Laboratorium Restoran Hotel Poliwangi Jinggo dipenuhi oleh mahasiswa seangkatan Ica yang sedang melaksanakan praktek menyajikan makanan kepada para tamu hotel. Jurusan MBP tak hanya mengajarkan mahasiswa tentang pariwisata melainkan juga cara menyajikan makanan, aktif berbahasa inggris, menyambut tamu hotel dan lain sebagainya.
Menurut Ica ini adalah materi yang sulit karena tangannya tidak pandai mengkreasikan makanan pada tahap plating. Jika boleh memilih, maka ia lebih senang praktek speaking bersama para tourist dari pada harus memasak. Tapi karena semua keterampilan dalam materi MBP harus dimiliki oleh masing-masing mahasiswa jadi Ica tetap harus berusaha keras agar mahir menyajikan makanan.
Sementara itu, Daniel mengintip dari luar dapur, ketika mendengar mahasiswa MBP hendak praktek di hotel ini maka Daniel langsung mempersiapkan diri untuk melihatnya langsung, hanya untuk menyaksikan Ica yang sedang melakukan praktikum. Tidak banyak yang tahu bahwa orangtua Daniel merupakan pemilik saham terbesar di hotel ini. Jadi Daniel bisa berkunjung kesini dengan mudah. Daniel juga tidak ingin Ica tahu mengenai hal ini karena takut gadis itu jadi tidak nyaman berada di dekatnya.
"Mas Daniel butuh sesuatu?" Tanya salah seorang pegawai hotel perempuan melihat Daniel berdiri di depan pintu dapur.
"Oh enggak, saya cuma lihat-lihat." Jawab Daniel sopan disertai senyum tipis.
"Kalau butuh sesuatu, jangan ragu untuk memberi tahu kami."
"Iya." Daniel mengangguk lalu pegawai tersebut meninggalkannya.
Pemandangan paling indah yang pernah Daniel temui adalah melihat Ica membuat makanan. Daniel berharap suatu saat nanti ia bisa menyaksikan pemandangan tersebut setiap hari.
"Aku jadi pengen makan masakan Dek Ica." Gumam Daniel pelan, matanya tetap tidak terlepas dari sosok Ica.
Sementara itu Mahasiswa MBP masih sibuk membuat vanilla cream puff pastry yang merupakan salah satu pastry favorit tamu. Mereka dituntut membuat pastry yang enak serta tampilan yang menarik.
Ica memperhatikan Dianis di sampingnya yang telah sampai di tahap plating. Ica hanya menaruh beberapa garnish berupa buah-buahan di atas vanilla cream puff miliknya. Jika dilihat dari penampilan, pastry milik Ica tidak terlalu buruk tapi ia tidak tahu bagaimana rasanya.
"Silahkan sisakan satu buah pastry di atas piring saji sedangkan buatan kalian yang lain boleh dibawa pulang." Seru dosen pembimbing kepada seluruh muridnya. "Jangan lupa bersihkan dan rapikan tempat ini seperti semula sebelum meninggalkan lab." Tambahnya.
Ica keluar dari laboratorium (dapur hotel) setelah membersihkan peralaran yang tadi ia gunakan untuk membuat kue. Di tangannya terdapat satu kotak berisi 8 buah vanilla cream puff yang entah akan diberikan pada siapa. Ica sendiri malas memakannya karena ia tidak yakin mengenai rasanya.
"Ca, kita sholat di masjid atau kosan?" Dianis bertanya pada Ica yang berjalan di sampingnya. Sedangkan mulut Dianis penuh oleh kue buatannya. Walaupun Ica sudah memperingati ratusan kali tapi Dianis masih sering makan sambil berjalan.
"Masjid aja ya biar sampai kosan tinggal mandi terus berangkat kerja." Jawab Ica tanpa melihat Dianis. Mereka sedang berjalan melewati lobi hotel.
"Kalau gitu aku ambil motor dulu, kamu tunggu aja di masjid." Dianis meneguk air mineral setelah kue di mulutnya habis.
Dianis berjalan ke arah samping hotel untuk sampai ke tempat parkir sementara Ica melangkah pelan di halaman hotel yang luas. Walaupun kampus Poliwangi tidak terlalu luas seperti kampus UB atau UI tapi berkeliling kampus ini dengan jalan kaki cukup membuat kaki pegal.
"Dek Ica!" Daniel berseru sambil berlari menghampiri Ica yang menghentikan langkah nya karena mendengar suara Daniel.
"Loh Kak Daniel ngapain disini?" Ica terkejut tapi wajahnya menyiratkan kebahagiaan ketika melihat sosok Daniel di depannya.
"Aku.." Daniel berpikir, tidak mungkin ia memberi tahu Ica bahwa kedatangannya kesini untuk melihat perempuan itu membuat makanan. "Kebetulan lagi ada beberapa urusan disini terus lihat kamu." Daniel tersenyum canggung karena telah berbohong pada Ica.
"Oh." Ica manggut-manggut.
"Itu apa?" Daniel melihat kotak di tangan Ica, ia ingin sekali makan kue buatan Ica.
"Ini kue, tadi lagi praktek bikin makanan, tapi kayaknya nggak enak." Ica enggan memberi Daniel kue tersebut karena takut rasanya tidak enak sehingga akan membuatnya malu nanti.
"Kok aku nggak ditawarin sih?" Canda Daniel disertai tawanya yang renyah.
"Emang Kak Daniel mau? Ini nggak enak." Ucap Ica jujur sebelum Daniel menyesal.
"Kalau boleh, aku minta semua kue yang ada di kotak itu." Daniel tersenyum lebar.
"Boleh deh, tapi makannya jangan di depanku karena aku yakin rasanya nggak enak." Tegas Ica, ia tidak mau melihat Daniel mentertawakan makanan buatannya walaupun sebenarnya lelaki itu tak pernah menghina siapapun.
"Dengan senang hati." Daniel bersiap-siap menerima kotak makanan di tangan Ica.
"Nih." Ica memberikan kotak tersebut pada Daniel dengan penuh keraguan. Daniel selalu memberinya makanan enak tapi sekarang justru ia memberikan kue yang buruk pada lelaki itu.
"Makasih, aku akan habisin kue ini sendiri." Yakin Daniel.
"Yaudah Kak, aku ke masjid dulu." Pamit Ica.
"Iya." Daniel tersenyum senang karena berhasil mendapatkan keinginannya. Ica pergi meninggalkan Daniel yang masih berdiri di tempatnya menunggu hingga Ica tidak lagi terlihat oleh pandangannya.
Daniel masuk ke dalam mobilnya dengan senyum bahagia seperti baru saja menemukan sebongkah berlian padahal hanya sekotak kue biasa tapi pembuatnya membuat kue tersebut istimewa. Daniel mengambil satu kue dan menggigitnya.
"Tidak buruk." Daniel tersenyum lalu mengunyah kue tersebut penuh semangat. Walaupun rasanya tidak seenak buatan restoran tapi vanilla cream puff buatan Ica masih bisa dimakan. Menurut Daniel, kue ini akan semakin lezat jika Ica menambahkan lebih banyak gula karena cream nya terasa plain di dalam mulut. Tidak masalah bagi Daniel jika ia harus makan kue yang kurang manis setiap hari suatu saat nanti.
***
Ica selesai melaksanakan shalat dhuhur berjamaah di masjid kampus. Ia buru-buru membereskan mukenah ke dalam tas agar bisa segera sampai di tempat kos dan mencicil tugas laporan praktikum hari ini sebelum berangkat ke butik. Jika Dianis bisa membawa tugasnya ke tempat kerja, Ica tidak bisa melakukannya karena butik yang selalu ramai, tidak ada waktu baginya untuk mengerjakan tugas.
Arfan baru saja keluar dari masjid melihat Ica yang juga keluar bersama Dianis. Diam-diam Arfan tersenyum melihat Ica yang sudah berjalan meninggalkan masjid, dengan cepat Arfan mengejar Ica karena ada hal yang hendak ia beritahukan pada gadis itu.
