Keridhoan Seorang Ibu

Rumah Afsheen

Sore itu Afsheen pulang dari kantor dan baru saja sampai di rumah. Saat ia memarkirkan motor dan ia melihat Uminya sedang berbincang dengan tetangga. Afsheen berjalan menuju teras rumah dan memilih menunggu Uminya kembali.

“Tingg..”

Suara nada pesan singkat keluar dari handphone Afsheen. Ia pun segera membukanya.

“Sudah sampai rumah Sheen?” isi pesan singkat tersebut.

“Oalah, kirain pesan dari siapa.” Batin Afsheen.

Pesan tersebut dari laki-laki yang sedang mendekati Afsheen. Namanya Arya teman sekolah Farhan, kakaknya Afsheen. Belum sampai Afsheen membalas pesan, ternyata Uminya sudah ada di depannya. Ia pun menutup handphone sejenak.

“Assalamu’alaikum anak Umi. MasyaAllah, maaf ya, tadi Umi masih ngobrol sama Bu Dian tanya soal posyandu lansia yang kabarnya diadakan awal bulan depan itu.”

Terdengar suara seorang perempuan berusia 57 tahun menyapa Afsheen. Ya, itu adalah suara Umi Tsuroyah, Umi Afsheen.

“Wa’alaikumsalam (mengais tangan Umi Tsuroyah dan menciumnya). Iya Umi gak apa-apa, jadi diadakan di balai RT, Mi?” jawab Afsheen.

“Katanya sih begitu.”

Kemudian, Umi Tsuroyah menceritakan semua informasi yang diterima dari Bu Dian. Sampai pembicaraan beralih ke persoalan jodoh.

“Oh iya Sheen. Minggu depan anak Pak Mahmud lamaran. Dapat orang tetangga kampung aja.” Umi menceritakannya dengan ketawa kecil.

“Loh iya kah, Mi? Berarti jadi sama yang itu?” Afsheen menjawab dengan penasaran.

Umi menganggukkan kepala. "Terus, anak Umi ini mau sampai kapan membiarkan Umi menunggu calon menantu? Ingat umur loh nak, jangan keasyikan kerja. Ingat, Abimu juga sudah tiada.”

“Eemm.. anu Umi. Iya nanti akan Afsheen kenalkan sama Umi.”

“Siapa? Anak mana? Sekufu sama kita?”

Afsheen pun terdiam, mengingat keluarganya selalu menuntut untuk mendapatkan pasangan yang sekufu dengan mereka. Sebab, sudah 2x juga Afsheen menjalani hubungan dengan laki-laki yang berbeda kufu dan keluarganya tidak merestui.

Umi memperhatikan Anaknya yang sedang melamun.

Menyentuh pundak Afsheen. "Nak.. kenapa?”

“huufftt..” Afsheen pun menghela nafas panjang.

“Ngobrolnya sambil duduk saja Umi.”

Mereka akhirnya duduk di kursi depan rumah yang biasa disediakan untuk menerima tamu. Afsheen mencoba menenangkan diri dan perlahan menjelaskan pada Uminya.

“Gini Umi. Afsheen itu dideketin sama orang yang Afsheen sendiri sudah kenal lama.”

“Siapa? Orang mana?” Tanya Umi Tsuroyah dengan penasaran.

Melihat ekspresi Umi Tsuroyah, Afsheen semakin gugup dan ketakutan. “Tenang Afsheen, tenang.. laki-laki itu baru mendekati kamu, kamu belum menjalin hubungan lebih dengan dia.” Gerutunya dalam hati.

“Beliau temannya Kak Farhan, Umi.”

“Temannya Farhan? Yang mana? Dia pernah ke sini?”

“Namanya Kak Arya. Umi pernah bertemu dan bersalaman dengan beliau saat nikahannya Kak Farhan. Tapi mungkin Umi gak perhatikan saking banyaknya tamu.”

“Ya kalau temannya Farhan pasti sekufu dengan kita. Umi boleh saja sih. Tapi, tetap nanti Umi istikharah dulu ya?”

Afsheen membalas dengan anggukan kepala.

Suasana menjadi hening.. Tiba-tiba Afsheen angkat bicara lagi.

“Tapi beliau orang jauh, orang perbatasan provinsi, Mi. Beliau juga belum bekerja dan masih terjebak di zona nyamannya. Masih ikut gurunya menurus kebun dan tempat anak-anak mengaji.”

Afsheen menjelaskan inti tentang kehidupan Arya. Umi Tsuroyah yang terkejut langsung menatap dalam-dalam wajah putrinya itu.

“Sheen, Umi boleh saja kamu nikah sama siapapun yang sekufu dengan kita. Tapi, Afsheen harus buat pertimbangan, plus minus nya jika Afsheen menikah dengan orang jauh yang masih nyaman dengan zonanya.” Tutur Umi Tsuroyah.

Saat awal Afsheen mengenal Arya, ia telah mempertimbangkan segalanya. Keputusan final tetap pada Uminya, jadi Afsheen hanya bisa menceritakan siapa laki-laki yang sedang dekat dengannya.

