Seringkali Karina menangis diam-diam karena hatinya masih saja terus merasa sakit karena perbuatan Handi. Ariana tahu itu. Tapi tidak berani langsung menanyakannya, karena Karina sudah ramaja dan mengalami emosi yang tidak menentu diusia ini. Suatu kali Ariana mengajak Karina pergi keluar dan tidak mengajak Selena. Ariana mengendarai mobil dan memulai percakapan dengan kegiatan sekolah Karina. Bagaimana dengan ekstrakurikuler yang dijalani atau bagaimana dengan pelajaran tambahan yang akan ia ambil sepulang sekolah. Jika sudah membicarakan sekolah dan kegiatan pelajaran, Karina selalu merasa semangat.
Karina menyukai kegiatan belajarnya. Les apapun kalau bisa diambil, akan diambilnya semua. Tapi Ariana hanya memberikan dua les tambahan diluar sekolahnya. Ariana tidak mau jika Karina terlalu lelah dengan kegiatannya.
Karina memilih tempat makan siang yang belum pernah ia coba. Ia meminta ibunya untuk memakan di restoran itu. Ariana awalnya tidak mau karena itu adalah restoran Jepang. Tapi Karina terus merayunya agar mau makan di restoran itu. Ariana mengalah karena sebenarnya juga penasaran dengan restoran itu.
Karina memesan dua porsi sushi dan ramen. Setelah pesanan datang, Ariana merasa aneh dengan mie yang ada dagingnya serta kuah yang rasanya seperti sup kari. Karina tertawa melihat ibunya yang baru mencoba ramen pertama kali. Karina menyuap sushinya. Rasa salmon yang melebur menjadi satu dengan gulungan nasi terasa sangat lezat.
Selesai makan siang, Ariana mengajak Karina untuk membeli minuman kopi di salah satu toko dalam mall. Sebelum Selena lahir, Ariana sering pergi berdua dengan Karina seperti ini. Baru kali ini mereka bisa melakukannya lagi. Jika mereka mengajak Selena, sudah pasti mereka akan pergi ke toko mainan terus menerus dan itu membuat uang Ariana cepat habis. Jadi untuk sementara ia hanya mengajak Karina dan akan membawa pulang camilan untuk Selena dan keluarga di rumah.
Di dalam mall ada taman yang sangat luas dan sangat asri. Ada beberapa orang yang membawa hewan peliharaannya hanya untuk sekedar jalan-jalan, beberapa orang mengambil foto di spot tertentu atau duduk di pinggir taman menikmati udara di sore hari. Taman itu tidak terlalu ramai, jadi sangat nyaman bersantai ditempat itu. Ariana mengajak Karina duduk di pinggir taman. Ia merasa berdebar jika harus membicarakan Handi pada Karina. Tapi ini adalah sesuatu yang harus dibicarakan dan segera dicari jalan keluarnya.
"Ina." panggil Ariana setelah mereka duduk dengan nyaman dibangku taman.
"Iya, Bu."
"Ibu tahu, Nak, kamu masih belum bisa menerima Ayahmu." Ariana melihat ekspresi Karina yang menjadi diam tiba-tiba.
"Ibu tidak akan memaksamu. Ayah bersedia menunggu kamu sampai siap bertemu dengan Ayah. Ibu akan membiarkan semua ini berjalan seiring berjalannya dengan waktu. Ibu akan menunggumu sampai siap bertemu dengan Ayah." kata Ariana perlahan.
"Ina nggak tahu kapan Ina bisa siap ketemu sama Ayah, Bu." jawab Karina.
"Nggak apa-apa, Ina. Nggak apa-apa. Ayah tetap nunggu kamu sampai kamu siap. Ayah mau menebus semua kesalahannya. Ayah sayang banget sama kamu. Ibu harap kamu tidak kehilangan kasih sayang dari Ayah."
"Ina selama ini hanya merasa kecewa, Bu. Karena wanita dan anak itu, keluarga kita jadi harus berpisah."
