Daniel menuruni anak tangga satu per satu dengan langkah santai. Ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya, menunjukkan pukul 7 tepat. Kuliahnya dimulai 3 jam lagi, sebelum pergi ke kampus Daniel berniat mencari beberapa buku di toko buku dekat butik Kakaknya.
"Sarapan dulu Daniel." Tegur Mama Daniel yang sedang menuangkan air putih ke dalam gelas di depan suaminya.
"Aku mau sarapan di rumah Kak Atalie aja." Sahut Daniel.
"Duduk dulu Daniel." Ujar Papa Daniel dengan nada datar tapi sanggup membuat Daniel menuruti permintaannya. Daniel bergegas menghampiri meja makan lalu duduk berhadapan dengan Mamanya.
"Papa harap kamu nggak ikut-ikutan Kakak kamu." Nada bicara Papa Daniel dingin tanpa melihat lawan bicaranya justru sibuk mengaduk bubur kacang merah yang masih berasap. "Semoga Atalie menjadi anggota pertama dan terakhir yang telah berpindah keyakinan." Tambahnya.
Daniel hanya manggut-manggut tanpa menanggapi ucapan Papa nya.
"Papa nggak pernah benci sama Atalie atau Umar dengan keluarganya, hanya saja hati kecil Papa nggak bisa terima karena dari kecil Mama dan Papa mendidik kalian menjadi umat yang taat."
"Yah.." Daniel kembali mengangguk beberapa kali. Daniel belum memiliki keyakinan mengikuti jejak Kakaknya memeluk islam, lagi pula ia tidak sanggup jika harus melakukan ibadah 5 kali sehari atau puasa satu bulan. Pergi ke gereja setiap minggu saja ia jarang melakukannya. Dulu ia memang rajin beribadah saat duduk di sekolah menengah, tapi entah kenapa sekarang ada saja alasannya untuk tidak pergi ke gereja.
"Kalau gitu Daniel berangkat dulu ya." Daniel beranjak dari duduknya setelah menerima anggukan dari kedua orangtuanya.
Lelaki bermata sipit itu mengendarai mobilnya menuju rumah Aisyah yang jaraknya tidak terlalu jauh bahkan tak jarang Daniel tidur di rumah Kakak perempuannya itu. Setiap kali berada disana, Daniel merasa hatinya lebih tenang entah kenapa, ia tidak tau alasannya.
Sekitar 10 menit kemudian Daniel sudah sampai di depan rumah tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan rumahnya dengan cat dominan putih dan gerbang berwarna hitam. Daniel turun dari mobil untuk membuka gerbang yang tidak terkunci.
"Loh Mas Daniel kok nggak klakson aja biar saya bukain gerbangnya." Seorang satpam rumah menegur Daniel.
"Udah biasa pak." Daniel tersenyum.
"Saya saja yang masukin mobilnya mas." Tawar satpam yang biasa menjaga gerbang tersebut.
"Oh nggak usah, saya cuma sebentar mau numpang sarapan." Daniel terkekeh. "Biarin disitu aja deh."
"Baik kalau gitu." Satpam tersebut mengangguk patuh. Sedangkan Daniel masuk ke dalam rumah yang sepi. Maklum Aisyah dan suaminya hanya tinggal berdua kadang Daniel ingin sekali mendengar suara tangisan bayi, tapi sayang Kakak nya belum bisa memberinya keponakan walaupun telah 2 tahun menikah.
Senyum Daniel mengembang ketika melihat Aisyah memasak sedangkan Umar suaminya merangkul dari belakang. Daniel berdehem agar mereka berdua sadar bahwa ada orang lain disini.
"Daniel." Umar menyapa Daniel setelah melepas pelukannya pada Aisyah. "Duduk, kita sarapan bareng ya."
"Aku kesini memang mau sarapan." Ucap Daniel santai sembari duduk di salah satu kursi meja makan.
"Kamu kuliah pagi hari ini?" Aisyah meletakkan semur daging di atas meja makan yang baru diangkat dari wajan.
"Iya nanti jam sepuluh, aku mau cari buku dulu di toko deket kos nya Ica."
Aisyah memberikan piring yang sudah berisi nasi pada suaminya lalu pada Daniel.
"Makan ini." Umar menyodorkan sebuah kurma di dekat mulut Daniel.
"Apa?" Daniel melihat kurma di tangan Umar penasaran, ia tak pernah tahu buah tersebut sebelumnya. Daniel hendak mengambil alih buah itu dari tangan Umar tapi kakak iparnya itu tidak memperbolehkannya.
"Buka aja mulutmu." Ujar Umar, Daniel menurut saja. "Kunyah perlahan." Titah Umar.
"Enak." Daniel manggut-manggut sambil mengunyah buah kurma yang kering, rasanya legit dan sangat manis membuatnya ingin makan satu buah lagi. "Aku mau satu lagi, atau dua.." Daniel melihat Umar yang sedang memperhatikannya.
"Makanlah tujuh." Ucap Aisyah yang langsung disambut seruan gembira di Adiknya karena boleh memakan banyak buah yang sangat lezat itu.
Daniel memakan satu per satu buah yang disediakan pada toples di meja, ia menikmati setiap buahnya. Sedangkan Umar dan Aisyah memulai sarapannya karena sudah makan kurma sebelum Daniel datang.
******
Daniel berjalan menuju meja kasir setelah mendapat 3 judul buku yang ia inginkan.
"Ini aja mas?" Seorang laki-laki yang merupakan pegawai toko buku milik Arfan melayani Daniel yang hendak membayar bukunya. Daniel menjawabnya dengan anggukan.
"Tiga ratus tujuh puluh lima." Lelaki tersebut menyebutkan nominal harga buku yang telah dibeli Daniel. Ia memasukkan tiga buku milik Daniel ke dalam goodie bag berwarna coklat.
"Eh masukin kesini aja." Daniel menunjukkan tas punggung miliknya yang sudah terbuka. Pegawai tersebut menuruti permintaan Daniel. "Makasih ya." Daniel menyodorkan 4 lembar seratus ribuan lalu mengenakan tas nya lagi setelah mendapatkan uang kembalian.
Daniel melihat perempuan yang tidak asing baginya tengah duduk di salah satu kursi di depan toko buku, dengan semangat ia menghampiri Ica yang sedang serius melihat layar laptopnya di atas meja.
"Dek Ica!" Daniel menyapa Ica ramah lengkap dengan senyum manisnya.
Ica mendongak dan membalas sapaan Daniel.
"Lagi sibuk?" Tanya Daniel.
"Iya, ngerjain tugas, Kak Daniel lagi cari buku?" Ica melihat Daniel sesaat.
"Iya udah dapat, aku boleh duduk disini nggak?"
"Boleh." Ica mengangguk disertai senyum tipis. Daniel duduk menghadap Ica dipisahkan oleh meja berbentuk lingkaran. "Kak Daniel belum berangkat kuliah?" Tanya Ica tanpa melihat Daniel yang berada di hadapannya.
"Belum, masih jam sepuluh kuliah dimulai." Daniel memperhatikan Ica yang kembali fokus pada laptopnya. Daniel berpikir bahwa dirinya kurang menarik karena Ica tidak pernah melihatnya lebih dari 5 detik.
"Kampus Kak Daniel yang dimana?"
"Di SMAN 1 Giri." Daniel tidak mengalihkan pandangannya dari wanita cantik yang tidak sadar bahwa lelaki di depannya sedang mwmperhatikannya. "Dek Ica berangkat kuliah sama siapa?"
"Sendiri, lagian tinggal jalan kaki ke kampus." Ica tersenyum membuat sudut bibir Daniel ikut tertarik untuk membentuk senyuman manis. "Aku ke dalam dulu ya Kak sebentar." Ica beranjak dari duduknya lalu pergi meninggalkan Daniel sebelum lelaki itu menjawab ucapannya. Ica berjalan masuk ke dalam toko buku untuk mengembalikan flashdisk milik Arfan yang dipinjamkan kepadanya untuk menyelesaikan tugas kuliah.
Daniel tertarik pada buku tebal di samping laptop Ica, ia mengambilnya lalu membuka halaman pertama. Daniel mengerutkan kening karena buku tersebut memiliki tulisan arab, ia tidak asing dengan buku tersebut karena sering menjumpainya di rumah Aisyah bukan hanya satu tapi banyak. Daniel penasaran pada isi buku tersebut, ia berniat mencari tahu pada Ica sebentar lagi.
"Jangan!" Ica menyambar Al-qur'an dari tangan Daniel dan langsung mendekapnya dengan mata berkaca-kaca membuat Daniel kebingungan.
"Maaf Dek Ica, aku cuma buka halaman pertama dan nggak tahu isi di dalamnya, kamu nggak usah khawatir kalau buku tersebut rahasia." Daniel merasa bersalah karena telah membuat Ica menangis. "Maaf.." ucap Daniel sekali lagi. "Aku janji nggak akan penasaran lagi sama barang-barang kamu, maaf aku lancang, jangan nangis." Ingin sekali Daniel menghapus air mata yang meleleh di pipi Ica tapi tidak mungkin. Daniel menghormati perempuan di depannya yang selalu menjaga diri dengan menutup aurat.
