KARINA
POV: Karina
"Oweee... oweeee... owweee...."
Itu adalah adikku. Aku menemani ibu melahirkan adikku seorang diri tanpa hadirnya Ayahku. Lagi dan lagi kami harus menahan pedih dan sakitnya karena ulah Ayahku. Ini sudah kesekian kalinya Ayahku berpaling dari keluarganya. Bahkan saat Ibu melahirkan darah dagingnya, Ayah enggan datang dihalangi oleh sengkuni yang dipacarinya sejak kehamilan Ibu kedua. Ayah dan sengkuni itu membuatku jijik dengan segala perbuatan mereka. Ibu dan aku terabaikan. Bahkan sekarang ada adikku. Bagaimana Ibuku harus mengalami semua kepedihan ini? Saat ini usiaku sudah sepuluh tahun. Aku sudah mengalami kepedihan yang cukup mendalam. Dulu sebelum bertemu dengan sengkuni, Ayah adalah sosok pria yang sayang keluarga. Tidak pernah sekalipun ia mengabaikan dan berpaling dari kami. Beliau selalu mengutamakan kami. Ibuku juga sangat menyayangi Ayah. Tapi sepertinya cinta Ayah sudah memudar karena kehadiran sengkuni yang memaksa masuk ke dalam kehidupan keluarga kami. Dengan alasan pekerjaan dan sebagai asisten Ayah, sengkuni itu terus saja menempel pada keluarga kami. Hingga perlahan Ayah mencampakkan kami berdua. Sekarang karena adikku sudah lahir, kami jadi bertiga.
Aku masih kecil. Aku masih lemah. Aku masih tidak begitu paham kehidupan orang dewasa. Yang aku tahu, Ayah sudah tidak cinta dengan Ibu lagi dan meninggalkan rumah dengan sengkuni itu. Kalau Ayah masih menyayangi Ibu, tidak mungkin kan Ayah meninggalkan kami demi hidup dengan sengkuni murahan nan parasit itu?
Suster memanggilku. Aku tersadar dari kesedihanku. Suster berkata, aku boleh bertemu dengan Ibuku. Aku melihat Ibuku sangat kelelahan. Aku tidak melihat adikku. Tadi kata suster, adikku masih di ruang bayi. Aku memegang tangan Ibu dan melihat ibu tersenyum dengan manis.
"Karin, kamu sekarang punya adik. Bantu Ibu jaga adikmu ya." kata Ibu dengan suara lemah.
Aku hanya bisa mengangguk. Aku terus memegangi tangan Ibuku. Ibuku menyuruh aku tidur disampingnya. Aku menurut. Aku memeluk Ibu dan Ibu mengelus rambutku. Tidak lama kemudian tangan Ibu berhenti mengelusku. Sepertinya Ibu sangat kelelahan setelah melahirkan. Ibu tertidur lelap dan mendekapku. Sungguh aku tidak bisa melupakan ingatan ini sampai aku dewasa nanti. Kenangan menyakitkan dengan Ayah yang menjijikan harus meninggalkan keluarganya dengan seorang sengkuni.
********************
POV: Ariana (Ibu Karina)
Aku memejamkan mataku dengan lembut setelah memeluk Karina. Anak sulungku yang sangat rapuh. Aku mengasihani Karina. Dia dipaksa kuat oleh keadaan padahal usianya saja masih sangat muda. Aku ingin menangis. Tapi tidak bisa. Jika aku menangis, aku akan membuat Karina khawatir. Handi kamu sangat bajingan! Kamu tega meninggalkan aku yang sedang melahirkan anak keduamu dan kamu berada di rumah pelacur itu! Aku benar-benar emosi dengan suamiku yang tidak tahu diri. Aku menemani hidupnya dari nol dari mulai tidak punya apa-apa, sekarang setelah naik jabatan sedikit dia mencampakkan keluarganya. Aku bersumpah hidupmu akan lebih sulit ketika kamu masih bersamaku!
Sungguh aku tidak pernah berpikir akan sejauh ini mengutukmu. Tapi kamu benar-benar sudah tidak bisa aku maafkan. Pulang dari sini aku akan pulang ke rumah orang tuaku dan aku akan segera membawa semua pakaian aku dan anakku, Aku sungguh tidak sudi tinggal di rumahmu, Handi!