“Ya sudah, kamu masuk dulu, nanti bisa dibicarakan lagi ya. Mandi dulu, terus Umi sudah siapkan makan di meja.”

“Iya Umi. Afsheen masuk dulu ya.”

Kreeek… blaak..

Afsheen terlihat berjalan memasuki kamar dan langsung menutup pintu. Ia menyeret kursi yang ada di depan meja rias.

Membuka handphone

“Sebelum berjalan lebih jauh, sebaiknya aku bilang ke Kak Arya dari sekarang. Mumpung beliau juga lagi senggang.”

Afsheen mengirim pesan panjang ke Arya. Menjelaskan semuanya dan meminta agar dia tidak berharap lebih dengan Afsheen.

Setelah mengirim pesan tersebut Afsheen merasa sedikit lega walau ada rasa bersalah. Tapi, ia juga tak ingin menyakiti hati Arya terlalu dalam dan dianggap memberikan harapan palsu.

10 menit Afsheen duduk terdiam di depan kaca. Terdengar suara motor Farhan yang berhenti di depan rumah pun ia tak berkutik. Ia berfikiran pasti Umi meminta Farhan datang untuk membicarakan hubungannya dengan Arya. Tiba-tiba..

Tok.. tok.. tok..

Afsheen dikejutkan oleh ketukan pintu kamarnya.

“Siapa?”

“Kakak. Boleh masuk?”

“Masuk saja.”

Ternyata Farhan yang sedang mengetuk pintu kamar Afsheen.

Melangkah masuk ke kamar Afsheen dan langsung duduk di ujung kasur “Dek, Umi tadi sudah cerita tentang Arya yang deketin kamu. Kamu yakin sama dia?”

“Gimana ya, Kak. Jujur Afsheen itu perasaannya biasa saja, tapi karena beliau berani melamarku, ya aku buka hati buat beliau.”

“Saran kakak, kalau gak yakin gak apa-apa kok. Sampaikan saja ke dia, pasti dia paham. Walau dia temannya kakak, kakak juga gak mau adek kakak cewek satu-satunya ini jatuh ke orang yang salah lagi.”

Afsheen terdiam. Farhan yang melihat adiknya sedang merenung langsung meninggalkan kamar tanpa berpamitan. Sesaat Farhan menutup pintu, Afsheen langsung memanggilnya.

“Kak, aku jahat gak sih? Kalau menyampaikan semuanya?”

“Sampaikan saja, sebelum semuanya terlambat. Kakak percaya kamu.”

Brakk..

“Dih, kakak. Suka banget motong pembicaraan dengan nutup pintu.”

Begitulah Farhan, orang yang sangat dingin namun ia yang akan maju paling depan jikalau ada apa-apa dengan keluarganya. Terlebih Afsheen yang paling bungsu dan adik perempuan satu-satunya.

Karena hari semakin larut, Afsheen memutuskan untuk segera mandi. Saat di kamar mandi, terdengar ponsel Afsheen berdering.

Segera ia selesaikan mandinya, lalu melangkah mengambil ponsel yang ia letakkan di atas meja rias.

“Panggilan tak terjawab Kak Arya, banyak pesan masuk juga?” gerutunya.

Afsheen membaca setiap pesan yang masuk. Di dalam pesan tersebut, Arya menyampaikan perasaannya yang terlihat berusaha untuk ikhlas.

“Alhamdulillah, mudah-mudahan Kak Arya bisa memahami semuanya. Kalau gak dibicarakan dari awal juga bakalan lebih sulit nantinya.” Ucap Afsheen perlahan.

Afsheen melangkahkan kaki menuju jendela kamar yang masih terbuka. Jendela yang langsung menembus pemandangan taman kecil yang Umi buat di samping rumah. Ia sandarkan bahunya pada tepi jendela.

Seketika perasaannya hampa, merasakan kehilangan yang semestinya lebih baik sekarang daripada nanti yang akan berujung traumanya kembali.

Allahu Akbar Allahu Akbar..

Terdengar suara lantunan adzan maghrib dari musholla tempat Afsheen tinggal. Ia pun segera menutup jendela dan bersiap untuk sholat maghrib.

Setelah itu, Afsheen bergegas menuju ruangan yang diperuntukkan untuk sholat. Terlihat Umi Tsuroyah dan Farhan sudah berada di sana.

Sholat

Assalamu’alaikum wa rahmatullah..

Berdoa yang dipimpin oleh Farhan

“Umi (cium tangan Umi), Kak (cium tangan Farhan). Afsheen ke kamar duluan ya. Mau siap-siap makan, laper. Hehe.”

“Kebiasaan ini, ih.” Ucap Farhan, sembari menggapai kepala Afsheen.

Afsheen hanya tersenyum dan berlalu menuju kamar. Melepas mukenah yang masih dipakainya dan matanya melirik ke arah ponsel.

Hmm… biasanya jam segini Kak Arya kirim pesan. Semenjak aku mengungkap semuanya tadi, tak lagi ada pesan dari beliau. Gak apa-apa. Kamu bisa Sheen.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!