Di Atas Ranjang Suster Tiara
Happy reading....
"Udah mau pulang Ra?" tanya Irena, pada Tiara. Irena baru saja datang ke tempat kerjanya itu, berganti shift dengan Tiara.
Wanita itu hanya mengangguk sambil tersenyum, lantas ia segara memakai jaketnya, di luar sana cuaca sedang tidak kondusif, gerimis di serta angin yang cukup kencang.
"Aku masuk dulu ya Ra," sambung Irena.
"Iya." sahut Tiara singkat.
Tiara, wanita berusia 25 tahun itu berkerja sebagai Suster di salah satu Rumah Sakit swasta yang ada di kota tersebut. Tiara terkenal sebagai Suster yang ramah, baik, namun ia tidak pernah banyak bicara. Hanya bicara seperlunya saja. Ketika berbaur dengan suster-suster yang lainnya pun, ia cukup hanya menyimak saja obrolan mereka.
Tiara kini tengah menunggu taksi online yang sebelumnya ia sudah pesan. Hingga beberapa saat kemudian, Taksi tersebut sampai.
Tiara pun buru-buru berjalan menjauh taksi tersebut, menutup kepala dengan tasnya. Namun baru saja ia akan masuk ke dalam Taksi, terdengar seseorang memanggilnya.
"Suster Tiara..."
Sontak Tiara pun langsung menoleh ke sumber suara tersebut.
"Bisa saya bicara sebentar?"
"Baik Dok," jawab Tiara. Ia kembali menutup pintu mobil tersebut, lalu meminta sang sopir taksi untuk menunggu sebentar.
Tiara pun berlari kecil menghampiri seorang yang menganggapnya itu.
"Ada apa ya Dokter Marvin?"
"Mengenai kondisi Adik Anda, Sus. Emm.. sebaiknya kita bicara di ruangan saya." jelas Dokter Marvin. Tiara pun mengangguk, lalu ia mengikuti langkah laki-laki itu menuju ruangannya.
"Silahkan duduk Suster Tiara," ucap Dokter Marvin, mempersilakan Tiara untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Tiara hanya mengangguk, lalu ia pun mendudukkan dirinya di kursi tersebut.
"Bagaimana kondisi Adik saya Dok? Dia baik-baik sajakan? Tadi saya sempat melihatnya, tapi dia sedang tertidur." Tiara langsung memberondong beberapa pertanyaan pada Dokter yang menangani Adiknya itu. Raut wajah kekhawatiran terpancar jelas dari wajah cantik Tiara.
Dokter Marvin terlihat menghelai napas beratnya. "Kondisinya semakin memburuk Suster Tiara. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, sebaiknya kita harus secepatnya membawa beliau ke luar negeri, menjalankan pengobatan di sana," jelas Dokter Marvin.
Tiara tidak mampu berkata-kata, ia hanya bisa membekam mulutnya, matanya mulai berembun.
Memang ini bukan yang pertama kalinya Dokter Marvin, menyarankan Tiara untuk membawa Tari—adiknya, untuk menjalankan pengobatan di luar negeri. Tapi masalah, dari mana ia harus mendapatkan biayanya? Biaya di luar perawatan di sana pasti akan memakan biaya banyak! Bahkan selama ini perawatan dan pengobatan yang di jalankan oleh Tari, di biayai oleh suaminya Tiara.
Suaminya itu bahkan harus mengeluarkan biaya puluhan juga setiap bulannya untuk perawatan adiknya Tiara. Reyhan—suaminya selama ini memang tidak pernah mempermasalahkan soal itu, hanya saja Tiara cukup tahu diri, apa lagi sindiran dari sang mertua—Mamahnya Reyhan. Yang selama mengatakan bahwa Tiara dan Adiknya itu beban untuk keluarga mereka. Membuat Tiara ragu untuk mengatakan pada Reyhan jika Adiknya harus menjalani perawatan di luar negeri.
"Sus..."
"Suster Tiara..." panggil Dokter Marvin.
"Ah iya." Tiara sedikit tersentak, karna ia tadi tengah melamun.
"Bagaimana?" tanya Dokter Marvin.
"Sa—saya akan usahakan secepatnya Dok, saya akan bicarakan dulu sama suami saya," jawab Tiara.
Dokter Marvin terlihat menganggukkan kepalanya pelan, lalu tersenyum tipis.
"Emm, kalau begitu saya pamit dulu Dok, terima kasih untuk informasinya." pamit Tiara seraya berajak dari tempat duduknya itu. Tanpa menunggu jawaban dari Dokter Marvin, Tiara langsung berajak dari ruangan tersebut dan kembali menghampiri taksi yang sedari sudah menunggunya.
"Maaf ya Pak lama," ucap Tiara pada sang sopir taksi. Usai ia masuk ke dalam taksi tersebut.
"Tidak apa-apa Mbak, santai saja. Sesuai di aplikasi ya Mbak tujuannya?"
"Iya Pak."
Setelah itu mobil taksi yang di tumpangi Tiara tersebut mulai melaju, membelah jalan raya yang terlihat padat, padahal cuaca cukup buruk, namun seperti tidak menghambat aktifitas penghuni Ibu kota tersebut.
Hingga dua puluh menit kemudian, akhirnya Tiara pun sampai di depan rumahnya, ah tidak itu bukan rumahnya, melainkan rumah suaminya.
"Ini Pak, terima kasih ya." Tiara memberikan ongkos taksi tersebut, sebelum ia turun dari mobil taksi itu.
"Terima kasih Mbak, apa tidak ada uang pas? Saya tidak ada kembalinya."
"Ambil saja Pak, itung-itung itu bonus buat Bapak karna tadi sudah menunggu saya cukup lama."
"Terima kasih Mbak."
"Sama-sama."
Setalah itu Tiara pun langsung turun dari mobil taksi tersebut, ia berlari kecil menuju teras rumah mewah tersebut, karna rintik hujan gerimis masih setia turun membasahi bumi.
"Mas Rey sudah pulang? Tumben sekali ia pulang jam segini?" gumam Tiara, ia melihat mobil milik suaminya sudah terparkir rapi di garasi.
Tiara pun membuka pintu rumah, lalu masuk ke dalam rumah tersebut. Di rumah mewah berlantai dua itu, memang tidak ada asisten rumah tangga, semua perkejaan rumah Tiara yang mengerjakannya. Sebenarnya Reyhan sudah menyediakan pembantu saat awal mereka pindah ke rumah tersebut, namun Mamahnya Reyhan, memecatnya karna dia bilang boros, tidak usah pakai pembantu, karna Tiara juga bisa mengerjakan semuanya.
"Halah, ngapain sih pakai pembantu Rey, istri kamu juga gak ada kerjaan, biarin dia aja yang mengerjakan tugas rumah, jangan terlalu di manja, dia itu hanya benalu di keluarga kita!" ucap Sarah—Mamahnya Reyhan. Dengan lugas wanita parubaya itu mengatakan semuanya itu di depan Tiara langsung.
"Tiara kerja Mah, siapa bilang Tiara gak kerja. Dia itu Suster, perawat di rumah sakit!"
"Iya Mamah tau Rey, tapikan dia gak kerja dua puluh empat jam di sana. Udah deh, kamu jangan banyak protes! Boros juga kalau harus bayar pembantu, kamu paham! Istri kamu ini cuman beban aja buat keluarga kita!"
"Mah jangan bicara seperti itu, Tiara itu istri Rey, jadi sudah tangung jawab Rey!" Rey nampak tidak suka, Mamahnya berbicara seperti itu. Raut wajah penuh amarah terlihat dari wajah tampan suami Tiara pada saat itu.
"Mas, sudah. Bener yang dikatakan Mamah, sudah Mas, Tiara gak apa-apa kok," pungkas Tiara dengan cepat.
"Tapi, sayang..." Tiara terlihat mengelengkan kepalanya, memberi kode agar suaminya itu diam. Helaian nafas berat terdengar dari suami itu.
"Baguslah kalau kamu sadar diri!" ketus Mamah Sarah, memandang Tiara dengan tatapan merendahkan.
***
Tiara mengehelai napasnya, melihat keadaan rumah yang terlihat berantakan, padahal tadi pagi sebelum ia berangkat kerja keadaan rumah sudah sangat rapi. Aneh, pikir Tiara, rumah biasanya tidak seberantakan ini, jika pun Reyhan pulang lebih cepat, bahkan suaminya itu terkadang suka membantu juga.
"Sepatu siapa ini?" gumam Tiara, ia menemukan selebalah sepatu heels berwarna merah, yang tergelatak di ruang tamu. Tiara mengambil sepatu heels tersebut, mengamatinya.
Seingat Tiara, dia tidak punya sepatu heels seperti ini, apa lagi warnanya merah menyala, Tiara sama sekali tidak menyukai warna tersebut.
"Mas..." panggil Tiara, ia memanggil Reyhan suaminya.
"Mas Rey...." panggil Tiara lagi, namun tidak ada sahutan sama sekali dari laki-laki yang berstatus suaminya itu.
"Apa Mas Rey di kamar ya?" Tiara pun berjalan menaiki anak tangga, lagi ia menemukan pasangan sepatu heels yang kini ia pegang itu, terlihat tergeletak di atas anak tangga.
Tiara pun mengambilnya, lalu dengan langkah yang cepat ia menuju kamarnya. Tiara langsung menghentikan langkahnya, saat melihat pintu kamar tersebut sedikit terbuka.
"Emmmttt...."
Tiara terdiam saat mendengar suara aneh tersebut. Suara wanita mendayu penuh kenikmatan terdengar jelas di telinga Tiara.
Brakk!!
Tiara langsung membuka pintu tersebut dengan lebar, dan...
Deg!
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sunarti
Reyhan membawa perempuan pulang kerumah
2023-02-21
0
Ray
Baru mampir, tapi ceritanya buat AQ penasaran 🤔🙏
2023-02-20
1
Sanie Iza
mampir
2023-02-20
1