Sebelumnya....
Ariana sudah mengantarkan Karina dan adiknya ke rumah ibunya. Ariana meminyta ibunya menjaga Karina sementara ia akan mengambil baju di rumahnya. Taksi melaju dengan kecepatan sedang memasuki komplek perumahan yang terlihat tenang tanpa adanya kumpulan ibu-ibu yang suka bergosip. Ariana berusia 32 tahun saat ini. Di usia inilah ia mendapatkan pengkhianatan dari suami yang ia sayanginya dahulu. Handi Pratama. Hati Ariana tidak sanggup lagi membayangkan perselingkuhan yang dilakukan oleh Handi. Ia mengenal Handi sebagai sosok penyayang dan bertanggung jawab. Berpikir dia melirik wanita lain saja tidak. Handi juga mengutamakan pendapat Ariana jika ingin melakukan sesuatu. Handi akan bertanya bagaimana sebaiknya dan apa yang harus ia lakukan. Walaupun Ariana hanya seorang ibu rumah tangga biasa, tapi Ariana sangat cerdas dalam masalah bisnis. Karena keluarganya juga memiliki bisnis.
Ariana tidak pernah merasa takut kekurangan jika suatu saat Handi meninggalkan dirinya. Tapi ia juga tidak berharap Handi meninggalkan dirinya. Tentu saja. Siapa yang berharap ditinggalkan oleh suami yang sangat tulus menyayangi istrinya? Tapi Ariana tidak sebucin itu pada Handi. Ia juga memakai logika. Ia tidak ingin menoleransi kesalahan Handi. Sudah terlalu sakit dan perih menerima sebuah kebohongan dalam pernikahannya.
Tuliliiilliiittt......
Ponsel Ariana berbunyi. Ia segera melihat siapa yang menelpon dan ia mendapati nama gundik itu di layar ponselnya. Seketika hati Ariana terasa panas membara. Ingin sekali ia memaki-maki si gundik sialan itu.
"Ya." Ariana menjawab dengan nada ketus yang pernah ia berikan.
"Handi lagi di jalan ke rumahmu." kata Melani dari seberang telepon.
"Oh." Ariana hanya menjawab pendek seolah tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Melani.
"Ariana. Boleh aku meminta sesuatu?" tanya Melani dari seberang telepon.
"Apa?"
"Bolehkah aku tinggal bersama Handi?"
HAH? APAAN INI? DASAR GUNDIK!!
"Maksudnya apa ya?" tanya Ariana mengontrol kemarahan dalam dirinya yang bergejolak.
"Selama ini kan Handi bolak-balik antara rumah kamu dan rumahku. Boleh nggak kalau Handi tinggal disini aja? Misalnya di tempatku dua hari, di tempat kamu sisa hari selama seminggu begitu."
Gundik sialan!! Apa dia nggak punya otak? Bisa-bisanya minta hal seperti itu sama istri sahnya! teriak Ariana dalam hati.
"Bukannya selama ini dia tinggal di rumah kamu? Dia juga jarang pulang." Ariana masih berusaha tenang menghadapi Melani. Walau hatinya sangat ingin meninju wajahnya yang memiliki banyak dempulan.
"Iya itu karena aku yang minta. Maksudku kalau kamu izinkan, dia akan lebih leluasa disini dan tidak selalu buru-buru pulang." jawab Melani.
"Dengar ya. Wajar dia pulang. Dia masih suami orang. Kamu hanya wanita yang singgah sesaat. Yang bisa ditinggalkan kapan saja."
"Oh, maaf. Disaat kamu berada di rumah dan mengurus anakmu, Handi kerja sama aku hingga karirnya naik. Aku ikut andil dong disitu." jawab Melani tidak ingin kalah.
"Kasihan ya kamu. Mengharapkan suami orang lain padahal kamu bisa mendapat yang lebih baik dari Handi." sahut Ariana tidak mau kalah. Ia benci dengan gundik itu. Sangat membencinya. Apalagi dia menelpon meminta sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh wanita simpanan.
"Aku tadi minta Handi menceraikan kamu." kata Melani lagi. Melani sengaja memancing emosi Ariana. Melani memang lebih suka menonjolkan keunggulannya didepan Ariana. Walaupun Ariana istrinya, tapi frekuensi kebersamaan Melani dan Handi lebih sering daripada dengan Ariana.
Bibir Ariana bergetar. Sampai segitunyakah kamu, Han? Ingin menceraikan aku demi gundik tidak tahu diri ini? Dimana hati nurani kamu, Han?
