Daniel mendorong pintu butik dengan sikunya. Di tangan kirinya terdapat sekotak martabak untuk pegawai butik sedangkan di tangan kanan ia memegang aquarium yang tidak terlalu besar. Butik tampak ramai ketika Daniel berada di dalam, ia melihat Ica sedang melayani salah satu pembeli yang tengah membayar belanjaannya. Indra pendengaran Daniel menangkap suara yang membuat dadanya bergemuruh , mata Daniel mencari-cari sesuatu yang telah menghampiri telinganya.
"Kak Daniel." Seru Ica melihat Daniel, ia telah selesai melayani salah satu pembeli. Ica mengambil ponsel lalu mematikan murottal Al-qur'an yang dari tadi ia dengarkan. Daniel fokus pada tangan Ica, sekarang ia tahu bahwa suara yang membuat jantungnya berdebar itu berasal dari ponsel milik Ica.
"Aku bawain martabak nih buat kamu sama yang lain." Daniel menunjukkan kotak martabak di atas meja. "Dibuka gih." Pinta Daniel.
"Kebetulan aku puasa, aku kasih temen-temen aja ya."
"Loh, sekarang kan bukan bulan puasa." Daniel heran melihat Ica.
"Puasa kan nggak harus dibulan puasa Kak." Ica tersenyum tipis, ia mengangkat martabak hendak memberikan kepada teman-temannya yang lain.
"Yang lain nggak puasa emang?" Daniel penasaran sementara senyum Ica semakin lebar.
"Ini namanya puasa ayyamul bidh, puasa pertengahan bulan, hukumnya sunnah jadi nggak puasa nggak masalah." Jelas Ica membuat Daniel mengangguk beberapa kali setelah mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya.
Ica meninggalkan Daniel yang masih berdiri tampak memikirkan sesuatu. Daniel tidak mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan islam. Baru setelah Aisyah menjadi mualaf dan mengenal Ica, Daniel tahu sedikit tentang agama mayoritas di Indonesia tersebut.
"Duduk Kak." Ica kembali dengan membawa kursi untuk Daniel duduk.
"Oh iya, aku bawain ikan buat kamu." Daniel menunjukkan aquarium dengan seekor ikan hias di dalamnya pada Ica.
"Wah!" Ica berseru, matanya melebar saking semangatnya mendapat ikan hias dari Daniel, ia baru sadar bahwa ada aquarium tersebut di atas meja. "Kak Daniel beneran beliin binatang padahal waktu itu aku cuma bercanda." Ica mengambil aquarium di atas meja lalu memindahkannya ke dekat jendela sehingga aquarium tersebut tampak bercahaya dan terlihat semakin mengagumkan.
"Tapi kamu suka kayaknya." Daniel tersenyum lebar melihat Ica yang terlihat senang pada ikan pemberiannya. Itu tidak seberapa, kalau Daniel bisa melihat senyum itu hanya karena membelikan ikan maka ia akan membelikan ikan lebih banyak lagi demi mendapatkan senyum itu lagi.
"Makasih Kak." Ica masih tersenyum senang sedangkan Daniel mengangguk untuk menjawab ucapan terimakasih Ica. Daniel duduk di depan meja kasir agak ke samping agar tidak mengganggu pembeli.
"Dek Ica barusan putar lagu apa?" Tanya Daniel, setiap kali berada di dekat Ica, ia akan selalu merasakan penasaran dan akan banyak bertanya pada gadis cantik itu.
"Itu bukan lagu, itu murottal Al-qur'an." Jawab Ica tanpa melihat Daniel justru fokus pada layar komputer di atas meja kasir padahal tidak ada pembeli yang sedang membayar belanjaan, Ica hanya mencari sesuatu yang bisa mengalihkan matanya agar tidak terlalu lama melihat Daniel. "Yang aku putar barusan itu surat Ar-Rahman." Tambah Ica karena Daniel tampak tidak puas dengan jawabannya.
"Memangnya surat itu tentang apa?" Daniel semakin penasaran.
"Surat Ar-Rahman menceritakan tentang nikmat Allah, penciptaan dunia yang semuanya telah diatur oleh-Nya, tentang kehidupan di surga yang Allah janjikan untuk orang yang bertakwa dan neraka untuk orang yang berdosa."
Daniel terdiam mendengarkan penjelasan Ica. Ia juga pernah tahu dalam Matius 5:45 yang menjelaskan hal yang hampir serupa. Tapi surat Ar-Rahman membuatnya berdebar.
"Kak Daniel!" Tegur Ica melihat Daniel terdiam cukup lama. Daniel mengerjapkan matanya beberapa kali setelah sadar dari lamunannya, ia menarik napas dalam lalu menghembukannya sebelum bertanya lagi pada Ica.
"Apakah dalam islam diajarkan bahwa kalian akan masuk surga dan penganut agama lain akan masuk ke neraka?" Daniel menatap Ica seksama.