Aku terus bertanya dimana kesalahanku hingga kamu tega berselingkuh dariku hingga mengorbankan anak-anakmu? Jika memang sudah tidak cinta, mengapa tidak kamu kembalikan saja aku pada keluargaku? Sungguh menyesakkan hidup seperti ini bersama suami yang sombong akan tahtanya. Aku memikirkan bagaimana kehidupanku selanjutnya. Bagaimana hidup Karina dan anak keduaku yang baru saja aku lahirkan?
Bukan karena aku tidak punya uang. Aku masih punya uang walau itu hanya uang tabungan. Tapi aku masih bisa memberi mereka makan. Tapi aku berpikir bagaimana mental anak-anakku? Aku ingin menangis, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi memendam semua kesedihanku sendiri.
**********************
POV: Handi (Ayah Karina)
Aku berdiri dengan gelisah di depan jendela. Aku memikirkan Ariana dengan persalinannya. Bagaimana keadaannya sekarang? Apa anakku sudah lahir? Bagaimana keadaan Karina sekarang? Bagaimana ia akan pulang? Aku memijit kepalaku. Aku merasa lelah jika harus memikirkan Ariana. Aku sungguh telah mengabaikan kebaikan hati Ariana. Aku khilaf pada saat meninggalkan keluargaku. Ya, benar, kini aku sangat menyesal meninggalkan mereka. Aku dulu mengejar Ariana. Dia menolakku. Tapi kemudian dia menerimaku karena perjuanganku mengejarnya. Tapi apa yang aku lakukan sekarang? Aku tidak lebih dari seorang pecundang yang meninggalkan keluargaku demi wanita lain. Melani memelukku dari belakang. Ia menempelkan wajahnya dipunggungku. Ia melingkarkan tangannya di pinggangku.
"Terima kasih ya, kamu tidak pergi ke istrimu." kata Melani.
Aku menghela nafasku. Aku sudah tidak dapat menahannya lagi.
"Setelah ini aku akan pulang. Menemui Ariana dan anakku." kataku. Melani terkejut dan membelalakkan matanya.
"Kenapa kamu begitu? Kamu berjanji akan tetap disini bersamaku." kata Melani protes.
"Sejak awal kamu tahu aku pria beristri. Dan hari ini istriku melahirkan anak keduaku! Aku akan menemuinya!" Melani selalu saja menjengkelkan ketika aku ingin bertemu dengan Ariana. Karena dia selalu tidak suka jika aku ingin bertemu dengan Ariana. Awal hubungan kami, Melani menerima Ariana sebagai istri sahku. Sekarang ia memblokir aksesku pada Ariana.
"Ceraikan Ariana!" bentak Melani. Aku sungguh terkejut dengan Melani. Dia memulai pertikaian lagi denganku karena Ariana.
"Kamu berani memintaku cerai dengan Ariana?" aku tidak percaya Melani mengatakan itu.
"Bukankah kamu tahu kalau aku sudah memiliki istri dan aku tidak pernah sekalipun berniat meninggalkan Ariana maupun Karina!" teriakku. Aku sungguh sebal dengan keadaan ini.
"Jangan lupa, Handi! Aku yang membuatmu naik jabatan hingga akhirnya kamu berada diposisi ini, Kalau bukan karena bantuanku kamu masih menjadi staff biasa dengan gaji minimum!" balas Melani.
"Aku tidak pernah sekalipun memintamu melakukan itu, Melani!"
"Aku yang mau melakukannya, Karena aku mencintai kamu, Handi!"
Aku tidak dapat berkata lagi. Aku mengambil kunci mobil dan tas kecilku yang biasa aku gunakan untuk menaruh ponsel dan dompet. Aku tidak peduli lagi dengan Melani yang meracau tidak jelas. Aku hanya ingin bertemu Ariana!
Aku melesatkan mobil ke arah rumahku dimana Ariana tinggal. Rumah itu sebenarnya bukan sepenuhnya rumahku. Karena Ariana juga ikut mencicil rumah itu. Tapi aku tidak punya pikiran apapun lagi. Aku hanya ingin sampai di rumah dan bertemu dengan Ariana.
Tapi setibanya di rumah aku hanya melihat Ariana duduk di ruang tamu. Tidak ada anakku, Karina ataupun anak keduaku yang belum kuketahui siapa namanya. Karina menyilangkan kakinya. Ia duduk dengan wajah serius yang pernah ia tampakkan dihadapanku.
"Riana..." sapaku.
Bukannya menyambut kedatanganku, Ariana menatapku dengan dingin. Dia seperti Ariana yang dulu saat menolakku. Dingin dan tidak peduli padaku.
