Berita kematian Amora Sanchez telah tersebar di berbagai media cetak, siaran televisi, dan media sosial. Seorang model terkenal yang saat ini sedang menaiki puncak karir tewas dalam kecelakaan pesawat jet. Tidak ada satu pun media yang luput dari berita kematian Amora.
Ray yang masih dalam keadaan berduka memilih mengurung diri di dalam kamar. Perasaan tidak nyaman yang dia rasakan kemarin tenyata benar terjadi.
Pria tampan itu mengenang kembali setiap kejadian yang telah dia alami selama menjalin kasih dengan Amora, dari pertama kali mereka bertemu hingga hari terakhir dan berjanji untuk mengukuhkan jalinan kasih mereka ke jenjang pernikahan.
Ray tahu masalah yang dihadapi oleh Amora cukup pelik. Tapi, dia tidak peduli dengan berita yang menyudutkan Amora. Ray paham akan profesi yang dijalani Amora.
Selain itu, Amora adalah seorang wanita baik-baik. Selain memiliki wajah yang cantik, tutur kata Amora sangat lembut dan sopan.
Tubuh indah Amora juga tak kalah menambah daya tarik bagi kaum Adam.
Ray membanting ponsel untuk yang kedua kalinya. Dia tanpa sengaja membuka pesan yang berisi ucapan belasungkawa atas kematian Amora. Dia tidak terima akan kematian Amora.
Nindy merasa perih saat melihat pangeran hatinya yang sedang dirundung kesedihan. Dari balik pintu, Nindy mencuri pandang pada Ray. Pria gagah dan tampan itu terbalut kesedihan yang mendalam.
"Kemari lah!" Suara maskulin Ray terdengar serak. Tubuh pria itu merosot ke lantai dengan memeluk kedua kakinya yang ditekuk.
Nindy melihat ke kanan dan ke kiri mencari seseorang yang dimaksud oleh Ray. Akan tetapi, tidak ada seorang pun di sana.
"Apa harus ku ulangi lagi?"
Tanpa sadar, Nindy melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Aura kamar terasa gelap dan dingin. Cocok dengan suasana hati Ray. Nindy merendahkan tubuh hingga sejajar dengan Ray. Dia tidak tahu yang harus dilakukannya saat ini.
Ray langsung mendaratkan kepala di atas kedua kaki Nindy. Untung saja keseimbangan tubuh Nindy sangat baik. Dia bisa menahan bobot kepala Ray yang langsung menghantam. Nindy terduduk dengan posisi kepala Ray berada di pangkuannya.
Cukup lama mereka dalam keadaan diam hingga Nindy mendengar dengkuran halus. Gadis itu menatap wajah Ray. Dia hanya ingin memastikan bahwa pria pemilik hatinya benar tertidur.
Ray tidur di pangkuan Nindy hingga malam. Membuat tubuh gadis itu kaku. Selama Ray tidur di pangkuannya, Nindy tidak berani menatap lama wajah Ray. Kedua netra hitamnya berselancar ke sekeliling ruangan untuk mengalihkan perhatiannya.
Beberapa saat kemudian, Ray terbangun. Pria tampan itu dari kemarin tidak tidur semenjak mendapat kabar duka Amora. Ray mengerjapkan kedua mata. Dia menatap wajah Nindy yang menatap ke samping.
Sadar karena tertidur di pangkuan Nindy, dia segera bangun. "Maaf." Kata pertama yang keluar dari bibir maskulin Ray.
"Tidak apa tuan." Nindy terpaksa memalingkan wajah menatap Ray.
"Bukannya sudah ku bilang panggil saja Ray."
Nindy hanya diam tertunduk. Jika saja kau tahu aku mencintaimu. Apa mungkin kau akan tetap sebaik ini denganku? Nindy bermonolog di dalam hati.
Tuannya itu selain tampan juga baik hati. Dia tidak pernah membedakan status. Nindy yang statusnya sebagai anak salah seorang pelayan tidak luput dari perhatiannya. Karena itu Nindy tetap membatasi diri. Dia tidak ingin hubungan baik dengan Ray hancur hanya karena keegoisan dan keinginan hatinya.
"Aku permisi dulu." Kesemutan di kakinya sudah menghilang. Tidak ada alasan baginya untuk berlama-lama di dalam kamar berdua dengan seorang pria. Meskipun pria itu adalah majikannya sendiri.
"Terima kasih," ucap Ray tanpa menoleh ke belakang.
"Sama-sama."
Sejak saat itu, hubungan Ray dan Nindy semakin dekat. Ray membutuhkan Nindy saat dia ingin tidur. Entah mengapa setiap kali berada di dekat Nindy, pikiran dan tubuhnya terasa lebih rileks hingga membuatnya tertidur di pangkuan Nindy.
Dua bulan berlalu sejak kematian Amora. Ray telah kembali seperti semula. Dia melakukan aktivitas seperti biasa. Dilihat dari luar, pria itu sudah berhasil melanjutkan hidupnya. Dia juga telah membuka hati untuk menerima seorang tambatan hati.
Namun, sayang. Wanita itu bukanlah Nindy. Saat ini, Ray menjalin kasih dengan seorang wanita dari kalangan yang sama dengan Amora. Seorang model yang baru saja memasuki dunia hiburan, Mischa Aureli.
Gadis Indonesia asli dengan warna kulit kuning langsat. Rambut hitam sebahunya menambah keeksotisan wajah sang model. Baru satu Minggu penjajakan hubungan, Mischa sudah diberi kemudahan oleh Ray untuk keluar masuk perusahaannya.