"Ibu mengerti, Nak. Jika ada yang ingin kamu sampaikan, ssmpaikan saja ya, Nak. Ibu akan siap mendengarnya kapanpun kamu mau bicara."
Karina terdiam. Ia terlihat berpikir dan ingin menanyakan sesuatu pada Ariana. Sebenarnya ia merasa penasaran dan belum menemukan jawabannya hingga saat ini.
"Apa Ayah bahagia ya, Bu, sama wanita dan anak itu?" tanya Karina. Ariana sedikit terkejut dengan pertanyaan Karina.
"Kalau Ayah bahagia, kenapa Ayah suka menemui kita, Nak?" jawab Ariana tersenyum.
Karina terdiam memikirkan jawaban dari Ibunya yang terasa masuk akal.
"Tidak ada sesuatu yang indah jika kita menghancurkan kebahagiaan orang lain, Nak. Begitu pula yang dirasakan wanita itu. Mungkin wanita itu berhasil memiliki Ayahmu secara fisik. Tetapi tidak pada hatinya. Hati Ayahmu masih memiliki kita." kata Ariana.
"Apa Ibu bahagia saat ini?" tanya Karina.
"Ibu? Setelah menjadi seorang Ibu, kebahagiaannya terletak pada anak-anaknya. Menjadi seorang Ibu akan mengutamakan kebahagiaan anaknya baru kebahagiaan diri sendiri. Ibu tidak akan merasa sedih jika tidak ada Ayah. Ibu akan merasa sedih jika kamu terus menyimpan kesedihan sendiri tanpa membaginya dengan Ibu." jawab Ariana tenang dan sangat lembut.
Karina meneteskan air matanya.
"Ina pikir selama ini Ibu sangat benci sama Ayah. Ina pikir, karena Ayah dan Ibu pisah, Ina nggak bisa ketemu sama Ayah lagi, Bu. Setiap kali Ayah ke rumah, Ina selalu merasa marah, Bu. Ina ingat dengan jelas malam itu waktu Ayah dan Ibu bertengkar pertama kalinya."
"Nggak begitu, Sayang. Ibu dan Ayah memang berpisah tapi kami tidak akan mengabaikan kewajiban kami sebagai orang tua. Ibu tidak akan melarang Ina ketemu sama Ayah, mau pergi, main atau beli sesuatu, Ibu persilakan, Ina. Kamu berhak disayangi. Ina berhak mendapatkan kasih sayang dari Ayah. Sekalipun kami berpisah, itu tidak akan melunturkan kewajiban Ayah dan Ibu, Nak." jelas Ariana merasa seperti ditusuk jarum yang tajam tepat menusuk jantungnya. Ariana seperti tidak bisa bernapas melihat anak gadisnya terluka seperti ini.
Karina mengangguk perlahan. Karina mengerti bahwa selama ini Ariana membiarkannya menenangkan diri. Tidak menegurnya sama sekali akan sikapnya. Ariana tidak mau memaksakan sesuatu pada anaknya. Ia sangat menghargai keputusan Karina, begitu pula dengan Handi, ia bersedia menunggu sampai Karina bertemu dengannya.
Ariana memeluk Karina dan menghapus air matanya.
"Ibu janji, Ibu tidak akan memaksa Ina bertemu Ayah, Ayah menunggu sampai Ina siap. Ina bisa bilang kapan saja jika Ina sudah siap."
Karina mengangguk sambil meneteskan air matanya lagi. Rasanya ia meluapkan rasa kesedihannya dalam pelukan Ibunya. Semua terjadi begitu cepat. Rasa sakit yang dialami perlahan menghilang karena Karina sudah menanyakan pada Ibunya langsung tentang perasaannya. Selama ini, Karina hanya menerka-nerka tentang permasalahan orang dewasa. Karina tidak ingin dewasa sebelum waktunya. Ia ingin dewasa sesuai umurnya saja, Ia ingin mengurangi beban pikirannya dan fokus pada studinya.