"Dimana Karina, Ri?"
"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku." Ariana tidak menjawab pertanyaanku, Dia hanya memberitahuku bahwa ia akan pulang ke rumah orang tuanya. Wajar saja. Dia pasti sangat kecewa dan akan menenangkan dirinya.
"Ri..."
"Aku juga tidak akan kembali kesini." JGERR. Seperti kilat yang menyambar, aku tidak percaya Ariana mengatakan itu.
"Tapi, Ri, aku belum melihat anakku yang baru kamu lahirkan." kataku perlahan, Aku tidak berani meninggikan suaraku disaat aku tahu dan aku sadar aku mengecewakan Ariana. Tapi aku tidak menyangka Ariana akan mengatakan itu. Apakah ini akhir dari kami? Perpisahan? Tidak. Aku tidak tahu bagaimana aku akan hidup tanpa Ariana.
"Buat apa melihat kalau kamu datang ke persalinanku saja tidak sudi?" tanya Ariana ketus. Ariana sering marah padaku untuk hal-hal sepele. Dan aku masih bisa menenangkannya. Tapi kali ini, aku merasa tidak punya nyali. Aku tidak tahu bahwa Ariana begitu bencinya padaku sekarang.
"Maafkan aku. Aku bukannya tidak mau datang.Aku..."
"Lembur? Banyak kerjaan? Ketemu klien? Apalagi yang akan jadi alasan kamu? Nggak sekalian saja kamu terjun dari tebing disuruh sama bosmu!"
Kali ini aku bersimpuh dihadapan Ariana. Aku ingin mohon ampun pada Ariana. Aku tidak sanggup lagi menyakiti Ariana.
"Maafkan aku, Ri. Aku sungguh-sungguh minta maaf." rasanya aku ingin menangis, Aku sudah tidak sanggup dengan apa yang kuhadapi. Perasaanku campur aduk. Aku tahu aku tidak mudah dimaafkan oleh Ariana.
"Maaf? Tidak membuat segalanya kembali utuh. Kamu sudah meninggalkan aku dan Karina. Sekarang aku melahirkan kamu juga tidak peduli sama sekali, Aku kecewa sama kamu, Handi!"
Aku berlutut. Aku mencium kaki Ariana, aku ingin betul-betul minta maaf padanya. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak ingin ditinggalkan oleh Ariana seperti ini.
"Sungguh, aku tidak dapat hidup tanpa kamu, Ri. Aku sungguh menyesal. Aku tidak pernah membayangkan bagaimana hidupku jika kamu meninggalkan aku seperti ini!"
"Lalu bagaimana kemarin kamu meninggalkan aku? Dengan alasan ini itu kamu bertemu dengan wanita murahan itu! Tidak sedikitpun kamu memikirkan perasaanku?"
"Aku minta maaf, Ri... Aku minta maaf, aku akan melakukan apapun untuk medapatkan maaf dari kamu."
"Apapun? Kamu yakin?" Ariana mulai terdengar sinis. Aku tidak pernah melihat wanita lembut dihadapanku ini marah.
"Aku janji, Ri, Apapun yang aku punya akan aku serahkan ke kamu."
"Tinggalkan rumah ini, Han! Aku berhak tinggal di rumah ini bersama anak-anakku. Tidak akan aku serahkan apa yang telah menjadi jerih payahku ke kamu ataupun wanita murahan itu! Dan setelahnya kamu bisa bertemu aku di pengadilan nanti." kata Ariana tegas. Tidak ada nada toleransi dalam ucapannya.
"Kamu ingin menceraikan aku, Ri?"
"Tidak ada ruang untuk pengkhianat dikeluargaku, Han. Pergilah dari sini." ucap Ariana.
Dan itulah kali terakhir aku bertemu dengan Ariana berdua saja. Di kesempatan lain, aku tidak bisa menemui Ariana. Aku pun malu karena perbuatanku sendiri. Aku menyerahkan rumah atas hasil jerih payahku dan Ariana pada Ariana. Ariana juga telah mengubah nama sertifikatnya. Ariana memang berhak atas rumah itu. Ariana tidak mengganggu pekerjaanku. Aku menjalani pekerjaanku seperti biasa dan mengirim uang bulanan pada Ariana dengan nominal tiga per empat dari gajiku. Dan itulah yang membuat Melani kembali protes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
💞N⃟ʲᵃᵃ࿐yENni💖
oke kak aku mampir semangat ya kak...
2022-12-20
0