"Nggak segampang itu Kak." Ica menggeleng kuat. "Bahkan seorang muslim yang ahli ibadah sekalipun belum tentu masuk surga."
"Kenapa?" Daniel bertanya cepat karena semakin penasaran pada penjelasan Ica yang lain.
"Yang dapat memasukkan muslim ke surga bukan karena ibadah-ibadahnya melainkan semata-mata karena ridho dan kasih sayang Allah." Ica berdehem singkat karena tenggorokannya sudah kering akibat tidak dilewati oleh air sama sekali sejak shubuh. "Kadang orang beribadah itu karena ingin mendapatkan sanjungan dari orang lain bukan murni dari hatinya, bukan atas dasar cintanya pada Allah. Bahkan Abu bin Hasyim yang ahli ibadah namanya tidak termasuk hamba yang mencintai Allah karena ia sibuk beribadah sementara tetangganya sedang kesusahan ia tidak peduli." Ica melihat Daniel sesaat yang sedang serius memperhatikannya. "Ada seorang pelacur yang masuk surga karena memberi minum anak anjing, semua tergantung niatnya masing-masing."
Daniel terkesima mendengar semua penjelasan Ica. Ia merasa kasihan pada dirinya sendiri karena jarang pergi ke gereja. Ia merasa malu karena tidak pernah beribadah.
"Lalu kenapa penampilan kalian berbeda-beda, ada yang memakai jilbab dan tidak bahkan ada yang pakai cadar seperti teman Dek Ica waktu itu." Daniel memperbaiki posisi duduknya bersiap-siap mendengarkan jawaban Ica. Wajahnya seperti seorang anak yang menunggu jawaban dari ibunya.
Ica tersenyum sambil beranjak dari duduknya, Daniel sedikir memutar kepala menyadari bahwa ada pembeli yang akan membayar belanjaan. Daniel sampai lupa kalau Ica sedang bekerja saking seriusnya obrolan mereka.
"Terimakasih." Ucap Ica setelah memberikan barang belanjaan pada pembeli.
Ica kembali duduk di kursinya melihat Daniel sesaat lalu mulai menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Ibarat murid di suatu kelas, ada yang berpakaian rapi dan bertingkah laku sopan sesuai aturan sekolah namun ada juga yang tidak menaati aturan sekolah."
"Jadi?" Daniel ingin jawaban yang lebih banyak lagi.
"Semua orang punya kadar cintanya masing-masing pada Tuhannya, jangan mengaku cinta jika perintah Tuhan tidak ia lakukan"
Jleb
Daniel merasa terkena tamparan keras dari ucapan Ica yang bernada datar itu.
"Contoh simple nya, seorang manusia yang sedang jatuh cinta rela melakukan apapun agar pasangannya senang bahkan mau menuruti semua permintaannya, begitu juga hubungan Hamba dengan Tuhan, kalau cinta ya turutin semua perintah-Nya." Ica tersenyum tipis melihat reaksi Daniel yang tampak berpikir keras.
Daniel terdiam cukup lama. Ia ingin bertanya apakah lelaki kristiani boleh mencintai wanita muslim tapi nanti karena Ica sedang bekerja, butik ramai oleh para pengunjung. Daniel bertekad akan pergi ke gereja minggu ini karena ia lupa kapan terakhir kali pergi kesana.
"Dek Ica aku ke rumah Kak Atalie dulu ya, terimakasih buat penjelasan kamu yang menyadarkanku akan sesuatu."
"Oh ya?" Ica melihat Daniel. "Jangan bilang Kak Daniel mau minta jilbab sama Mbak Aisyah dan ikutan pakai jilbab." Ica tertawa singkat membuat Daniel ikut tertawa bersamanya.
Daniel pamit pada Ica untuk pergi ke rumah Aisyah karena sudah sore. Ia ingin makan malam bersama Aisyah dan Umar dan menanyakan beberapa hal pada kedua Kakaknya.
***
Arfan menghentikan motornya di depan gerbang berwarna hitam pekat lalu mengucapkan salam, tak lama kemudian seorang satpam membuka gerbang hingga terlihat halaman rumah yang tidak terlalu luas namun tampak indah dengan bunga yang ditanam dan ditata rapi.
"Ustadz Umar ada pak?" Tanya Arfan pada satpam yang kini berdiri di depannya.
"Ada, mas silahkan masuk saja." Satpam tersebut mempersilahkan Arfan masuk. Arfan biasa datang ke rumah Umar, suami Aisyah yang dipanggilnya Ustadz. Sebenarnya Umar melarang Arfan memanggilnya Ustadz tapi karena sudah terbiasa sejak pertama bertemu jadi Arfan tidak bisa memanggil Umar selain Ustadz.
"Assalamualaikum." Arfan mengetuk pintu beberapa kali. Tak lama kemudian pintu terbuka lalu muncul Aisyah di balik pintu.
"Waalaikumussalam, Arfan mari silahkan masuk." Aisyah mempersilahkan Arfan masuk dan duduk di kursi ruang tamu sementara ia memanggil Umar.
