Misi Cinta Raja Melintas Waktu
Di salah satu kerajaan kuno, putra mahkota terkenal dengan tabiat buruknya. Dia seorang laki-laki tertampan dari setiap penjuru kota. Namun sayang, perilaku tidak selaras rupanya. Sebagai putra mahkota, dia tak bisa menjadi panutan untuk rakyatnya.
Berbeda dengan putra kedua yang terlahir dari Selir mendiang Raja. Waktunya dihabiskan di perpustakaan untuk belajar ilmu pemerintahan. Berharap suatu hari nanti bisa menduduki tahta yang saat ini dipegang oleh Ibu Suri.
Ibu Suri adalah ibu dari mendiang raja, yang saat ini memegang tampuk pemerintahan karena ditinggal wafat oleh Raja. Karena putra mahkota belum mencukupi syarat maka Ibu Suri mengambil alih sementara.
Dalam usia yang senja, Ibu Suri ingin putra mahkota naik tahta dan memegang tampuk pemerintahan. Tapi sayang, Putra Mahkota belum mencukupi syarat untuk hal tersebut hingga Ibu Suri menjadi risau.
Di Istananya, Ibu Suri menatap lukisan mendiang Raja dan Ratu yang merupakan putra dan menantunya. Helaan nafas gusar penuh beban memenuhi rongga hidung. Tubuh tak lagi bugar itu sangat menandakan bahwa tanggung jawab yang ia pikul amatlah berat. Garis-garis di wajah tuanya nampak lelah menuntut Ibu Suri untuk berbaring mengistirahatkan tubuh dari Singgasana. Namun itu hanya angan. Sebab, hingga saat ini putra mahkota masih sulit dikendalikan.
"Dayang, panggil putra mahkota untuk menghadap sekarang !"
"Baik yang mulia Ibu Suri."
Seorang Dayang membungkuk sedikit tubuhnya dan perlahan melangkah mundur kemudian berbalik melaksanakan titah. Seorang Dayang pilihan yang setia mendampingi Ibu Suri selama ini.
Tak lama berselang, Kasim datang tergopoh - gopoh menghadap Ibu Suri. Raut wajahnya terlihat begitu cemas hingga memberikan getaran di tubuh yang mulai menua. Garis wajahnya tersirat kecemasan dan juga takut menjadi satu.
"Saya menghadap Ibu Suri." Kasim duduk di lantai dengan posisi setengah membungkukkan tubuh.
"Katakan."
"Putra Mahkota tidak ada di istananya dan juga melewatkan latihan memanah." Lapor Kasim itu sembari meremas jari-jari.
Manik mata Ibu Suri melirik sang Dayang utusan untuk memastikan kebenaran laporan Kasim. Dayang itu pun mengangguk membenarkan.
"Silahkan kembali." Ibu Suri menjatuhkan tubuh di atas tempat tidur. Raut wajahnya menampakan rasa kemelut yang mendera hati dan pikiran.
Kasim dan Dayang bersamaan berdiri kembali ke tempat masing - masing. Lagi, Ibu Suri menatap sedih lukisan sang Raja. Putra mahkota harapan satu - satunya yang akan jadi penerus di kerajaan, belum menjanjikan apa - apa. Gemuruh hebat menabuh dada wanita paruh baya itu, hingga terbentuk kristal rapuh yang tidak pernah diperlihatkan selama ini.
Hembusan nafas frustasi kembali terdengar dari bibir, Terngiang lagi tuntutan para Menteri agar putra mahkota naik tahta dan menjadi raja. Hal itu semakin membebani hati Ibu Suri.
"Yang Mulia Ibu Suri. Selir Ve tiba di istana !"
Ibu Suri memutar tubuh ke arah pintu. Tak ingin terlihat menyedihkan karena terbebani sebuah pikiran, Ibu Suri merubah mimik wajah dengan anggun menjatuhkan tubuh di balik meja untuk menerima kedatangan Selir.
"Yang Mulia Ibu Suri, bagaimana kondisi anda hari ini ?" Selir Ve bertanya disertai raut wajah cemas. Dalam balutan baju tradisional Selir Ve sangat anggun dan masih cantik di usianya saat ini.
"Lebih baik dari kemarin. Ada apa, hingga Selir Ve datang ke istanaku ?" Jari-jari lentik Ibu Suri meraih gelas berisi teh yang telah dituangkan, kemudian dengan gerakan anggun meminumnya.
Selir Ve, adalah wanita bukan dari kalangan bangsawan. Karena sebuah konspirasi, maka Selir Ve dijadikan selir oleh mendiang raja dengan pemalsuan identitas.