"Ica.." Panggil Arfan, si pemilik nama spontan memutar kepala begitu juga dengan Dianis yang berjalan di samping Ica.
"Iya, kenapa Kak Arfan?" Ica bertanya sopan mengingat Arfan adalah seniornya.
"Minggu ini kamu ikut kajian Ustadz Umar nggak?" Arfan to the point.
"Oh minggu ini ada kajian Ustadz Umar?" Ica tidak tahu bahwa minggu ini ada kajian Ustadz Umar karena Aisyah tidak memberitahunya.
"Iya, di masjid depan rumah." Arfan tersenyum tipis menunggu jawaban Ica.
"Aku nggak bisa ikut Kak soalnya minggu kemarin kan udah ada acara Rohis jadi minggu ini harus pulang." Sesal Ica yang tidak bisa mengikuti kajian suami Aisyah tersebut padahal biasanya ia selalu ikut. Hanya saja minggu ini ia harus pulang, kasihan Dianis jika tidak pulang untuk kedua kalinya.
"Padahal materinya bagus untuk akhwat." Terang Arfan yang sudah mendapat informasi tentang materi kajian rutin sebulan sekali Ustadz Umar di masjid depan rumahnya. "Kalau gitu gimana kalau aku rekam kajian nya biar kamu tetap bisa ikut walaupun nggak secara langsung." Tawar Arfan membuat Ica tersenyum senang sekaligus terkejut.
"Kak Arfan serius?" Mata Ica berbinar-binar karena Arfan bersedia menawarkan merekam kajian tersebut.
"Iya." Arfan tersenyum manis pada Ica membuatnya semakin terlihat sangat tampan. Siapapun perempuan yang melihat Arfan tersenyum seperti itu maka tidak akan ada yang rela melepaskan pandangannya dari wajah lelaki itu.
Dianis yang berdiri di samping Ica hanya diam menahan senyumnya bersiap-siap menggoda sahabatnya itu. Siapa lagi wanita beruntung yang bisa mendapat tawaran video kajian oleh seorang Arfan selain Ica.
"Makasih banyak ya Kak." Ica tersenyum singkat sebelum pamit pulang terlebih dahulu.
"Kak Arfan nggak pulang?" Tanya Dianis.
"Iya sebentar lagi, kamu ke toko aja duluan kan ada Alif disana." Jawab Arfan bersiap-siap beranjak dari situ.
Dianis hanya manggut-manggut mendengar ucapan Arfan, senior sekaligus pemiliki toko buku tempatnya bekerja. Biasanya Dianis akan gantian sift dengan Alif pagi dan siang.
"Aku duluan ya." Arfan meninggalkan dua perempuan juniornya tersebut.
"Jangan-jangan Kak Arfan suka sama kamu." Bisik Dianis di telinga Ica sambil terkikik.
"Jangan sembarangan ngomong, nanti kalau kedengeran yang lain gimana, mereka nanti ngiranya beneran loh." Ica berlalu dari halaman masjid berjalan mendahului Dianis.
"Eh emang bener!" Dianis setengah berteriak sambil mengejar Ica.
Ica tidak menghiraukan ucapan sahabatnya. Lagi pula Arfan memang baik kepada semua orang, bukan hanya pada dirinya. Sedikitpun Ica tidak pernah berpikir bahwa Arfan menyukainya karena lelaki itu sangat populer di kampus, banyak yang mengidolakannya. Tidak ada alasan bagi Arfan untuk menyukai Ica yang hanya perempuan biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Suatu hari nantik 🤔🤔🤔🤔
Emang icha nya mau sama Babang 🤭🤭
iya tidak maniss karna manis nya udah di Icha nyaa 🤭🤭 jadi tak apa kue nya Hambar asal orang nga Manisss 🤭🤭
2023-07-27
0
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Waduhhhh Rakuss nyaa Bang 🤭
2023-07-27
0
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Ngarep ya Bang di Tawarin 🤭
2023-07-27
0