Bagi Arfan, Umar adalah inspirator yang selalu memberi nasihat lewat tausiyah-tausiyahnya. Arfan biasa hadir di acara pengajian dan kajian Umar dan rutin berkunjung ke rumah ini untuk menjaga silaturahmumi. Umar seperti Kakak baginya karena ketika pertama kali berada di Banguwangi, Arfan tidak mengenal siapapun, Umar adalah orang pertama yang dikenalnya. Berkat saran Umar juga Arfan membuka toko buku dan sekarang sudah berkembang sehingga Arfan bisa membayar kuliahnya sendiri tanpa harus meminta bantuan orangtuanya di Jember.
"Apa kabar Arfan?" Umar yang mengenakan sarung dan kaos oblong putih menghampiri Arfan di ruang tamu. Mendengar suara Umar, Arfan langsung berdiri lalu mencium tangan Umar.
"Alhamdulillah baik Ustadz." Arfan tersenyum. Umar duduk di kursi lalu Arfan kembali duduk di tempatnya.
"Bagaimana toko buku mu?" Tanya Umar dengan senyum ramah.
"Alhamdulillah toko buku selalu ramai oleh pengunjung, saya tambahkan tempat duduk di halaman toko dan rak khusus untuk meletakkan koleksi buku yang tidak dijual sehingga mereka bisa membaca tanpa harus membelinya."
"Saya selalu suka dengan ide-ide kamu, itu sangat berguna bagi orang lain, sudah ada berapa pegawai disana?"
"Dua orang ustadz, mereka bergantian sift pagi dan siang."
"Perimisi.."
Arfan dan Umar sama-sama melihat ke arah pintu mendengar suara seseorang datang. Arfan berpikir sepertinya ia pernah bertemu dengan laki-laki bermata sipit itu.
"Kak Atalie ada Kak?" Tanya Daniel pada Umar.
"Ada di belakang Daniel." Jawab Umar.
"Aku kesana ya." Izin Daniel yang langsung di-iyakan oleh Umar.
Arfan melihat Daniel berjalan meninggalkan ruang tamu tanpa sungkan, sepertinya ia sering kesini karena terlihat sangat dekat dengan Umar, Arfan jadi penasaran pada laki-laki bernama Daniel itu.
"Dia Daniel, Adik Aisyah." Ucap Umar seolah-olah mengerti pada apa yang di pikirkan Arfan. "Atalie itu nama Aisyah sebelum memeluk islam."
"Oh." Arfan mengangguk beberapa kali. "Tapi saya baru tahu padahal saya sering kesini Ustadz."
"Akhir-akhir ini dia sering kesini bertanya banyak hal pada Aisyah dan saya."
Arfan tahu bahwa laki-laki itu juga mengenal Ica karena mereka terlihat sangat akrab ketika mengobrol di depan toko bukunya tempo hari. Bahkan Arfan merasa iri melihat keakraban mereka. Tapi ia selalu husnudzan agar hatinya selalu lapang.
"Maaf ustadz, apakah dia..." Arfan tidak melanjutkan kalimatnya karena takut menginggung perasaan Umar.
"Iya dia non-muslim." Lagi-lagi Umar seperti tahu pada isi pikiran Arfan. "Saya pernah menyarankan Daniel untuk pergi ke rumahmu dan menanyakan apapun yang membuatnya penasaran, saya yakin kamu bisa mengatasinya." Umar melihat Arfan dengan tatapan teduh seperti seorang Kakak pada Adiknya.
"Tapi bukannya dia lebih tua dari saya Ustadz." Afan merasa tidak enak jika harus mengajari seseorang yang umurnya lebih tua dari pada dirinya.
"Dia hanya beda satu tahun denganmu, lagi pula umur tidak menentukan banyaknya ilmu yang kalian miliki."
"Iya Ustadz." Arfan mengangguk patuh.
"Arfan puasa?" Tanya Umar yang teringat bahwa hari sudah senja, waktu buka puasa tinggal sebentar lagi.
"Alhamdulillah puasa."
"Kalau gitu kita buka puasa sama-sama disini, nanti kamu boleh pulang setelah shalat magrib."
Mereka terus berbincang hingga waktu buka puasa hampir tiba. Umar, Aisyah, Arfan dan Daniel duduk bersama di ruang makan. Walaupun tidak puasa, Daniel iku bergabung bersama mereka untuk mendengarkan apa saja yang orang-orang muslim bicarakan. Entah sejak kapan ia tertarik pada islam, mungkin Ica menjadi salah satu alasannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Bau Bau Mualaf ini mahh 🤭
2023-07-21
1
Efrida
daniel siap2 ditentang klu mau msk islam. krn bg org china ank cwo itu tonggak hdp agama klu cwe sih mrk gk terll streng bgt,
2021-07-24
1
Edelweiss
shalihah sekali sih akak Ica
2020-08-20
2