Lonceng di atas pintu berbunyi, pertanda ada pembeli yang masuk ke toko.
Begitu masuk ke toko, Shuwan disambut seorang pria dengan perawakan yang lumayan tinggi, kulit putih bersih, rambut cokelat, dan wajah yang ramah.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya pria itu.
Belum menjawabnya, Shuwan kembali mengajukan pertanyaan pada pria itu, “Apakah kau penjaga toko ini?”
“Benar. Aku, Liem penjaga toko ini. Jika kau memerlukan bantuan silakan panggil saja aku.”
“Baiklah. Sebenarnya aku sedang mencari buku cerita sejarah dengan akhir yang tragis atau menyedihkan. Apakah kau bisa membantuku mencarinya?”
“Ah. Tentu saja. Aku memiliki rekomendasi buku yang kau cari.”
Liem kemudian mengambilkan sebuah buku dari laci dibawah meja. Ia menunjukkan buku bersampul merah, tanpa judul. Liem menyerahkan buku itu, dan Shuwan pun langsung melihat-lihat buku yang Liem berikan.
Tampilan buku yang sudah agak lusuh, namun masih lumayan bagus isinya. Tulisan yang ada di dalamnya berupa tulisan mandarin kuno. Untungnya Shuwan memiliki keahlian untuk memahami berbagai bahasa kuno, jadi permasalahan bahasa tidak menjadi masalah untuknya.
Karena toko tidak terlalu ramai, Shuwan memilih duduk di kursi yang ada di sudut toko dan mengeluarkan giok angsa miliknya.
Setelah di dekatkan, giok angsa itu mengeluarkan cahaya berwarna biru yang lebih terang dari sebelumnya.
Setelah melihat giok itu bereaksi, akhirnya Shuwan pun memutuskan untuk membeli buku merah itu.
“Berapa harga buku ini?” tanya Shuwan pada Liem si penjaga toko.
“Kamu tidak perlu membayar buku ini. Hanya dengan menjaga dan merawatnya itu sudah cukup untukku,” ucap Liem yang menolak untuk dibayar bukunya.
“Benarkah? Tapi aku merasa tidak enak jika tidak membayarnya.”
Sebelum Liem mengalihkan perhatian melayani pengunjung toko lainnya, ia meyakinkan Shuwan dengan berkata, “Kau cukup dengan melakukan apa yang aku katakan sebelumnya. Itu akan ku anggap sebagai bayaran yang kamu berikan.Selain itu, semoga kau bisa menyelesaikan apa yang ada di dalamnya.”
Bagaimana dia bisa menebak apa yang akan ku lakukan dengan buku ini? Batin Shuwan.
Setelah melihat Liem sibuk melayani pengunjung lain, Shuwan memutuskan untuk segera kembali ke rumah dengan berbagai macam pertanyaan mengenai pernyataan Liem barusan.
***
“Kak, ini aku. Tolong bukakan pintunya," ucap Shuwan setengah berteriak di depan pintu rumah.
Terdengar suara seorang lelaki menyahut dari dalam rumah. “Ya, tunggu sebentar."
Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang pria muda yang tinggi, berkulit putih, mata yang hitam serta wajah yang menyejukkan. Ya, orang itu adalah Lin Jianying, kakak Shuwan.
“Hmm.. Kau pulang terlambat lagi?” tanya Jianying dengan ramah.
“Hehe.. Iya, Kak. Maaf, tadi aku mampir ke toko buku dulu. Jadinya terlambat pulang deh," jawab Shuwan sambil menggarukkan kepala.
“Ya sudah, sekarang masuk dan cuci tanganmu. Kita makan malam dahulu, kakek sudah menunggu di meja makan.”
“Baik, Kak," kata shuwan sambil masuk ke dalam rumah.
Shuwan dan kakaknya selisih umur 4 tahun. Hanya saja ketika ia berumur 1 tahun ayah dan ibunya pergi menghadap Yang Maha Kuasa akibat kecelakaan, sehingga membuat Shuwan dan kakaknya jadi yatim piatu.
Perpisahan dengan orang yang disayang tentu sangat menyakitkan hati, terlebih usia Shuwan dan juga kakaknya masih sangat belia saat kedua orang tuanya wafat.
Akhirnya, semenjak tragedi itu kakek mengasuh mereka berdua sampai saat ini.
“Kek,” sapa Shuwan sembari mencium tangan kakek.
“Kau terlambat lagi, Shuwan?” tegur kakek.
“Ah, iya, Kek. Tadi aku membeli buku dulu, jadi terlambat.”
“Mau menjalankan misi lagi?”
“Iya, Kek.”
“Jika bukan karena kutukan itu, kau tidak akan..” ucap kakek terputus dengan wajah sendu.
“Sudahlah, Kek. Ini semua adalah takdir, jadi aku harus tetap menjalaninya meski berat. Lagi pula, ini adalah misi terakhir yang akan kujalani.”
Kakek terkejut dan melempar sebuah pertanyaan seakan tidak percaya, “Apakah itu kuncup terakhir?”
“Iya, Kek. Jika misi ini berhasil, maka kuncup terakhir akan mekar. Dan aku akan bebas."
