Rich CEO For Maid
"Babe (sayang)!" Ray baru saja tiba di apartemen Amora. Dia tidak membutuhkan seseorang untuk membukakan pintu untuknya karena dia memiliki kunci.
Tidak ada sahutan sama sekali. Biasanya suara lembut Amora akan menjawab panggilannya.
Mungkin dia sedang mandi. Ray berkata dalam hati sambil melangkahkan kaki menuju kamar utama. Pria tampan itu membuka pintu kamar perlahan.
Ray sedikit terkejut mendapati tempat tidur yang masih rapi. Dia melihat ke sekeliling kamar. Semuanya berada di tempat semestinya. Seharusnya tidak seperti itu. Amora terkenal sangat berantakan. Artinya, Amora tidak berada di apartemen.
Dia tidak perlu repot-repot mengecek kamar mandi. Sudah pasti Amora tidak berada di sana. Ray meraih ponsel di saku kemejanya. Dia mengusap layar dan menghubungi Amora.
Anehnya, ponsel Amora tidak aktif. Ray mencoba berkali-kali. Hasilnya tetap sama. Pikiran Ray mulai berkecamuk. Baru beberapa menit yang lalu dia masih bisa menghubungi Amora. Sekarang, ponselnya tidak aktif.
Ray memilih keluar dari apartemen dan kembali ke mansion. Berada di apartemen semakin membuatnya dekat dengan pikiran negatif.
Pria tampan itu mengendarai mobil terbarunya meninggalkan kawasan apartemen. Kenyamanan Tesla model X membuat dia sedikit melupakan Amora.
Sesampainya di mansion, Ray segera menuju kamar utama. Dia ingin menyegarkan tubuh dan pikiran yang satu harian ini sangat menyita tenaga.
"Pak Ibra, tolong antarkan makan malam!" Ray sangat lelah untuk turun makan malam. Dia meminta kepala pelayan untuk mengantarkan makanan melalui sambungan interkom di kamar.
Pria tampan dengan perawakan setengah bule berjalan dengan gagah menuju kamar mandi. Dia melepas semua kain yang melekat di tubuhnya satu persatu. Berendam adalah pilihan terbaiknya saat ini.
"Nindy! Di mana ibumu?" tanya pak Ibra saat masuk ke dapur. Dia mencari Nora untuk memasak dan mengantar makanan ke kamar tuan mereka. Akan tetapi, Nora tidak berada di sana. Pak tua itu hanya melihat Nindy yang sedang sibuk dengan buku dan pulpen di tangannya.
Nindy langsung berhenti melakukan aktivitasnya saat pak Ibra masuk ke dapur. "Mama pulang sebentar pak. Dia mengantar makanan untuk ayah. Jadi, Nindy diminta mama untuk menunggu di dapur jika ada yang mencari."
"Kapan dia kembali?"
"Mama baru saja pergi, pak. Mungkin sekitar setengah jam lagi baru kembali," jawab Nindy ragu-ragu. Dari kecil hingga sekarang, gadis cantik dengan surai panjang kecokelatan itu selalu merasa kikuk di depan pak Ibra, yang merupakan kepala pelayan mansion. Padahal pak Ibra sangat baik. Hanya saja pembawaannya yang tegas dan kaku membuat Nindy merasa sedikit tidak nyaman.
Pak tua itu mengangkat tangan kanan dan mengurut pelan dagunya. "Tidak cukup waktu. Biar aku saja yang melakukannya." pak Ibra segera mengambil celemek dan mulai mengolah bahan-bahan untuk makan malam tuannya.
Nindy yang melihat pak Ibra sibuk mengolah makanan, menawarkan diri untuk membantunya. Namun, pak Ibra menolaknya dengan sopan. Bukannya dia tidak menghargai bantuan Nindy, hanya saja dia tidak terbiasa saat memasak ada orang lain yang membantunya.
Gadis cantik itu kembali duduk dan melihat kelincahan pak Ibra mengolah makanan. Pak Ibra sangat pantas menjadi kepala pelayan di mansion. Dia menguasai berbagai macam keahlian. Terutama memasak. Rasanya sangat nikmat. Karena pak Ibra membuat Nindy bercita-cita menjadi seorang chef.
Beberapa menit kemudian, makanan telah siap. Aromanya sangat menggiurkan. Mulut kecil dengan bibir merah muda itu sampai ternganga dibuatnya. Untung saja, cairan bening tidak keluar dari sudut bibirnya.
Saat pak Ibra melepas celemek, dia merasa sedikit mengambang. Dia mengatur napas dan berusaha menstabilkan tubuhnya. Setelah dirasa aman, dia melangkahkan kaki pelan. Namun, kali ini tubuhnya terhuyung.