"Sayang, aku ingin ke pulau Dewata." Mischa tidak ingin kehilangan kesempatan saat berduaan dengan Ray. Dia selalu bergelayut manja di pangkuan Ray. Tentu saja Ray tidak keberatan dengan kelakuan manja Mischa yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya.
Mischa yang menentukan sendiri tanggal dan lokasi mereka menjadi sepasang kekasih. Dia ingin menjadikan momen jadian mereka spesial dan Ray hanya bertugas menyetujui keinginan dia saja.
"Ups, sorry."
Suara seorang pria yang dikenal oleh Ray menghilang cepat bersamaan dengan pintu yang ditutup. Ray mengarahkan tangannya ke pinggang Mischa, menuntunnya untuk turun dari pangkuannya.
"Tunggu sebentar, ok! Dia teman lamaku."
Ray langsung melangkahkan kaki menuju pintu ruang kerjanya. Dia keluar ruangan dan mendapati Samuel masih berada di sana. Pria bule asli dengan warna mata hazel. Samuel tak kalah tampan dari Ray. Bedanya, Samuel produk original. Asli dari Eropa.
"Kapan kau datang?" Ray memeluk singkat Samuel.
"Tadi pagi. Sepertinya kalimatku tidak jadi aku ucapkan setelah melihat adegan tadi." goda Samuel.
Ray tertawa pelan. Dia mengerti yang dimaksud oleh sahabatnya itu.
"Well, aku tidak bisa berlama-lama. Ada meeting (rapat) yang harus aku hadiri. Aku ke sini untuk menyerahkan ini."
Samuel menyerahkan sebuah kertas putih dengan bentuk persegi panjang. Ray sedikit bingung melihat amplop yang kini berada di tangannya.
"Apa ini?"
"How do I know (bagaimana aku bisa tahu)?" ucap Samuel.
Ray tersenyum tipis. Dia tidak habis pikir di jaman modern dan canggih seperti ini masih ada yang menggunakan surat untuk komunikasi. Pak pos saja sudah tidak dia temui.
"Aku pergi dulu. Kapan-kapan kita nongkrong." Samuel meninggalkan Ray sambil menepuk pelan pundak kiri sahabatnya.
"Thanks."
Ray memasukkan surat ke dalam saku jas bagian dalam. Dia berniat membacanya nanti setelah pulang ke mansion.
Tiga jam kemudian, Ray sudah berada di dalam kamar. Tepat pukul delapan Nindy pasti datang sesuai perintahnya untuk menemaninya mengobrol sebentar hingga Ray tertidur barulah Nindy kembali ke kamarnya sendiri. Ray masih membutuhkan bantuan Nindy untuk membuatnya tertidur.
Ray sempat berpikir mungkin perbuatannya tanpa sadar telah menjadi sebuah kebiasaan. Tapi, malam ini Ray menunggu kedatangan Nindy bukan untuk mengantarnya tidur.
"Aku masuk ya." Kalimat yang selalu sama setiap kali Nindy akan memasuki kamar Ray.
Ray tidak ingin menjawabnya. Dia berusaha menahan amarah yang ingin melompat keluar dari mulutnya.
Nindy melangkahkan kaki indahnya masuk ke kamar perlahan. Ray menatap Nindy dengan netra cokelat yang menggelora penuh amarah. Seketika dia merasa benci melihat tingkah Nindy yang malu-malu.
Jarak yang tersisa di antara mereka sekitar dua meter. Ray bangkit dari sofa, dia tidak sabar dengan tingkah Nindy. Ray mencengkram kedua lengan kecil Nindy dan menciumnya kasar.
Nindy terkejut mendapat perlakuan kasar. Dia memang mencintai Ray. Tapi, bukan seperti ini yang dia harapkan. Nindy meronta berusaha melepaskan diri. Beruntung dia pernah mengikuti karate sewaktu duduk di bangku sekolah menengah.
Setidaknya masih ada yang tersisa dari ilmunya untuk membela diri. Nindy mendorong tubuh Ray sekuat tenaga. Saat tautan mereka terlepas, Nindy menampar wajah Ray.
Seringai yang terukir di sudut bibir Ray membuat Nindy ngeri. Dia berinisiatif melarikan diri. Insting Nindy mengatakan bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak baik di antara mereka.
Ray menangkap tangan kiri Nindy. Membalik tubuh gadis itu dengan kasar dan membalas tamparan yang lebih keras.
"Kau tahu! Kau yang pantas mendapat ini!" geram Ray sambil menampar wajah Nindy untuk yang kedua kalinya.
Tubuh Nindy terpental saat mendapat tamparan kedua. Tamparan itu menyebabkan sudut bibirnya pecah hingga cairan kental berwarna merah menetes.
"A-pa salahku, Ray?"
"TUAN. Aku tuan mu!" Ray berteriak sekuat tenaga tepat di depan wajah Nindy.
Buliran bening menembus pertahanan kedua netra Nindy. Alirannya sangat deras tanpa suara.
"Simpan tangisan licik mu! Dasar wanita murahan!"
Kedua mata Nindy membulat saat mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Ray. Dia tidak terima dengan tuduhan yang dia sendiri bingung. Kesalahan apa yang sudah dia perbuat hingga membuat Ray murka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Lady_MerMaD
aku mampir seru ni
2022-09-25
2
Atika
biasany kalo begini nih artinya kebaliknnya.😅
2022-08-23
2
Ika Oktafiana
slebew sama Ray😭
2022-08-22
0