“Semoga kau berhasil. Aku yakin, kau pasti bisa."
“Iya, Kek.”
“Ya, sudah. Jianying, Shuwan, ayo kita makan sebelum semakin larut," ajak kakek untuk segera makan.
Mereka bertiga pun makan malam bersama.
Setelah selesai makan, Shuwan bergegas membantu mencuci piring yang digunakan tadi. Hanya saja kakaknya melarang dan menyuruh Shuwan untuk langsung beristirahat saja, dan ia pun langsung menuju kamarnya.
“Hufft...”
Shuwan menghela napas panjang sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia mulai memandangi buku yang dibelinya tadi.
Shuwan pun membatin. Pria tadi kenapa bisa mengatakan hal itu? Apakah dia bisa membaca pikiranku? Apa aku harus langsung bertanya padanya?
“Hah.. Sudahlah.. Kepalaku sakit memikirkannya, lebih baik aku tidur sekarang dan memikirkannya lagi besok!”
Shuwan merasa sedikit kesal dan mulai tertidur perlahan.
Malam itu begitu tenang, langitnya cerah sehingga cahaya bulan pun dapat benderang di langit. Hingga keesokannya, pagi pun tiba.
Kicauan burung menjadi penanda bahwa pagi telah datang. Shuwan mulai membuka mata perlahan dan meregangkan otot tubuhnya.
“Huahh...” Shuwan menguap dengan posisi masih terbaring di kasur.
Jam menunjukkan hampir pukul tujuh, untungnya hari itu adalah hari libur, jadi Shuwan bisa lebih santai di rumah. Tiba-tiba...
“Shuwan.. Shuwan..” Jianying memanggilnya sambil mengetuk pintu kamar Shuwan.
Shuwan pun segera bangkit dan membuka pintu. “Ada apa, Kak?” katanya.
“Apakah kau masih belum beranjak? Hari sudah hampir siang, ayo segera mandi dan sarapan atau kakek akan marah."
“Hmmm.. Iya, Iya dasar bawel,” ucap Shuwan sedikit meremehkan.
“Kalau begitu cep-“
Belum selesai Jianying berbicara, Shuwan langsung menutup pintu kamarnya. Jianying pun hanya terkejut sambil bergumam.
“Aihh.. Anak ini benar-benar tidak bisa ku mengerti.”
Selesai mandi Shuwan pergi ke meja makan dan mendapati kakak serta kakek yang sudah menunggunya untuk sarapan.
Shuwan menarik kursi dan duduk untuk makan bersama, dan kakek mengajukan pertanyaan padanya.
“Bagaimana persiapan misimu?”
“Tidak ada yang khusus, sama seperti biasanya.”
“Lalu, apa agendamu hari ini?”
“Pergi ke toko buku.”
“Lagi?” tanya Jianying heran.
“Aku ke sana untuk bertemu seseorang, bukan membeli buku.”
“Ooo.. Begitu, baiklah.”
Setelah percakapan itu mereka melanjutkan sarapan, dan bersiap dengan kesibukan masing-masing.
Shuwan pun bersiap untuk menuju toko tempat ia membeli buku kemarin untuk bertemu Liem, si penjaga toko yang sempat membuatnya penasaran.
Sesampainya disana..
Maaf, untuk sementara waktu toko tutup dan akan kembali buka segera.
Begitulah bunyi tulisan yang terpasang di depan pintu toko.
“Aiyaa.. Kenapa harus tutup sekarang! Bagaimana aku bisa bertemu pria itu? Hah..” gerutu Shuwan sedikit kesal.
Karena toko tujuannya tutup, akhirnya Shuwan memutuskan pulang. Sesampainya di rumah, Jianying menyambut Shuwan dengan pertanyaan.
“Aihh.. Kenapa sudah pulang? Apa tidak jadi bertemu?”
“Tokonya tiba-tiba saja tutup, jadi aku memutuskan untuk langsung pulang."
Jianying hanya mengangguk tanda mengerti.
“Ya sudah, kalau begitu aku ke kamar dulu, ada hal yang harus aku kerjakan,” sambung Shuwan.
“Apakah kau akan berangkat menjalankan misi?”
“Belum untuk saat ini. Saat aku pergi nanti aku akan memberitahumu,” kata Shuwan sembari meninggalkan Jianying di lantai bawah dan menuju ke kamarnya di lantai dua.
Di kamar, Shuwan duduk di meja belajar. Karena tidak berhasil bertemu Liem yang misterius itu, ia jadi kepikiran terus.
Setelah merenung sendiri akhirnya ia berpikir untuk mulai membaca buku merah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Yamazakura
rapi enak di baca
salam hangat dari SANG PURNAMA
2021-03-27
0
Wibby Ashiffa
thor.. putri iru kn udh meningal di dunia nya. otomatis shuwan reinkarnasinya dong. iya kan. trus dri mna dia dan kakeknya tau soal kutukan itu sama misinya.. ada penjelasannya kah di kisah selanjutnya. sperti di dtngi mimpi sama putri itu.?
2021-01-19
1
Raras
mari baca buku merahnyaa!! xixixi
2020-09-02
1