"Kak Daniel maaf, ini Al-qur'an, Kakak nggak boleh pegang." Jelas Ica dengan suara gemetar sembari mengusap air matanya.
Daniel berusaha mencerna ucapan Ica tapi tidak bisa mengerti. Mungkin itu batasan umat islam terhadap agama lain.
"Sekali lagi aku minta maaf, kamu jangan nangis lagi.." Pinta Daniel, entah kenapa hatinya sakit melihat Ica menangis apalagi dirinya yang telah membuat gadis cantik itu menangis.
"Kak Daniel nggak salah, tadi aku reflek aja terus tiba-tiba nangis." Ica tersenyum sambil melihat Daniel sesaat.
"Nanti aku bawain martabak ya ke Butik sebagai permintaan maaf."
"Oh jadi Kak Daniel mau nyogok aku pakai martabak?" Ica pura-pura memasang wajah marah membuat Daniel gemas ingin mencubit pipinya.
Daniel tertawa melihat reaksi Ica yang tidak disangkanya.
"Kalau nggak mau martabak, kamu mau apa?" Tanya Daniel setelah menghentikan tawanya.
"Kak Daniel kan calon dokter hewan kenapa nggak bawain binatang aja?" Ica tertawa singkat hingga pipinya bersemu merah.
"Boleh juga." Daniel tersenyum lebar.
"Aku cuma bercanda, nggak serius." Tangan Ica menutupi mulutnya yang tersenyum lebar Akhirnya Daniel jadi mendapat ide untuk memberi hadiah pada Ica.
Tidak terasa karena terlalu asyik mengobrol, satu jam sudah mereka lalui. Daniel pamit pada Ica karena harus segera berangkat kuliah yang kampusnya berada di SMAN 1 Giri, UNAIR Banyuwangi belum memiliki kampus sendiri sehingga harus melakukan proses belajar disana.
Daniel tampak memperhatikan Ica dari dalam mobil sebelum meninggalkan kawasan toko buku. Ia tidak bisa berhenti tersenyum setelah bertemu dengan gadis cantik itu.
Sementara itu Arfan bingung melihat isi flashdisk yang baru saja dikembalikan oleh Ica. Terdapat banyak foto Akhwat bercadar berfoto dengan Ica. Arfan segera mencabut flashdisk tersebut lalu berjalan keluar toko untuk menghampiri Ica karena flashdisk mereka tertukar.
"Ica!" Seru Arfan menghampiri Ica yang baru saja menutup laptopnya.
"Kenapa Kak?" Ica beranjak dari duduknya.
"Flashdisk nya ketuker Ca." Arfan menyodorkan flashdisk milik Ica.
"Oh ya?" Ica mengambil flashdisk di dekat ponsel dan laptopnya. "Maaf ya Kak Arfan, untung Kakak langsung tahu kalau flashdisk nya ketuker." Ica tersenyum sambil menukarkan flashdisk milik mereka.
"Belum berangkat kuliah?" Tanya Arfan melihat Ica sendiri. Tadi ia melihat ada seorang laki-laki mengenakan jas almamater UNAIR mengobrol akrab dengan Ica. Arfan jadi penasaran apa hubungan mereka.
"Iya ini mau berangkat." Ica membereskan barang-barangnya di atas meja lalu memasukkan ke dalam tas.
"Oh iya Ica, jangan lupa hari Ahad kita ada bakti sosial di daerah Giri, berangkat pagi."
"Baik." Ica mengangguk mengerti. "Kalau gitu aku nanti kasih tahu yang lain."
"Iya." Arfan tersenyum canggung sambil mengangguk beberapa kali. Ia merasa canggung ketika berdua seperti ini karena mereka jarang sekali bicara hanya berdua.
"Aku berangkat dulu Kak Arfan." Ica tersenyum tipis sebelum meninggalkan Arfan.
Arfan kembali masuk ke dalam toko bukunya setelah Ica tidak lagi terlihat dari pandangannya. Setiap sebulan sekali anggota Rohani Islam mengadakan acara bakti sosial, membagikan makanan, pakaian baru maupun bekas layak pakai kepada siapapun yang membutuhkan. Anggota laki-laki dan perempuan Rohis terpisah namun ketika ada acara mereka akan bersama-sama melakukan kegiatan tersebut.
Arfan Khalif Ahmad
Alisha Sabiya Nadifah
Daniel Alindra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Novel nya seru 🤭🤭
2023-07-20
1
mba_yulibae
Daniel nya ganteng bingitz 😍
2022-09-28
0
Nur hikmah
arfan kelihatan imut bngt lbh muda dri umurya...klw daniel....cocok bngt...pas..mntep lh
2021-07-24
1