Nindy yang sudah melihat keadaan pak Ibra dari tadi, siap siaga jika sesuatu terjadi pada pak tua itu. Benar saja dugaan Nindy. Baru mengatur napas dan berjalan selangkah. Tubuh yang tidak muda lagi itu terhuyung ke samping.
Dengan cekatan, Nindy menahan tubuh pak Ibra sehingga nampan yang dipegangnya tidak terjatuh. Gadis cantik itu mengambil alih nampan dan meletakkannya di atas meja. Setelah itu, dia membantu pak Ibra duduk.
"Bapak sakit?" Nindy menatap wajah pak Ibra yang terlihat pucat.
"Bapak tidak apa-apa. Bapak harus mengantar makanan untuk tuan." pak Ibra berusaha bangkit. Nindy menahan tubuh pak Ibra untuk tidak bergerak.
"Bapak jangan berdiri dulu. Nindy ambilkan bapak air putih hangat dulu ya."
Pak Ibra mengangguk. Mungkin dengan meminum air putih hangat, masuk anginnya bisa berangsur membaik.
"Pak, biar Nindy saja yang mengantar makanan tuan Ray. Bapak istirahat dulu di sini."
Pak Ibra menuruti ucapan Nindy. Keadaannya saat ini sedang tidak baik. Tuannya pasti ingin segera menyantap makan malam.
"Kamu tahu kan kamar tuan Ray?"
"Nindy tahu pak."
"Baiklah. Terima kasih sudah membantu bapak. Pelan-pelan saja membawa nampannya."
"Iya pak." Nindy mengambil nampan yang tadi diletakkan di atas meja. Dia melangkahkan kaki menuju kamar tuan Ray.
Gadis itu menapaki setiap anak tangga selangkah demi selangkah. Binar mata hitamnya yang indah tidak henti menatap lurus ke depan. Pintu kamar tuannya semakin terlihat membuat perasaan si gadis cantik semakin menggebu.
Nindy menaruh hati pada sang majikan sejak dia mulai mengenal cinta. Saat ini usianya baru menginjak tujuh belas tahun, dia sadar jika yang dia rasakan adalah cinta bukan rasa suka yang biasa saja.
Namun, Nindy sangat tahu diri. Perbedaan status mereka membuat Nindy menyimpan rapat rahasia hatinya. Ditambah lagi sang pangeran hati telah memiliki kekasih yang sangat dicintainya.
Pintu kamar sedikit terbuka. Nindy mendorong pelan pintu dengan bahu kiri hingga terbuka lebar. Dia segera meletakkan nampan di atas meja dan langsung keluar saat itu juga. Dia tidak ingin berlama-lama berada di dalam kamar tuannya.
Nindy menutup pelan pintu kamar tanpa berbunyi. Baru selangkah dari pintu kamar tuannya, ponsel Nindy bergetar di saku celana nya. Gadis cantik itu mengusap layar untuk menjawab panggilan masuk dari sahabat baiknya.
Bunyi piring di lempar dari dalam kamar Ray membuat Nindy terkejut sampai tidak jadi menjawab panggilan masuk dari Jasmin. Dia bingung antara ingin masuk ke dalam kamar atau kembali ke dapur.
Nindy menunggu beberapa saat untuk meyakinkan diri bahwa seseorang di dalam sana baik-baik saja. Teriakan kencang Ray membuat Nindy tersadar bahwa si pemilik kamar dalam keadaan marah. Nindy langsung mengambil langkah seribu menuju ke dapur.
Beberapa menit setelah Nindy meletakkan nampan di atas meja, Ray keluar dari kamar mandi. Dia sempat melihat sosok tubuh Nindy yang keluar dari kamar. Saat itu, ponsel Ray berbunyi. Dia segera menjawab panggilan masuk dari Jose, tangan kanannya.
"Ya," jawab Ray.
"Tuan, pesawat jet yang dinaiki nona Amora mengalami kecelakaan. Status saat ini seluruh penumpang di dalam pesawat tewas." Jose memberi laporan dengan satu kali tarikan napas.
Ray melempar ponsel hingga terbanting di dinding. Dia melempar nampan hingga piring, mangkuk, gelas beserta isinya terbanting ke lantai. Merasa belum puas, Ray berteriak sekuat tenaga.
"AMORA!"
Hatinya sangat pilu mendapati kenyataan kekasih hatinya telah pergi meninggalkan dia untuk selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Lina Pau
keren.
salken,❤️🥰
2022-12-12
5
El Geisya Tin
selamat menang arisan
2022-10-03
3
El Geisya Tin
Hai kak salam kenal, done like, fav, rate 5, dan vote ya
2022-10-03
3