TRAGEDI SEGELAS KOPI

“Mas, bangun” suaraku ku buat lembut tepat ditelinganya. Memberikan tiupan ringan disana. Suamiku ahirnya membuka mata, dia mendekapku. Menutup tubuh kami dengan selimut dan kembali memejamkan mata, aku tahu dia tidak benar-benar tidur, degupan jantungnya begitu keras terasa di punggungku. Bahagia pengantin baru aku rasakan. Mas Farhan mencium rambutku, dia mendekapku dari belakang. “Sholat subuh dulu, jangan lupa mandi” kataku lagi, aku yakin Mas Farhan mengerti kata mandi yang aku maksudkan.

“Begini dulu sebentar sayang” dekapannya semakin erat, aku terbiasa bangun sebelum subuh ketika masih tinggal di rumahku sendiri. Rasanya tidak enak kalau bangun terlambat apalagi ini di rumah mertua, aku harus pintar mengambil hati, bukan. Mengawali hari ingin merasakan peranku sebagai istri. Rasanya dadaku berbunga mengingat aku sudah menjadi istri. Menikah dengan orang yang aku cintai membuatku merasa bahwa hidupku sesempurna ini.

Mas Farhan memutar badanku menghadap kearahnya, disibaknya rambut yang menutupi wajahku, mencium keningku cukup lama. Dia mengulang sampai tiga kali. Bahagia dan rasa damai aku rasakan, merasa benar-benar dicintai.

Rasa syukur aku panjatkan dalam hati, Tuhan mengirimkan laki-laki seperti Mas Farhan dalam hidupku. Senyum bahagia terus mengembang di bibirku.

“Kamu bahagia nikah sama Aku” untuk apa pertanyaan itu dia ajukan. Tapi aku bahagia, tatapan itu. Matanya lekat menembus hatiku. Penuh cinta yang begitu besar. Mataku menghangat. Ada sesuatu yang keluar disana. “kamu nangis sayang, kamu nyesel nikah sama Mas” wajahnya cemas,dia memundurkan wajahnya, menyeka air mata di pipiku. Tangannya menangkup kedua pipiku. Aku hanya menggerakkan kepala kekanan dan kekiri. Menyangkal semua ucapannya.

“Aku bahagia Mas, bahkan sangat bahagia” air mata ku semakin deras, isakan kecil keluar. Laki-lakiku mencium keningku lagi, kali ini lebih lama dan dalam. “semoga kita selamanya seperti ini Mas” kataku lagi di sela isak tangisku. Kembali tangannya mendekap erat, sesak tapi aku bahagia. Laki-laki penyayang, aku bisa melihat itu dari caranya menatap dan memperlakukanku.

“ Tidak akan ada yang berubah sayang, Mas selamanya akan seperti ini. Mas akan melindungimu semampu yang mas bisa, percayalah. Dan kamu juga harus berjanji jangan lagi ada air mata, kecuali bahagia. Akan Mas pastikan semua karena mas yang akan mengukir senyum bahagia disana”. Bahagia tentu saja. Wanita mana yang tidak akan merasa beruntung memiliki suamu seperti Mas Farhan. Aku tidak salah memilih pendamping hidup, terima kasih Tuhan.

Mas Farhan sempat menggelitik perutku sebentar sebelum ahirnya masuk ke kamar mandi. Aku membersihkan kasur yang kondisinya sangat kusut selepas kegiatan kami tadi malam. Senyumku terukir mengingat malam-malam yang kami lewati sebagai pengantin baru. Aku pikir aku akan bahagia menjadi pengantin baru tapi ternyata aku salah. Aku sangat bahagia rasanya seperti tidak ingin waktu cepat berlalu. Menghabiskan malam dengan saling mendekap sampai terlelap. Membuka mata, dan wajah Mas Farhan yang pertama kulihat. Aku ingin selamanya seperti ini. Hanya wajah itu yang ingin aku lihat ketika membuka mengawali hari dan menutup mata menjemput mimpi.

“Melamun, ada apa?” aku tersentak. Laki-laki yang sedang memenuhi pikiranku tiba-tiba berdiri dibelakangku dengan tangan mengusap rambutnya yang basah dengan handuk. Wangi segar tercium indraku. Aroma shampoo dan sabun menjadi satu, ditambah dengan aroma mint ketika dia mengeluarkan kata. Semua ini candu bagiku, apakah semua pengantin baru akan merasakan apa yang aku rasakan. Atau memang aku yang terlalu berlebihan menggilai mas Farhan.

“Mau dibantu ngeringin rambut” pintaku, seraya tanganku terulur meminta handuk ditangannya. Mas Farhan menyerahkan handuk ketanganku, tentu saja aku tidak diijinkan menggosok dari belakang. Dia memelukku erat sementara tanganku sibuk menggosok rambut basahnya. Netranya tidak mau lepas dari wajahku. Aku tertunduk malu, tentu saja. Bahkan dengan nakalnya hidungnya sudah merambat kemana-mana. Aku tertawa geli, jangan panggil Mas Farhan kalau dia menghentikan aksi jahilnya. Bahkan sekarang tangannya tidak mau diam. Aku terpaksa mendorongnya dengan kuat. Dia mundur, wajahnya gusar.

“Kita sudah sah Ra, apa salahnya. Ayo ulangi lagi. Ini rambutku belum kering” protesnya, aku tidak mau. Perayalah ini hanya akal-akalan Mas Farhan. Aku tahu dia punya maksud lain. “ayo keringin rambut Mas lagi kayak tadi” lanjutnya lagi. Kali ini wajahnya semakin gusar. Aku tertawa geli melihat wajahnya yang terlihat lucu menggemaskan.

“Sudah selesai mas, sholat dulu. Aku mau bantu ibu bikin sarapan. Jangan tidur lagi seprainya sudah rapi” aku menaruh handuk ditempatnya. Bergegas keluar sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Benar saja, Mas Farhan mengejarku, berusaha menarik tanganku tapi tidak berhasil. “Jangan lupa wudhu lagi, tadi kita bersentuhan” aku menutup pintu sambil tertawa keras. Melihat wajah frustasi Mas Farhan pagi-pagi hiburan tersendiri buatku.

“Saya tidak pernah mengatur-ngatur suami saya dirumah ini, apalagi hanya masalah seprai” aku terkejut mendengar suara ibu mertua dibelakangku, aku memutar badan menghadap ke arahnya sambil menunduk. Auranya sedikit tegang aku tidak berani mengangkat wajah. “Jangan pernah mengatur Farhan dalam hal apapun apalagi kamu orang baru disini yang tidak mengerti apapun” Entah mengapa tengkuk ku meremang mendengar suara penuh kemarahan wanita didepanku. Tatapan matanya tajam menghujam.

Ibu berlalu dari hadapanku menuju dapur, aku mengikuti dibelakang masih dengan wajah menunduk. Tidak ada pembicaraan setelahnya. Ibu sibuk berkutat dengan peralatan masaknya. Aku meraih panci untuk merebus air.

“Mau apa kamu” Rupanya ibu masih marah

“mau buat kopi buat Mas Farhan Bu” dengan ragu aku mengangkat wajah

“Tidak usah, biar ibu yang bikin, Farhan tidak akan suka dengan kopi buatan

orang lain” ibu menekankan kata orang lain dengan jelas di hadapanku. Bukankah aku istrinya, sudah kewajibanku melayani suami bukan.

“Saya akan mencoba, siapa tahu Mas Farhan suka” jawabku pelan, seraya melanjutkan mengisi panci dengan air.

Tiba-tiba ibu menarik panci ditanganku dan melemparnya kesembarang arah, hingga terdengar bunyi yang sangat keras memecah kesunyian pagi di rumah ini. Aku melihat bapak dan Mas Farhan berdiri didepan pintu dapur. Bapak menunduk, aku tahu dia menghindari bersitatap denganku. Mulut kedua laki-laki itu terkunci, sekilas aku melihat tatapan bapak sendu ke arahku sebelum berlalu. Mas Farhan menatapku datar, tidak ada pertanyaan yang terlontar atau bahkan kata-kata untuk mengetahui apa yang terjadi. Aku tidak mengerti mengapa mereka bersikap demikian.

“sekali lagi ibu tidak suka di bantah, kamu dengar itu” ucapan tajam yang hanya berasal dari satu orang itu yang aku terima. Nadanya penuh amarah, sedikit bergetar dengan rahang yang mengetat.

*Untuk saat ini bisakah aku meminta perlindungan dari suamiku, mengingatkan pada ibunya bahwa keinginanku membuat secangkir kopi adalah hal yang wajar.

