KEPINGAN LUKA

KEPINGAN LUKA

BAB 1. RESIGNE

“saya ingin resigne Mas” menyerahkan surat pengunduran diri pada pemilik perusahaan ini. Sesuai dengan tebakanku, matanya bukan mengarah pada map kuning di mejanya. Tapi tajam pada mataku. Seolah aku sedang membual. Tatapan tidak percaya itu masih terus menghujam. Laki-laki muda didepanku mencari kebohongan di sana dan mungkin itu harapannya saat ini. Sayang nya dia salah. Aku sudah menyiapkan semuanya jauh sebelum hari ini datang.

Namanya Mas Doni, dia atasanku di kantor. Bahkan dia juga pemilik perusahaan tempatku bekerja. Memintaku memanggil “Mas” dari hari pertama aku bergabung, “apakah aku terlihat tua, sampai kamu memanggil aku bapak” katanya, ketika aku memanggil dengan sebutan itu. Orangnya ramah. Dia menerimaku dengan baik dari hari pertama sampai hari ini aku bergabung. Bahkan mungkin akan menjadi hari terahirku menjadi bagian dari perusahaan ini.

“Kamu tidak sedang ngeprank aku kan, Ra” matanya masih tajam mengulitiku ketika kalimat itu meluncur. Dia bukan orang yang akan percaya begitu saja. Apalagi orangnya aku. ”Aku sedang tidak berulang tahun lho hari ini” senyum yang dipaksakan terbit. Sayangnya terasa hambar. Mungkin dia mengajakku untuk mengahiri permainan Prank-prankngan seperti katanya tadi. “Ini terlalu pagi untuk bercanda dan ini tidak lucu Laura” nadanya semakin naik. Wajahnya sudah mulai serius.

Aku tidak sanggup menerima tatapannya. Aku tidak heran dengan reaksinya, seharusnya aku sudah tahu akan seperti ini. Tidak ada hal apapun yang menunjukkan kalau aku akan resigne.

Bahkan mungkin laki-laki itu mengira bahwa aku tidak punya alasan kuat untuk keluar. Ini tempat kerja terbaik yang pernah ada menurutku. Aku tidak pernah mengalami kesulitan disini. Datang terlambat tidak pernah mendapat teguran, bahkan ijin pulang lebih awalpun tidak pernah di persulit. Karena mereka tahu kinerjaku selalu beres. Ada alasan kuat aku harus meninggalkan ini semua, termasuk kota kelahiranku. Bukan untuk menghindari tapi menjauh dari sumber rasa sakit. Tentu saja tidak seorangpun tahu alasan itu. Lebih tepatnya tidak boleh ada yang tahu.

“ Saya sedang tidak bercanda Mas, ini surat pengunduran diri saya” Ku angkat map yang teronggok di meja kerja Mas Doni. Aku sudah meletakkannya dari lima belas menit yang lalu, tapi laki-laki berkaos hijau ini tidak melihat atau mungkin tidak ingin melihat. Netranya malah sibuk mencari kebohongan diwajah ku. “Maaf, mungkin ini terkesan tiba-tiba. Nggak pernah menyinggung ini sebelumnya ke Mas Doni” tidak ada yang salah dengan atasanku. Laki-laki yang baik, dan pengertian. Bahkan dia percaya semua hasil kerjaku tidak pernah mengecewakannya.

“Apa aku pernah ada salah sama kamu, atau gaji kamu kurang. Kita bisa bicarakan ini baik-baik kan, Ra. Tidak usah langsung pergi gitu aja”. Mas Doni sudah percaya bahwa ini beneran, dia putus asa karena tidak menemukan kebohongan di wajahku.

“ Nggak ada, Mas. Semua hal disini yang terbaik buat saya. Tapi ada alasan lain...” Kalimatku terhenti sebelum ujung lidahku membongkar semuanya dihadapan Mas Doni. Tentu saja aku tidak akan mengatakan itu padanya. Aku bukan tipe orang yang mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Masalahku bukan tentang lingkungan kerja. Ini tentang masalah pribadiku. Tidak ada gunanya juga aku membuka sesi curhat.

“Kalau aku nggak ngijinin kamu keluar, apa kamu akan mengurungkan semuanya?” pertanyaan ini tidak pernah terlintas dalam benakku. Mungkin, ekspektasiku terlalu tinggi. Aku pikir Mas Doni akan mengabulkannya dengan mudah. Seperti biasanya, apapun keinginanku menyangkut pekerjaan dan hal pribadi Mas Doni dengan gampangnya mengiyakan.

“Surat ini hanya formalitas, apapun tanggapan Mas Doni. Saya akan tetap keluar”. Kutundukkan wajah, tidak berani bersitatap dengannya, aku tahu laki-laki dihadapanku ini sekarang sedang mengalami kecewa. Tapi aku tidak punya pilihan, menetap dan bertahan disini hanya akan membuatku semakin menderita.

Tiga tahun ku habiskan waktuku disini. Terlalu banyak kenangan manis. Rekan kerja yang ramah, tempat kerja yang nyaman. Atasan yang baik. Tidak ada alasan aku untuk tidak betah.

Alasanku keluar bukan tentang mereka, aku hanya perlu mundur dari kehidupan pribadiku. Menjalani pernikahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Cukup aku yang tahu, bagaimana perlakuan mereka yang aku anggap keluargaku sendiri. Tidak akan kubagikan pada siapapun, termasuk Mas Doni.

“Bagaimana caranya biar kamu mengurungkan niatmu Ra” tidak ada. Aku menggeleng lemah. Kulihat Mas Doni menarik nafas panjang dengan menyugar rambutnya kasar. Badannya disandarkan kebelakang, dia putus asa. “Apa ada perkataanku atau hal yang membuatmu sakit hati, kita perbaiki semuanya asal kamu jangan keluar, Mas mohon Ra” suaranya mengiba. Aku tidak tega melihatnya.

Kecewa itu ketika ekspektasi tidak sesuai kenyataan kenyataan. Mungkin bayanganku terlalu indah tentang hidup berumah tangga, nyatanya aku tidak mengalami itu sejak hari kedua setelah aku sah berstatus istri. Terkejut, pasti. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. apapun itu, mungkin sudah menjadi jalan takdirku. Bahwa pernikahanku hanya bertahan enam bulan saja. Cukup, sudah terlalu banyak air mata yang terkuras. Tak banyak yang tahu, bahkan suamiku sendiri tidak tahu kalau aku harus berderai airmata kala Dia terlelap setelah menuntaskan hasratnya.

“Aku nggak ngijinin kamu keluar Ra, itu keputusanku” kalimat Mas Doni menyentakku dari lamunan. “ Jam dua belas nanti kamu ikut Mas Marwan porspek di kantor inspektorat” Ah, aku sampai lupa. Kemarin mereka sudah membuat janji pengadaan alat elektronik dikantor mereka. “ jangan sampai ketunda lagi, ini sudah ketiga kalinya, bagian pengadaan dikantor itu baru bisa sekarang” lanjutnya lagi. Mas Marwan, yang paling menguasai tentang spek komputer, di kantorku. Aku bagian negosiasi, berbicara tentang harga dan hal lain yang berhubungan dengan uang.

“Tidak bisa Mas, ini sudah Final. Saya benar-benar minta maaf ini terlalu tiba-tiba. Tapi saya tidak punya pilihan. Meskipun berat” di ahir kalimat aku pelankan suara. Hampir saja air mata sialan ini menetes lagi. aku tidak ingin membuat Mas Doni curiga alasanku resigne.

“Kita bicarakan lagi nanti, kamu membuat aku pusing tahu nggak” Dahi laki-laki dihadapanku ini berkerut. Mungkin dia sudah lelah menebak, atau bahkan kehabisan cara menahanku untuk tetap bekerja disini.

“Ra, berkas untuk rapat hari ini aku taruh di mejamu, tinggal ngasih harganya saja, jangan lupa kasih limit penawarannya. Konsul dengan Mas Doni takut salah” tiba-tiba Mas Marwan masuk, untung percakapanku dengan Mas Doni sudah berhenti. Untuk saat ini hanya aku dan Mas Doni yang tahu kalau aku ingin Resigne.

“Muka kalian kenapa tegang banget, wajahmu kayaknya sedih Ra” tatapan mas Marwan bergantian dari aku pindah lagi ke Mas Doni. Tatapannya bingung melihat aku dan Mas Doni diam. “ada apa sih, cerita dong” katanya lagi.

“Aku selesaikan penawarannya Mas, nanti kesini lagi” tanpa menunggu jawaban, aku berdiri. menghalau kecurigaan Mas Marwan tentang percakapanku dengan Mas Doni. Berjalan menuju meja kerjaku. Sudah ada file yang berisi tentang spek elektronik yang akan aku bawa nanti. Ku usap kedua mataku yang terasa panas. Aku tidak menyangka kalau ini akan menjadi hal yang paling berat. Melepaskan pekerjaan ini bukan hanya masalah penghasilan. Lebih dari itu, aku akan berpisah dengan mereka yang sudah aku anggap keluarga. Tapi, aku tidak punya jalan lain. Semoga Mas Doni tidak menceritakan apapun ke Mas Marwan. Aku ingin mereka tahu setelah aku siap untuk keluar.

Bukan apa-apa, tentu mereka akan bertanya alasanku keluar, aku tidak punya jawaban untuk itu. Aku tidak ingin mereka tahu tentang peliknya hidupku diluar lingkup pekerjaan.

Entah kemana hilangnya semangat kerjaku seperti biasa, aku malas membuka lembaran putih didepanku. Masih ada waktu dua jam sebelum meeting. Ku teguk air putih dalam tumbler kuning cerah, warna kesukaanku pastinya.

“Ra, kok lesu gitu, biasanya kan kamu paling semangat kalau mau ada porspek, bonus didepan mata ayo semangat” mengangkat tangannya yang terkepal ke atas. Kubalas dengan tersenyum canggung. Aku bernafas lega setidaknya Mas Doni tidak menceritakan apapun pada laki-laki kurus didepanku.

“Efek hari senin kayaknya” ujarku menghilangkan kecanggungan. Aku benar-benar tidak ingin menjalankan apapun hari ini. Tidak ingin berkutat dengan laporan apapun bahkan tidak ingin memegang pena termasuk juga didalamnya.

Masalah keluargaku sudah cukup lama. Yang bikin aku tidak enak sekarang adalah, menunggu keputusan Mas Doni. Aku tidak ingin meninggalkan kesan buruk setelah tiga tahun mengukir kesan baik.

“Di tunggu Mas Doni tuh, laporannya. Fix kan dulu sebelum meeting. Aku kesini lagi nanti kalau mau berangkat” aku hanya bisa mengangguk. Mas Marwan menatapku tajam. Kebiasaanku yang selalu ramai mungkin jadi perhatiannya kali ini. “ Kamu sakit gigi ya, irit banget bicaranya ” benar kan. Dia mencurigaiku.

“PMS mas, kayak nggak tahu ajah urusan cewek” alasan paling valid yang aku lontarkan. Aku berharap setelah ini Mas Marwan pergi. Untuk hari ini saja rasanya aku ingin sendiri. Benar-benar sendiri dalam arti yang sebenarnya. Mungkin tinggal di Bikini Bottom bersama spongebob bisa menjadi solusiku, sayangnya itu hanya dunia hayalan. Aku tidak akan mampu bertahan hidup hanya dengan meletakkan toples kaca diatas kepala tanpa tabung oksigen seperti yang dilakukan Sandy. Mungkin aku hanya mampu bertahan dua jam, selebihnya akan mengambang tanpa nyawa.

Oke, kumpulkan semangat. Kerja lagi demi kata “iya” dari Mas Doni. Apapun itu. Selesaikan meeting hari ini dengan gembira, klien puas, owner puas. Bukankah begitu tugas karyawan. Bonus itu hanya mengikuti.

Terpopuler

Comments

Yayuk Bunda Idza

Yayuk Bunda Idza

cus ....hadir thor

2022-09-01

1

Neneng Hernawati

Neneng Hernawati

langsung meluncur kemari....

2022-08-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!