Sesampainya di rumah, dengan hati yang panas membara, Ariana mengepak banyak baju dirinya dan Karina. Baju bayi untuk anak keduanya masih ada di rumah ibunya. Jadi ia banyak membawa baju Karina dan juga buku pelajaran sekolah Karina.
Selesai merapikan baju, Ariana duduk di ruang tamu. Ia lemas. Ia tidak dapat berpikir dengan jernih. Ia merasa sakit hatinya semakin mendalam, terlebih lagi jika Melani memprovokasi dirinya dengan hal yang tidak seharusnya.
Beruntunglah ia tidak mengajak Karina. Kalau tidak, ia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Ariana membutuhkan waktu. Ariana ingin ketenangan. Ia lelah selama satu tahun ini dihadapkan dengan masalah Handi dan wanitanya yang tidak kunjung selesai.
Suara mobil yang terparkir di halaman terdengar sangat khas, Itu adalah mobil Handi. Handi datang ke rumah. Seketika ia teringat kembali perkataan Melani yang ingin aku dan Handi bercerai. Handi datang dengan terburu-buru. Ariana duduk menyilangkan kakinya di ruang tamu melihat Handi yang datang dengan wajah tanpa dosa,
*********************
Handi menyetujui permintaan Ariana untuk bercerai. Ia tidak punya cara lain untuk menebus kesalahannya. Namun ia berjanji hanya Ariana-lah yang ia cintai. Bualan itu membuat Ariana ingin muntah. Tidak sanggup membayangkan Handi bersama Melani. Ariana ingin mengalah demi kewarasan dirinya dan Karina. Ia ingin fokus dengan Karina dan adiknya.
Ariana kembali ke rumah ibunya dengan membawa koper berisikan baju-baju. Ia ingin menenangkan diri dari masalah yang menimpanya. Tapi pasti akan sulit karena ia harus mengurus bayi. Ariana menamai anak keduanya Selena, Karina sangat senang memiliki adik. Artinya ia mempunyai teman untuk bermain di dalam rumah.
Suatu ketika Ariana sedang menyusui Selena didalam kamar. Disana Karina baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya.
"Bu." panggil Karina. Ariana yang sedang menyusui Selena, menyahutinya dengan lembut."
"Iya?"
"Kita udah nggak tinggal sama Ayah lagi?" tanya Karina. Ya. Karina sudah besar. Karina juga anak yang cerdas. Tidak mungkin ia tidak tahu dengan apa yang didepan matanya. Mengetahui Ayahnya jarang ke rumah neneknya menandakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Sepertinya Ibu sudah tidak bisa." jawab Ariana pelan. Ariana berusaha tidak ingin menunjukkan emosi apapun di depan anak sulungnya itu.
"Nggak apa-apa, Bu. Daripada Ibu berantem terus."
"Nggak suka ya kalau Ibu berantem terus?"
"Iya, Bu. Kasian Ibu. Capek. Lagian Tante itu juga suka telpon Ibu. Habis dapat telpon dari Tante itu, pasti Ibu marah-marah sendiri."
Ariana tersenyum. Anak gadisnya sudah besar. Sudah mengerti situasi. Walau tidak sepenuhnya mengerti, tapi secara garis besarnya ia paham apa yang terjadi diantara Ayah dan Ibunya.
"Tapi Ina boleh kok kalau mau ketemu sama Ayah. Ibu nggak melarang." kata Ariana berat. Ia masih belum merelakan kesalahan Handi. Tapi ia tidak boleh membatasi hubungan antara Ayah dan anaknya.
"Nggak, Bu. Ina belum siap."
"Oke, nggak apa-apa. Kalau Ina udah siap, Ina kasih tau Ibu nanti kita ketemu Ayah ya."
"Iya, Bu."
"Nanti kalau Ina sudah besar, sudah paham kenapa Ibu seperti ini, Ibu harap Ina mengerti ya dan tidak menyalahkan Ibu. Ibu melakukan apa yang terbaik untuk Ina sama Lena."
"Iya, Bu."
********************
Tahun demi tahun berlalu. Ariana melanjutkan bisnis keluarganya, Dari hasil usaha, ia tabung sebagian untuk kebutuhan sehari-hari. Karina sudah masuk sekolah menengah pertama. Semakin dewasa, Karina sudah bisa membantu Ariana berjualan. Kadang Karina membantu menghitung stok, melayani pembeli atau menghitung hasil penjualan harian. Ariana sangat terbantu dengan adanya Karina. Ia sangat bersyukur memiliki anak secerdas Karina.