Harapanku terlalu tinggi, aku kecewa ketika laki-laki itu berjalan kearahku. Aku pikir dia akan memelukku menenangkan aku yang penuh ketakutan. Ternyata dia mengambil panci yang tergeletak dilantai. “Apa susahnya menuruti kemauan ibu Ra, biar tidak ribut. Ini masih pagi, malu kalau tetangga dengar”. Aku tidak percaya kalimat itu meluncur dari mulut laki-laki yang beberapa menit yang lalu berucap akan melindungiku dengan semua kemampuanya, tanpa bertanya apa yang terjadi, bagaimana panci itu bisa tergelatak di lantai dapur. Dengan sangat jelas dia menyalahkan aku atas kejadian pagi ini. Sakit, tapi aku tidak mampu menangis*.

“Minum susunya Ra, yang sudah terjadi ikhlasin aja. Mungkin rencana Tuhan lebih indah buat kalian berdua” Suara chintya, sahabatku dari jaman kuliah dulu. Wanita yang selalu ada tempatku berkeluh kesah. Orang yang selalu menguatkan ketika aku terpuruk. Membangunkan aku dari ingatan buruk, sambutan pertama mertuaku di hari pertama setelah aku sah menjadi menantunya.

“Aku bisa bikin sendiri nanti, Aku memang selalu merepotkanmu” suaraku lemah, menerima gelas berisi susu hangat dari tangannya. “Kamu kapan mulai masuk?” lanjutku lagi. Dia yang akan menggantikan aku bekerja di perusahaan Mas Doni. Bahkan chintya rela melepas pekerjaannya sebagai CS di bank swasta nasional demi menggantikan aku. Syarat yang diajukan Mas Doni agar resigneku di setujui. Wanita itu rela melakukan semuanya tanpa aku minta. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikannya nanti. Memikirkan jalan hidupku sendiri rasanya aku tidak sanggup.

“berhenti menggunakan kata merepotkan Ra, kita bertemann bukan sehari dua hari, sudah sepantasnya untuk saling mendukung. Kalau aku yang berada di posisimu sekarang aku yakin kamu juga akan melakukan hal yang sama” itulah chintya, perempuan ini benar-benar tulus melakukannya. Diantara sekian banyak cobaan hidup Tuhan masih memberikan chintya untuk menguatkan aku selain keluargaku sendiri. “Kayaknya aku bakalan betah kerja sama Mas Doni, orangnya santai” aku tahu yang diucapkan chintya hanya agar aku tidak merasa bersalah. Bekerja di Bank adalah cita-citanya dari kami kuliah dulu.

“Tapi kalau tidak sesuai passion, akan terasa berat. Aku tahu kamu terpaksa gantiin aku, jangan terlalu banyak berkorban Chin, rasanya aku tidak pantas mendapatkannya” Mengungkapkan kejujuran di hadapan Chintya tidak akan merubah apapun. Toh, Dia sudah menandatangi surat kontrak dengan Mas Doni kemarin sebelum aku berangkat kesini.

“Itu dulu, karena ku pikir kerja di Bank itu keren. Nyatanya, aku nggak kuat kalau harus pulang malam terus-terusan Ra. Belum lagi lembur ahir bulan. Sebenarnya sudah lama aku pengen resigne, tapi kamu tahu sendiri jaman sekarang cari kerjaan susah” tatapan kami sama kosongnya kedepan. Merajuk masa depan, dan membicarakannya memang tidak akan pernah habis.

Kami punya tujuan hidup yang berbeda, tentang gambaran profesi pun kami berbeda. Nyatanya, Chintya mengikuti jejakkku, atau lebih tepatnya menggantikan posisiku. Aku tidak tahu dia terpaksa atau memang keinginannya.

Terpopuler

Comments

Sulati Cus

Sulati Cus

harusnya g usah nikah aja anaknya

2023-03-29

0

Neneng Hernawati

Neneng Hernawati

Laura masih beruntung mempunyai keluarga yg mendukung dan sahabat yg tulus membantu...ingat diri sendiri jadinya ketika punya masalah jangan kan sahabat atau teman keluarga pun gk ada yg perduli kalau mereka yg membutuhkan baru datang...ups maaf curhat cz ceritanya kurang lebih mirip seperti nasibku😭😭😭

2022-08-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!