My Sweet Doctor (Lika-liku Perjodohan dengan Dokter)
Tujuan Hidup adalah Bahagia. Kebahagiaan bukanlah saat kamu memiliki kesempurnaan, namun ketika kamu dapat menerima ketidaksempurnaan dengan tulus dan ikhlas.
Keikhlasan juga yang akan membentuk diri kita menjadi sosok yang kuat. Jika kita menginginkan kebahagiaan hidup, maka jadikanlah sabar sebagai sahabat dan ikhlas sebagai penguat langkah.
Seperti perjalanan hidup Askana Afsheen. Anak bungsu dari 4 bersaudara ini hidup dengan penuh kesederhanaan. Di balik kesederhanaannya tak banyak orang yang menyangka jika dia anak seorang Komisaris perusahaan besar di kotanya.
Gadis yang saat ini berusia 25 tahun, sedari kecil hidup di kalangan yang agamis. Tak lain dia juga masih keturunan orang besar di kotanya. Beranjak remaja, Afsheen meneruskan sekolahnya di pesantren terbesar. Tanpa menolak ia memilih bersekolah di lingkungan pesantren, sebab ia ingin menjadi sosok yang lebih paham akan Islam.
Setelah lulus dari pesantren Afsheen melanjutkan sekolahnya, ia mendaftar di kampus yang islami nan berakreditasi A. Masuk ke perguruan tinggi negeri tempat Neneknya menjadi dosen. Namun, Afsheen tidak memilih jurusan seperti neneknya.
Afsheen sangat semangat untuk menyelesaikan kuliahnya. Namun, di saat ia mencapai semester 7, takdir berkata lain. Abinya meninggal dunia. Afsheen sempat patah semangat, namun ia harus bangkit demi Uminya.
Dalam kurun 4½ tahun, Afsheen dapat menyelesaikan kuliahnya. Menyandang gelar Sarjana Hukum. Di saat teman-temannya berbondong-bondong untuk mendaftar tes CPNS, ia justru memilih melamar pekerjaan. Ya, ia ingin bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup bersama Uminya.
Sejak itu, Afsheen diterima dan bergabung di sebuah lembaga keuangan. Kehidupannya mulai membaik dengan adanya tambahan penghasilan dari kerjaan Afsheen.
Seperti orang pada umumnya jika sudah menginjak usia dewasa, pastilah memiliki tambatan hati untuk ke jenjang yang lebih serius. Afsheen memiliki hubungan spesial dengan laki-laki yang berbeda kufu dan berulang kali mendapat pertentangan dari keluarganya.
Walau sang pasangan berusaha mendapatkan hati keluarga Afsheen, ternyata semua tak bisa berjalan sesuai keinginannya.
Semenjak itu, Afsheen mulai menutup diri. Walau begitu, ia tetap melangkah dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, sampai pada masa ia akan menemukan kebahagiaan yang ia cari selama ini.
*****
Di tempat kerja Afsheen
"Lah iya, kayak Afsheen itu gak nikah-nikah? Lu kapan sheen nikahnya? Nanti keduluan Seyna loh." Ujar karyawan di tempat kerja Afsheen.
Afsheen yang saat itu masih menyelesaikan pekerjaannya pun sedikit emosi.
"Astaghfirullah, kalian tau kan, jodoh maut rejeki itu sudah ada yang ngatur."
"Kalo lu mah pilih-pilih, sheen." Ucap karyawan lain.
"Yuk, kalian main ke keluargaku biar kalian tau siapa aku." Jawab Afsheen dengan senyum jahat.
Tak semua orang tahu siapa Afsheen, dari keturunan keluarga mana, dan seperti apa keluarganya. Jadi, orang-orang hanya menilai ia seperti orang biasa yang orang tuanya tak banyak menuntut.
Sebenarnya Afsheen sudah terbiasa dengan ucapan-ucapan seperti ini. Namun, terkadang ia merasa kesal dan ingin berkata, 'coba sehari saja kalian menjadi aku di keluargaku'.
Di lain sisi, Afsheen merupakan karyawan terbaik di tempat ia kerja, sehingga pimpinannya sangat menyayangkan jika Afsheen harus resign lebih cepat.
Sedari kecil ia terbiasa menjadi sosok yang cuek, sehingga tak mudah terbawa perasaan jika ada orang yang menjatuhkan mental maupun kinerjanya. Ia hanya fokus dengan pencapaiannya.