"Yang Mulia Ibu Suri, para Menteri akhir - akhir ini mencemaskan kondisi anda dan juga kesiapan putra mahkota untuk menduduki tahta. Bagaimana pendapat anda tentang itu ?"
"Putra mahkota akan menjadi raja setelah dia menyelesaikan pendidikan. Selir Ve tidak usah cemas." Ibu Suri tersenyum tipis seolah mengerti arah pembicaraan itu.
"Tapi, anda juga tahu tentang perilaku putra mahkota. Sudah beberapa kali melewatkan latihan dan juga pembelajaran lainnya." Selir Ve tersenyum dengan alis terangkat menyiratkan sedikit ejekan.
"Selir Ve sangat mencemaskan putra mahkota ? Tunggu beberapa waktu. Aku akan turun dari singgasana." Iris mata Ibu Suri memancarkan keseriusan dengan bahasa tubuh seorang pemimpin.
"Saya akan menunggu waktu itu tiba, Yang mulia ibu suri. Silahkan anda beristirahat." Selir Ve meninggalkan istana.
Helaan nafas Ibu Suri sangat kasar. Biarlah kali ini sedikit tegas pada putra mahkota. Untuk masa depan kerajaan itu.
...----------------...
Sebuah danau tak jauh dari istana. Pepohonan rindang memberikan kesejukan dan perlindungan sekitarnya. Putra mahkota berdiri sembari menatap pantulan diri di atas air. Rupa yang gagah dan tampan sangat dikaguminya. Siapa yang akan menolak pesonanya, bahkan kupu - kupu di sana sangat ingin menempel padanya.
"Pangeran, Ibu Suri meminta anda untuk menghadap ke istananya." Pengawal Ta memberitahu setelah Kasim berhasil menemui mereka.
Pengawal Ta, adalah adik mendiang pengawal pribadi raja. Pria berparas tampan dan terlatih, keberadaannya di sisi putra mahkota adalah bentuk pengabdian turun temurun.
Putra Mahkota hanya diam tanpa menyahut. Lagi - lagi menenggak arak dari gelas. Ya, tempat itulah pelariannya untuk menghindari segala yang bersangkutan dengan kerajaan. Mendengar keluhan para menteri serta tuntutan untuknya. Sungguh, sangat membosankan.
Baginya urusan kerajaan sangat merepotkan. Putra mahkota tak menyukai hal itu, pembantaian raja di depan mata memberikan trauma yang mendalam dalam hati putra mahkota. Kehilangan ibu di usia muda juga memberikan pukulan telak pada psikisnya.
"Mari kembali."
Putra mahkota menjatuhkan gelas ke dalam danau seraya tersenyum getir pada bayangannya. Ia mengerti tapi tak mau mengerti.
Jejak sepatu kuda menerbangkan debu di sepanjang jalan. Dedaunan kering berjatuhan bak air hujan terbagi rata sepeninggal sang putra mahkota. Para pengunjung pasar menyisihkan diri memberikan jalan pada beberapa orang penunggang kuda yang tak mereka sadari bahwa itu adalah putra mahkota dalam penyamaran.
Pancaran manik mata Putra mahkota bagai permata gelap yang belum di poles. Sinar indah tak terlihat sama sekali, hanya gelap tak berwarna. Wajah datar itu penuh rasa sakit yang tidak orang lain tahu, hanya saja pelampiasannya sangat merusak reputasi.
Putra mahkota memacu kuda dengan cepat, tanpa peduli jika para rakyat ketakutan melihat keberingasannya menunggang kuda. Arak yang telah diminum sedikit mempengaruhi. Lambungan tubuhnya di atas kuda begitu tinggi menandakan pacuan kuda amatlah laju.
Di belakang, pengawal Ta hanya menghela nafas memberi sabar pada diri sendiri. Tak luput pula kutukan pada dirinya karena merasa gagal mendampingi putra mahkota. Dia yang dipercaya sang Kakak yang tak lain pengawal pribadi mendiang raja, mendampingi keturunan raja tersebut. Belum membuahkan hasil dalam mengawal putra mahkota.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Husna
serasa liat film drakor di wetv
👍🙂
2022-12-20
1
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Salam kenal Author.
2022-08-03
1
Ayuwidia
Awalannya keren banget Kak, tulisannya juga rapi 😍
Trauma yang dialami oleh Pangeran Mahkota membuatnya tersiksa. Semoga seiring bergulirnya sang waktu, traumanya akan sembuh 😌
Semangat Kak Ririn ... maaf baru komen, kemarin udah baca tapi si bocil merusuh terus 😁
2022-08-03
2