Selena juga sudah bisa berjalan. Handi tetap mengirimi uang bulanan. Kadang mengirimkan makanan kesukaan Karina. Karina memakannya tapi masih tidak mau mengangkat telepon dari Ayahnya.
Ariana berkali-kali menasehati agar Karina tetap menjawab telpon dari Ayahnya. Tapi Karina masih belum mau mengangkat telpon Ayahnya. Luka batin tentang ingatan Ayahnya meninggalkan keluarga kecilnya masih membekas dan masih teringat jelas. Karena sudah remaja, Karina tidak bisa lagi dipaksa seperti ia waktu masih kecil. Harus pintar-pintar mengambil hati anak remaja jika tidak mau membuat hatinya terluka lagi.
Ariana enggan menempati rumah yang ia beli bersama Handi. Jadi ia memutuskan agar rumah itu dikontrakkan saja, Ia datang sesekali untuk merubah posisi dan membersihkannya jika sedang tidak ada yang mengontrak. Karina juga enggan kembali ke rumah itu. Ariana bersyukur masih mendapatkan pemasukan dari kontrakan itu.
Sedangkan Handi memiliki kehidupan yang rumit dengan Melani. Melani selalu memprotes jatah bulanannya yang lebih kecil dari Ariana. Walau sudah berpisah, Handi tidak mau menghilangkan ingatan tentang Ariana seutuhnya, Dalam hati Handi, hanya Ariana-lah istrinya. Walau kini mereka sudah resmi bercerai.
Setelah sekian tahun menjalani hubungan dengan Melani, wanita itu tidak pandai mengambil hati Handi ketika sedang marah. Berbeda dengan Ariana yang langsung memasakkan makanan kesukaannya. Melani lebih menuntut Handi agar selalu mengerti kesalahannya kemudian Handi meminta maaf.
"Jatah bulanan aku berkurang lagi, ya?" tanya Melani.
"Iya. Aku kemarin abis beliin Karina sepatu sekolah dan baju buat Selena. Selena kan sudah semakin besar. Aku nggak mau dia pake baju turunan dari Karina." jawab Handi.
"Ya ampun. Boros banget sih masalah baju doang. Selena itu masih kecil. baju Karina juga banyak. Hemat sedikit kenapa sih? Gara-gara beli baju Selena, jatah bulanan aku berkurang? Gitu?" Melani semakin kesal ketika Handi masih selalu memprioritaskan anak-anaknya.
"Dia itu anakku, Mel. Wajar orang tua menghabiskan uang buat anaknya. Buat siapa lagi orang tua bekerja kalau bukan buat anaknya?" jawab Handi. Ia selalu merasa emosi jika Melani tidak pengertian mmengenai kebutuhan Karina maupun Selena.
"Bilang aja kamu juga beliin Riana kan? Ngaku aja deh kamu! Gara-gara Riana uang bulanan aku berkurang!" Melani masih belum bisa mengalah dari Handi.
"Riana itu pinter! Cerdas! Dia bisa cari uang sendiri lebih banyak dari kamu! Dia nggak pernah mau terima uangku! Padahal aku mau membelikan anak-anakku sesuatu yang mereka butuhkan! Aku sudah nggak bisa ketemu sama mereka, Mel! Bahkan Karina, anakku sendiri saja tidak mau bicara sama Ayahnya! Aku mengerti kekecewaan Karina. Dia kecewa karena aku lebih memilih kamu daripada keluargaku sendiri! Bisa nggak kamu nggak memancing keributan terus?" bentak Handi. Lama-lama ia merasa lelah dan jenuh dengan pertengkarannya, Yang Melani bahas masalah itu lagi, itu lagi. Uang lagi, uang lagi.
"Oke, oke! Mungkin aku berekspetasi terlalu tinggi sama kamu, Han! Aku pikir kamu bisa menjadi milikku seutuhnya. Tapi ternyata pikiranmu masih bercabang. Kamu memang berada disini tapi tidak dengan pikiran kamu. Kamu terus memikirkan Ariana, Ariana dan Ariana!" balas Melani.
"Kamu punya ekspetasi apa sama aku? Meninggalkan keluargaku dan memberikan seluruh gajiku sama kamu gitu? Jangan mimpi kamu!" Handi merasa kesal dan pergi berlari dari rumah.
Melani sama sekali tidak pengertian. Ia tidak bisa memahami bahwa Handi masih harus menafkahi anak-anaknya. Yang Melani keluhkan dari dulu hanyalah masalah gaji bulanan. Uang lagi dan uang lagi. Handi merasa semakin muak dengan keadaan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments