Wajah putih Nindy berubah menjadi kemerahan karena merona oleh kalimat terakhir yang diucapkan oleh Samuel. Dia malu ada orang lain yang mengetahui perasaannya pada Ray.
"Terima kasih kakak mau percaya pada Nindy."
"Kau gadis baik. Tidak seperti Amora." Samuel menatap kasihan pada Nindy. "Aku akan bicarakan ini pada Ray." Samuel bergegas berjalan mengambil kunci mobil.
"Tidak kak, jangan!" Nindy menghalangi Samuel dengan merentangkan kedua tangannya.
"Kenapa? Nindy, harus ada seseorang yang menjelaskan pada Ray situasi yang sebenarnya."
Nindy menggeleng. "Justru akan memperburuk keadaan kak. Nindy tidak ingin tuan Ray semakin salah paham. Nindy juga tidak ingin mendengar kalimat wanita murahan lagi dari mulut tuan Ray."
Samuel menghempaskan tubuhnya ke sofa. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Nindy. Mungkin juga ada benarnya. Bisa jadi Ray berpikir jika Samuel bersekongkol atau dia beranggapan Nindy benar wanita murahan yang meminta perlindungan dengan siapa pun yang bisa menolongnya dengan menyerahkan tubuhnya.
"Sh it!" Samuel kesal karena tidak bisa membantu Nindy. Keras kepala Ray memang tidak bisa dibantah. Sangat sulit mengajaknya berdiskusi jika dia sudah menentukan suatu pilihan.
"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" setelah bisa mengendalikan diri, Samuel mengajak Nindy membicarakan hal yang akan dilakukan olehnya ke depan.
"Aku tidak tahu kak, yang pasti aku menunggu kabar dari mama." Nindy masih menundukkan kepala, memainkan ibu jari tangan.
"Kau bisa tinggal dulu di sini untuk sementara." Samuel meletakkan telunjuk kanan ke mulutnya sendiri saat melihat Nindy hendak bersuara. "Setidaknya hingga tubuhmu pulih. Apa kau tidak kasihan pada orang tuamu? Lihat saja dirimu sekarang!"
Semua ucapan Samuel benar. Akan tetapi, dia merasa tidak nyaman dengan Michelle. Nindy tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman lagi.
"Michelle tahu kau ada di sini. Dia turut sedih dengan yang kau alami. Dia memberimu pelukan jauh. Lagipula kau sudah kami anggap sebagai adik sendiri." Samuel bisa menebak pikiran Nindy.
"Istirahatlah! Aku akan pergi karena ada yang harus aku kerjakan."
"Kak."
"Jangan khawatir! Aku tidak akan mencampuri urusanmu dan Ray."
"Terima kasih kak." Nindy memberikan senyum terbaiknya untuk Samuel. Dia tidak punya apa-apa lagi selain senyuman.
Sebelum meninggalkan apartemen, Samuel mengunci pintu dari luar. Dia melirik jam di pergelangan tangan kanannya. Kurang lebih satu jam lagi tengah malam. Perasaannya mengatakan bahwa Ray akan datang ke apartemen untuk mengajaknya ke salah satu bar terkenal di ibu kota.
Samuel memilih duduk di dalam Jeep kesayangannya di area parkir apartemen. Dia sengaja menunggu Ray di sana agar sahabatnya itu tidak perlu repot-repot untuk naik ke atas. Sambil menunggu kedatangan Ray, Samuel menghubungi tangan kanannya.
"Oz, aku ingin kau mendapatkan rekaman cctv apartemen Rafflesia lantai dua belas sekitar dua bulan yang lalu. Cari keberadaan Amora saat itu!"
"Baik tuan."
Samuel memutus sambungan panggilan. Dia menatap lurus ke depan. Kedua netra biru langit miliknya menatap tajam ke depan. Samuel yakin ada sesuatu yang tidak beres terjadi. "Amora, Amora. Aku tahu ada sesuatu dibalik kematian mu. Awas saja jika aku menemukannya! Aku pasti akan mengejar mu sampai ke neraka."
Samuel mencengkram kuat kemudi mobil. Dari dulu dia sangat tidak suka Ray berhubungan dengan Amora. Bukan tanpa alasan. Samuel sudah berapa kali menangkap basah Amora bermesraan dengan pria lain.
Selain itu, Samuel sudah menyelidiki Amora sejak lama. Wanita itu sangat licik. Mulutnya seperti ular yang memiliki bisa. Penampilannya sangat cocok dengan rubah betina yang selalu menggoda rubah jantan.
Cahaya lampu dari arah depan menyilaukan kedua netra biru Samuel. Tidak salah lagi, si pengemudi Tesla datang tepat waktu. Ray memberi kode pada Samuel untuk mengikutinya melalui sambungan telpon.
* * *
Dau jam sebelum tengah malam di rumah Nindy.
"Nora, kalian saja yang pergi. Aku tidak apa-apa tinggal di sini." Fardhan bersikeras untuk tetap tinggal. Dia tidak ingin menjadi beban untuk Nora dan putrinya.
"Tidak. Nindy pasti akan sedih. Kau sudah menjadi ayah baginya. Apa kau tega berpisah dengan putrimu sendiri?" Air mata Nora mengalir. Dia tidak suka jika harus berdebat dengan Fardhan.
Fardhan menghela napas pelan dan berkata, "Aku tidak ingin menjadi beban kalian. Kondisiku saat ini cukup baik."
"Fardhan, setidaknya pikirkanlah perasaan Nindy. Dia sangat tulus mencintaimu sebagai ayahnya."
Fardhan tidak bisa mengelak lagi. Dia juga sangat menyayangi Nindy seperti putri kandungnya sendiri. Ketulusan Nindy membuat dia kembali ke kodratnya sebagai laki-laki.
Pria paruh baya itu teringat saat Nindy kecil berumur delapan tahun, dia bangga memperkenalkan Fardhan kepada teman-temannya sebagai ayah tanpa malu akan keadaan Fardhan.
"Baiklah. Aku ikut kalian."
"Terima kasih Farah. Eh, maafkan aku."
Fardhan tertawa setiap kali Nora keceplosan memanggilnya Farah. Nama panggung yang sudah lama dilepasnya.
"Kau dan putrimu sama saja. Selalu bisa membuatku tertawa." Fardhan tertawa lepas hingga perutnya sakit dan batuk.
"Ish, kau itu. Ingat umur dan kondisimu saat tertawa." Nora pura-pura kesal pada Fardhan.
"Ngomong-ngomong di mana Nindy. Sudah jam sepuluh dia belum pulang. Tidak biasanya." Fardhan menatap ke arah belakang Nora mencari keberadaan putri kesayangannya.
"Samuel tadi menghubungiku. Nindy aman bersamanya." raut wajah Nora kembali sedih mengingat kejadian yang menimpa putrinya. Awalnya dia ingin menyusul ke kamar tuan Ray. Akan tetapi, pak Ibra menghalanginya. Nora hanya bisa pasrah akan keadaan putrinya saat itu.
"Sebaiknya jangan dibahas lagi! Lebih baik kita bersiap-siap. Semakin cepat semakin baik kita meninggalkan ibu kota."
"Kau benar, Dan. Ke mana tujuan kita?" tanya Nora.
"Bagaimana ke pulau Kalimantan? Kampung halamanku. Meskipun di sana sedikit panas, tapi aku yakin Nindy akan bahagia di sana." Sudah sejak lama Fardhan ingin pulang ke kampung halamannya. Sebuah kota yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan dilalui sungai terpanjang di Indonesia. Namun, dia masih belum memiliki keberanian untuk bertemu dengan keluarga besarnya di sana.
"Pontianak?"
"Ya."
"Apa kau sudah siap?" Nora tahu hubungan Fardhan dan keluarga besarnya tidak baik. Tentu saja dulu berbeda dengan sekarang. Fardhan sudah kembali ke kodratnya. Nora juga yakin, jika keluarga Fardhan pasti sudah memaafkannya.
"Tentu saja. Mau sampai kapan aku harus menghindar, Nor. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk aku kembali. Lagipula saat ini aku kembali membawa seorang putri yang cantik dan seorang istri, meskipun hanya status." Fardhan sengaja menggoda Nora. Kebiasaan yang sangat sulit dia hilangkan.
"Ish, kau itu."
Keesokan pagi, Nindy bangun lebih awal. Keadaannya saat ini cukup baik. Nyeri dan pegal di tubuhnya sudah menghilang. Wajahnya sudah kembali normal. Setidaknya mama dan ayahnya tidak akan terlalu curiga padanya.
Nindy tidak ingin pergi begitu saja tanpa membalas kebaikan Samuel. Karena masih pagi, Nindy segera membersihkan diri. Samuel memang baik padanya. Dia meletakkan pakaian bersih milik Michelle untuk ganti.
Selesai membersihkan diri, Nindy segera ke dapur untuk melancarkan aksinya. Sebelum membuka kulkas dia meminta izin terlebih dahulu, "Kak Samuel aku buka kulkasnya ya?" ucap Nindy. "Iya Nindy, buka saja." Nindy menjawab sendiri dengan menirukan suara Samuel.
Begitu seterusnya saat dia ingin menggunakan peralatan dapur dan bahan makanan. Nindy sangat cekatan memasak. Dalam waktu lima belas menit, nasi goreng Pattaya telah siap. Dia juga membuat kopi susu, minuman kesukaan Samuel di pagi hari.
Setelah menyusun sarapan di atas meja makan, Nindy mengambil kertas dan pulpen. Dia meninggalkan pesan ucapan terima kasih pada Samuel karena telah bersedia membantu dan menampungnya di apartemen.
Semangat pagi kak,
Terima kasih sudah membantu dan menampung Nindy. Nindy tidak bisa membalas kebaikan kakak sekarang. Hanya sepiring nasi goreng dan segelas kopi susu yang bisa Nindy berikan untuk kakak sebagai tanda terima kasih. Sampaikan salam Nindy untuk kak Michelle. Terima kasih pakaiannya.
Sampai ketemu lagi di lain waktu kak.
Nindy
Nindy meletakkan secarik kertas itu di bawah gelas agar mudah dibaca oleh Samuel. Kemudian, gadis kecil itu melangkahkan kaki keluar dari apartemen Samuel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
desi arisanty
jeruju kayak e nih thor
2022-11-05
4
Atika
pontianak kote kamek thor...
2022-08-23
3
smoochyzz
ditunggu lanjutannya thor🤩👍🏻
2022-08-22
0