Ray melempar sebuah gumpalan kertas putih. Nindy meraih gumpalan kertas dan membukanya perlahan dengan kedua tangan yang gemetar hebat. Setelah terbuka, Nindy merapikan kertas itu agar mudah terbaca. Dia membaca perlahan isi dari surat itu.
Babe,
Maafkan aku. Aku tidak bisa berpamitan padamu. Kau tahu sendiri, berita miring yang beredar saat ini membuatku pusing. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Aku mengambil cuti hingga berita itu menghilang dengan sendirinya.
Aku tahu, kita akan menikah. Berita miring tentangku akan menghilang dengan sendirinya dengan berita pernikahan kita. Tapi, ada hal lain yang membuatku harus berjauhan denganmu. Kau tahu, sangat sulit bagiku berjauhan denganmu karena cintaku padamu sangat besar.
Tapi, ini demi kebaikanmu. Nindy, anak pelayan di mansion mu mendatangiku di apartemen kemarin. Dia memintaku untuk menjauhi mu. Dia sangat mencintaimu. Dia tidak terima jika kita bersatu. Tentu saja aku berani melawannya. Akan tetapi, Nindy menggertak ku. Dia bilang, dia bisa saja memberi racun pada makananmu. Jadi, di antara kami tidak ada yang mendapatkan dirimu. Sangat konyol. Tapi, aku sangat takut. Aku takut kehilangan dirimu.
Di saat surat ini tiba di tanganmu, mungkin aku sudah siap untuk kembali ke pelukanmu.
Jangan rindukan aku, ok.
Love you, babe
Amora
"Ini tidak be--,"
"DIAM! Sekali murahan tetap saja murahan. Sama seperti ibumu." Wajah Ray merah padam. Dia menumpahkan seluruh energi untuk meluapkan amarah.
"Jika saja kau tidak pergi ke sana, Amora masih hidup. Semua salahmu! SEMUA SALAHMU! Kematian Amora karena mu!" Teriakan Ray terdengar hingga ke lantai bawah mansion. Beberapa maid yang kebetulan lewat atau berada di sana langsung menghambur ke dapur.
Mendengar teriakan dari tuan mereka membuat para maid takut. Belum pernah mereka mendengar tuan Ray murka seperti ini. Pasti suatu kesalahan fatal yang telah diperbuat membuat majikan mereka murka.
Ray berjalan ke arah interkom. Dia menekan tombol sebelum berbicara pada pak Ibra. "Usir pelayan Nora dan putrinya dari mansion. Putuskan semua biaya sekolah dan rumah sakit. Jangan beri mereka tempat di kota ini!"
Perintah Ray terdengar jelas oleh Nindy. Dia tidak terima dilimpahkan kesalahan yang tidak pernah dia lakukan. Akan tetapi, dia tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.
Ayah. Nindy teringat sosok ayah yang selama ini memberi kasih sayang meski Nindy bukan anak kandungnya. Selama ini biaya pengobatan berasal dari mansion Ray. Jika semua diputuskan apa yang harus dia lakukan untuk kesembuhan sang ayah.
Nindy berjalan dengan kedua lutut, memohon pada Ray untuk tidak memutuskan biaya ruang sakit. Tidak masalah jika dia tidak melanjutkan kuliah. Untuk makan, dia masih bisa bertahan. Tapi ayahnya tidak bisa bertahan jika tidak meminum obat dari rumah sakit. Belum lagi setiap satu Minggu sekali, ayahnya harus check up untuk melihat perkembangan sel kanker di tubuhnya.
Ray yang diselimuti amarah, dengan mudahnya menendang tubuh Nindy sebelum Nindy sempat menyentuh kakinya.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotor mu!" Ray mencengkram wajah Nindy dengan tangan kanannya.
Dapat Nindy rasakan kemarahan Ray yang meluap dan kebencian di kedua netra cokelatnya.
"Enyah kau dari hadapanku!" Suara gigi yang bergesekan menahan amarah membuat Nindy ngeri mendengarnya.
Ray melepas cengkraman. Dia membalikkan tubuh membelakangi Nindy. Alasannya menyuruh Nindy segera pergi dari pandangan karena tidak ingin mengotori kamarnya dengan menghilangkan nyawa seseorang tanpa sengaja.
Nindy bangkit dari lantai kaku dan dingin. Nyeri dan pegal mulai terasa di bagian tubuhnya yang terluka. Dia berjalan terseok-seok menahan semua sakit yang seharusnya tidak didapatkannya.
Jejak air mata di wajah Nindy terlihat jelas. Wajah cantiknya kini sembab karena menahan tangis yang menyesakkan dadanya. Hidup sangat tidak adil. Aku tidak melakukan apa pun. Rahasia hatiku hanya aku sendiri yang tahu. Bagaimana mungkin Amora bisa mengetahui isi hatiku? Aku sudah menyembunyikannya dengan sangat baik. Nindy bermonolog dalam hati.
Setibanya di muka pintu kamar Ray. Pandangan mata Nindy kabur, lama kelamaan menghitam hingga tubuh itu ambruk ke lantai. Samuel yang sejak tadi memperhatikan Nindy berjalan keluar dari kamar Ray sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Dia menahan tubuh Nindy agar tidak menghantam lantai.
Sudah cukup dia mendapat perlakuan kejam dari Ray. Samuel meraih tubuh Nindy dan menggendongnya ala bridal. Dia menuruni anak tangga dan membawa Nindy masuk ke dalam mobilnya.
Samuel sempat berpesan pada pak Ibra agar tidak mengatakan pada Ray jika dia datang berkunjung. Kunjungan dadakan yang dia lakukan berakhir menonton pertunjukan yang tidak ingin dia tonton.
Tadinya dia ingin pergi saat melihat Ray menampar wajah Nindy yang kedua kalinya. Namun, entah mengapa kedua alat gerak bagian bawah Samuel tidak ingin beranjak dari sana.
Samuel tetap diam menunggu kejadian yang menurutnya sedikit berbahaya. Setidaknya dia bisa menghalangi Ray jika ingin bertindak lebih jauh pada Nindy.
Mobil Jeep keluaran terbaru perlahan keluar dari mansion Ray. Wrangler JL yang dikendarai Samuel melaju menembus kepadatan ibukota.
Dua jam kemudian, apartemen Samuel.
Nindy dapat merasakan nyeri dan pegal yang bercampur menjadi satu. Kepalanya terasa berat saat dia membuka mata. Indra pendengarnya menangkap dua orang yang sedang bercakap melalui sambungan ponsel. Nindy mengenal suara kedua orang itu.
"Sudah bangun?" tanya Samuel. "Ini." Samuel memberi segelas air putih hangat dan kompres untuk wajah Nindy.
"Terima kasih kak." Nindy mengompres pelan wajahnya yang masih terasa nyeri. "Nindy ada di mana kak?" Gadis cantik dengan surai panjang kecokelatan menatap ke sekeliling ruangan dengan binar netra yang bingung.
"Di apartemenku." Jawab Samuel singkat.
"Kok bisa kak?" Nindy sedikit batuk karena mendengar kalimat lugas Samuel.
"Aku kebetulan ada di sana."
Keheningan langsung terjadi setelah Samuel mengatakan kalimat itu. Nindy langsung tertunduk malu. Sedangkan Samuel menanggapinya biasa saja.
"Apa isi suratnya?" nada bicara Samuel terdengar serius dan menuntut penjelasan. Dia memang sempat mendengar kalimat yang dilontarkan saat Ray marah. Tapi, dia ingin mendengar sendiri dari mulut gadis yang sudah ditolongnya.
Nindy mengatur napas. Dai menimbang untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak pada Samuel. Dia khawatir jika Samuel berpikiran yang sama dengan Ray tentang dia.
Samuel tidak ingin mendesak Nindy. Dia menunggu Nindy berbicara dengan sabar. Gadis kecil yang duduk di depannya pasti perlu waktu untuk menceritakan kejadian buruk yang dialaminya tadi.
Beberapa saat kemudian, Nindy menarik napas dan menghembuskan pelan. Dia mulai bersuara, "Surat itu berisi tentang Nindy yang mendatangi Amora ke apartemennya. Dia mengatakan bahwa Nindy akan meracuni tuan Ray jika Amora tidak menjauh dari tuan Ray. Karena ... karena Nindy mencintai tuan Ray." Buliran bening kembali menyeruak keluar dari netra cokelat Nindy.
"Gila!" seru Samuel sambil berdiri.
"Ray percaya begitu saja dan melampiaskan semuanya padamu!" Samuel berjalan mondar-mandir sambil memegang kepala dengan sebelah tangan.
"Kakak tidak percaya Nindy melakukan itu?" sedikit harapan muncul di relung hati Nindy yang terdalam.
"Tentu saja aku tidak percaya. Kecuali di bagian kau mencintai Ray."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ika Oktafiana
eh, kok Samuel tau semuanya? hmm
boleh nggak nih, curiga😅
2022-08-22
7
Ika Oktafiana
😭😭😭
2022-08-22
1
smoochyzz
semangat thorrr❤️✨
2022-08-21
0