********************
Melani menghampiri anak lelaki satu-satunya. Rupanya Melani belum dikaruniai anak dengan Handi. Walau kadang Melani merengek menginginkan bayi dari Handi, Handi tetap santai mengatakan bahwa tidak perlu buru-buru memiliki anak. Karena dari masing-masing pihak sudah memiliki anak.
"Fabian, kamu sudah ada pandangan belum mau masuk sekolah mana?" tanya Melani.
Fabian terlihat cuek dan tidak perduli dengan keluarganya selama ini. Tapi ia tertarik dengan satu hal dari keluarganya. Karina. Saudara tirinya. Sudah lama ia tidak pernah bertemu dengannya sejak tiga tahun lalu. Ia penasaran dengan wajah saudara tirinya itu sekarang.
"SMP Mutiara." jawab Fabian datar.
"SMP Mutiara? Mutiara Harapan maksud kamu?" tanya Melani tidak percaya. Itu adalah sekolah Karina, anak Ariana. Mengapa Fabian ingin sekolah di sekolah yang sama dengan Karina?
"Nggak ada sekolah lain? Kan banyak sekolah lain. Kenapa harus Mutiara Harapan?" tanya Melani.
"Nggak ada." jawab Fabian.
"Kamu coba cari-cari sekolah lain. Mana tau ada sekolah lain." Melani masih berusaha agar anaknya dapat berubah pikiran.
"Bian bilang nggak ada ya nggak ada. Kalau nggak boleh, yaudah Bian nggak sekolah."
Melani mendengus kesal dengan sikap anaknya. Anak remaja memang sangat sulit ditebak dan menyebalkan. Jika tidak dituruti malah ngomong yang aneh-aneh.Melani keluar dari kamar Fabian dan melihat Handi yang ada di meja makan.
"Gimana? Udah tahu Bian mau kesekolah mana?" tanya Handi.
"Dia mau sekolah yang sama dengan Karina." kata Melani. Handi tersedak mendengar jawaban Melani.
"Kenapa, kok mau samaan?"
"Nggak tahu. Katanya kalau nggak boleh, dia nggak mau sekolah."
"Suruh belajar yang baik biar bisa diterima di sekolah itu." kata Handi.
"Memangnya boleh mereka satu sekolah?" tanya Melani.
"Emang kenapa nggak boleh?" tanya Handi bingung.
"Kamu nggak takut mereka berantem atau apa gitu?"
"Buat apa takut? Kalau mereka berdebat memang mereka nggak bisa menanganinya sendiri?" Handi bertanya balik.
"Selama ini mereka belum pernah ketemu. Aku cuma khawatir hubungan mereka nggak baik."
"Nanti aku bicara saja sama Bian."
"Bicara apa?"
"Ya ada deh, mungkin kalau kamu merasa tidak nyambung, aku bisa kok bicara sama Bian."
"Ya udah kamu coba aja deh."
Makan malam hampir selesai. Suasana makan malam selalu terasa sepi karena Fabian tidak banyak bicara. Kalau boleh jujur, Fabian sangat senang memiliki Ayah sambung, tetapi ia tidak suka dengan cara Ibunya menghancurkan keluarga orang lain seperti itu.
Dulu Ayah kandungnya juga meninggalkan Ibunya dan menikahi wanita yang lebih muda. Sungguh rumit jika diceritakan secara detil. tetapi logikanya, jika Ibu saja marah dengan wanita yang merebut Ayahnya, kenapa Ibu juga harus merebut Ayah orang lain?
Fabian menilai sikap Ibunya sendiri sangat menjijkan. Jika ia boleh memilih, ia tidak ingin lahir dari rahim Ibunya. Berkat Ibunya, Fabian harus menanggung malu selama di sekolah karena diledek memiliki dua Ayah meskipun ia tidak tahu dimana keberadaan Ayah kandungnya ada dimana. Walau Handi juga tidak terlalu buruk sebagai Ayah sambungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
suharwati jeni
punya tujuan jahatkah fabina ke karina?
2023-04-16
0