Setelah memberikan jawaban serupa, teman kerja Afsheen sudah tak lagi dapat berkata-kata.
Jam menunjukkan pukul 15.00, Afsheen segera mengambil air wudhu dan menuju musholla di tempat ia kerja. Dilepasnya terlebih dahulu kaos kaki dan arloji yang masih melekat. Membuka sedikit kerudung agar tidak basah terkena air.
Seusai sholat, Afsheen membereskan berkas-berkas dan perlatan yang masih berserakan di meja kerjanya. Kemudian, ia bersiap untuk pulang.
"Sheen, mau pulang sekarang?" Tanya Heny. Rekan kerja yang satu ruangan dengan Afsheen.
"Iya, Mbak. Biar gak kejebak macet. Hehe. Mbak Heny masih nunggu dijemput suaminya?" Jawab Afsheen yang sedang memasukkan kacamata ke dalam tas.
"Iya ini. Suamiku lama banget. Kalo mau duluan gak apa-apa, Sheen."
"Oh iya, Mbak. Aku duluan kalo begitu "
Heny hanya menganggukkan kepalanya. Terlihat Heny masih sibuk dengan ponselnya. Entah sedang berusaha menghubungi suaminya atau sedang bermain game. Afsheen pun meninggalkan kantor terlebih dahulu.
Jarak kantor dengan rumah Afsheen tak begitu jauh, hanya berjarak 3 km.
Dengan mengemudikan motornya, Afsheen sedikit melamun, kepikiran dengan ucapan-ucapan karyawan di kantor tadi. Padahal, ia sangat gak peduli, tapi entah kenapa ucapan itu terngiang-ngiang di telinganya.
Ciiiittt..
"Astaghfirullahal'adhiim!!" teriak Afsheen.
Ia terkejut, karena ada pengendara motor yang dengan seenaknya keluar gang dengan kecepatan tinggi. Afsheen seketika berhenti.
"Ya Allah, untung pada gak apa-apa. Ih, itu anak gimana sih, malah cabut gitu aja." Gerutu Afsheen.
Banyak warga yang menghampirinya, memastikan Afsheen baik-baik saja.
"Mbak, gak apa-apa kah? Maaf ya, anak itu memang suka ngawur kalo berkendara." Ujar seorang bapak-bapak yang mengenali pemotor tadi.
"Alhamdulillah, gak apa-apa, Pak. Cuma kaget aja. Terima kasih Pak, Bu." Ucap Afsheen pada warga yang membantunya.
Kembali ia kendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ia berbelok arah tak langsung menuju rumah, karena separuh badannya masih gemetaran. Afsheen selalu hati-hati, tapi tidak untuk hari ini.
Ia mampir membeli minuman di kios yang tak jauh dari tempat Afsheen diserempet. Ia parkirkan motornya dengan perlahan.
"Bu, beli air putihnya ini. Berapa ya?" Ucap Afsheen.
"Tiga ribu, mbak." Ucap Afsheen.
"Ini, Bu. (Memberikan uangnya) terima kasih."
Setelah membayar air yang ia beli, Afsheen duduk sejenak untuk meminum airnya.
"Mau bilang apes banget juga gak boleh, tapi ya gimana.. kesel banget sama itu bocah. Astaghfirullah.." gerutu Afsheen.
Setelah beberapa menit ia duduk di depan kios tadi, Afsheen pun melanjutkan perjalanan pulang.
Di tengah perjalanan ia seperti melihat sosok laki-laki yang ia kenal dari spion motornya. Namun, karena wajahnya tertutup masker, ia tak berani menyapanya.
"Seperti anaknya Nini. Tapi, beliau kan masih di Jepang." Gumam Afsheen di balik helmnya. "Lah, kok aku jadi mikirin beliau. Haha."
Kembali Afsheen kepikiran dengan ucapan orang-orang di kantornya. Entah kenapa tak seperti biasanya ia cuek dengan hal-hal tersebut.
Ia mengingat hal yang lalu, andai orang tuanya tak banyak pertimbangan mengenai bibit bebet bobot menantu, pasti hari ini Afsheen sudah menjadi istri orang.
Orang mengiranya Afsheen bodo amat dengan usianya yang tak lagi muda. Tapi, mereka tak tahu bagaimana perasaan Afsheen jika harus gagal lagi dan kembali tak mendapatkan restu dari keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments