk dengan tasnya.
"Sepertinya resleting tasku macet."Sunday mengutak atik tas slempang yang dipegangnya.
"Tas butut masih saja dipakai." Gerutu Faris. "Kenapa tidak pernah memakai tas pemberianku waktu itu?" Faris penasaran kenapa tas yang dibawakannya sebagai oleh-oleh tidak pernah dipakainya sama sekali.
"Aku tidak pernah memakai pemberian seorang pelaut". Jawab Sunday singkat.
"Kau ini sungguh jahat. Mengkotak-kotakkan manusia berdasarkan profesinya. Apa salahku yang seorang pelaut. Toh aku tidak pernah menyakitimu. Aku bahkan selalu menyayangimu." Ada sinar kelembutan dari pandangan mata Faris. Dada Sunday seperti berdesir memandangangnya.
"Kau tau, aku ini orang yang kejam dalam bersikap." Jawab Sunday sedikit dibuat cuek.
"Tas itu pasti cocok saat kau pakai. Sesuai sekali dengan karaktermu. Aku harap kamu memakainya."
"Karakter apa?" Sunday nyolot.
"Karakter anime." Faris terbahak lalu berinisiatif keluar ke teras. Sunday menyusulnya di belakang lalu mengunci pintu.
🌸🌸🌸
Motor Faris mulai melaju di jalan yang mulai ramai. Beriringan dengan anak-anak sekolah yang buru-buru agar tidak tertinggal masuk.
"Pastikan kamu tidak jatuh, karena aku akan mengebut." Faris menarik tangan Sunday yang ada dibelakangnya melingkarkan ke pinggang Faris.
Sunday selalu risih melakukannya. Memeluk pinggang seorang pria bukanlah kebiasan Sunday. Jadi ia tarik kembali tangannya.
"Tidak usah." Jawab Sunday ketus.
Bisa-bisanya dia mencuri kesempatan dalam kesempitan. Memangnya aku gadis apakah. Aku bukan pacar-pacarnya yang akan selalu dengan senang hati memeluknya kapanpun dan dimanapun dia mau. Batin Sunday.
Gadis ini sungguh berkarakter. Faris tersenyum.
Sepanjang perjalan mereka lebih banyak diam satu sama lain karena berbincang pun percuma dengan angin kencang yang mengganggu pendengaran.
Suasana kampus belum begitu ramai pada jam segini. Sepertinya tidak banyak kelas pagi hari ini. Fakutlas teknik pun masih tampak lengang. Yang biasanya koridor dipenuhi mahasiswa berlalu lalang, pagi ini hanya terlihat beberapa orang saja yang melintas.
"Terima kasih." Pamit Sunday sambil turun dari motor Faris lalu melepaskan helmnya.
"Salim dulu." Faris mengulurkan tangan seperti seorang ayah kepada anaknya.
"Salim apaan." Sunday menepis tangan Faris sambil menahan tawa dan berlalu meninggalkannya.
Sangat menggemaskan. Faris tersenyum masih melihat Sunday yang berjalan semakin menjauh. Rambut panjang sepunggung. Tingginya mungkin hanya 155 cm tapi dengan berat tubuh sekitar 50 kg membuat Sunday tampak imut seperti taddy bear yang seolah minta dipeluk. Ehh, koq aku jadi yang punya otak kotor. Tapi hanya ingin memeluk. Apa salahku. Salah dia sendiri kenapa semenggemaskan itu. Kilah Faris pada dirinya sendiri lalu tersenyum sendiri.
Tapi tiba-tiba seseorang tampak berdiri tepat disampingnya.
"Ahh, mengagetkan saja." Faris mengelus dadanya. Suzan lalu melihat Sunday yang berjalan menjauh di ujung lorong tepat depan lobi fakultas teknik dimana Faris menurunkan Sunday tadi.
"Suka ya?" Selidik Suzan tapi dengan senyum lebarnya.
"Suka apa?" Faris gugup.
"Wajah Oppa merah." Suzan seperti tahu apa yang terjadi pada Faris saat ini. Rona merah itu sangat jelas terlihat karena Faris malu terpergok sedang memandangi Sunday.
"Tidak." Faris mengelus wajahnya sendiri mencoba menghapus rona merah itu. Tapi tentu saja itu bukan rona merah yang ditinggalkan perona pipi atau cat. Jadi masih tertinggal disana meski Faris mengusapnya.
"Baiklah, kalau tidak mau mengaku. Aku akan mengatakannya pada Sunday." Sambil Suzan berlalu darinya.
"Sunday..." Suzan memanggil Sunday dan menghambur kepadanya. Sunday menoleh pada suara yang memanggilnya lalu tersenyum sambil menyambutnya. Mereka lalu berjalan berdampingan dengan Suzan melingkarkan tangannya di leher Sunday seolah berbicara sesuatu.
"Aduh... anak ini benar-benar..." Gumam Faris gemas.
Suzan tetap berlalu tanpa menoleh kepada Faris lagi.
Tidak, mana mungkin Suzan benar-benar mengatakan kepada Sunday. Aku bahkan tidak mengiyakan apa yang dia tuduhkan. Jadi, kalau dia benar-benar mengatakannya, aku hanya cukup menyangkalnya. Mudah kan. Pikir Faris yang kemudian men-starter motornya dan melarikannya keluar gerbang utama kampus Sunday.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
~ Dyan Ramanda ~
malu-malu mau,🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
2020-07-26
1