Kabar penobatan putra Mahkota sebagai Raja sudah tersebar ke beberapa kota. Pencarian permaisuri untuknya juga telah sampai ke telinga para Raja. Hati mereka bergerak untuk mengikutsertakan para putri bangsawan atau putri mahkota ikut andil dalam pemilihan sebagai kandidat permaisuri.
Tak sembarang pilih, kriteria permaisuri harus ditentukan oleh Ibu Suri. Sebab, kelak akan jadi Ratu di kerajaan itu dan akan melahirkan dinasti Raja yang berkualitas dari bebet bobotnya.
Sudah tiga hari kandidat belum juga ditemukan. Para putri yang ikut serta pulang membawa kekecewaan. Namun, siapa yang berani mengajukan protes karena itu syarat awal. Untuk ikut pemilihan sebagai permaisuri harus berlapang dada andai tidak terpilih.
Hingga detik ini semua peserta amat penasaran dengan sosok putra mahkota. Namun sayang, penasaran itu hanya tersimpan dalam kalbu masing - masing karena tidak memiliki kesempatan untuk bertatap muka.
"Bagaimana pencarian Ibu Suri, apa membuahkan hasil ? Apa kandidat permaisuri ditemukan ?" Suara berat Putra mahkota mengandung ejekan dan juga ketidaksukaan. Raut wajahnya kentara dengan amarah.
"Belum pangeran. Tapi Yang Mulia Ibu Suri akan terus mencari pendamping untuk anda."
"Apa yang diharapkannya dari pencarian permaisuri ini?" Satu tenggakan arak meluncur lancar ke dalam tenggorokan putra mahkota. Tanpa ekspresi ia menelannya. Minuman berbahan beras itu telah menjadi candu untuknya dengan kadar alkohol tinggi.
"Ibu Suri berharap, siapa yang menjadi permaisuri akan mampu mendampingi anda." Pengawal Ta menjawab apa adanya. Laki - laki ini selalu setia berada di sisi putra mahkota dimanapun berada.
"Aku kecewa, alih - alih mencari penyebab kematian Raja. Ibu Suri malah sibuk tentang tahta." Ketidaktahuan putra mahkota menjadikan dirinya selalu berpikir buruk pada Ibu Suri.
"Pangeran, waktunya anda belajar melukis."
"Apa kau tahu, kenapa raja di bantai dalam istananya sendiri ?" Penasaran itu kembali menguasai segumpal daging lembut di dalam tubuh putra mahkota. Hingga mengabaikan perkataan pengawalnya.
"Pangeran, saya tidak mengetahui banyak. Tapi dari sedikit informasi yang saya tahu. Waktu itu kerajaan tetangga melakukan penyerang diam - diam dan dilakukan oleh sekelompok besar pemberontak dari kerajaan itu. Sebab, Raja mereka ingin berdamai dan melepaskan daerah kekuasaan bagian selatan yang merupakan daerah kekuasaan kerajaan ini. Namun, hingga saat ini belum terlihat permasalahan yang sebenarnya."
"Apa Ibu Suri menyelesaikan perkara itu ? Apa arwah Raja dan Ratu sudah tenang ? Aku melihat mereka membunuh Ayah di depan mata. Saat itu Ibu membekap mulutku agar tidak bersuara, aku hanya bisa diam tak bisa melakukan apa - apa." Sejuta sesal atas ketidakberdayaan putra mahkota begitu nyata tersirat dari manik matanya. Tubuh yang gagah lemah bertumpu di kedua lutut, kenangan mengerikan itu kembali melintas.
"Pangeran, saran saya. Anda belajarlah lebih keras untuk menuntaskan permasalahan ini."
Malam semakin larut, putra mahkota yang masih berjiwa muda dan juga ingin berfoya - foya tak mengindahkan nasehat pengawalnya. Putra mahkota berbaur dengan putra bangsawan lain menghadap meja judi. Dalam penyamaran tak ada yang mengenali siapa dirinya, gelak tawa meramaikan ruangan itu. Temaram lampu tak membuat semangat para putra bangsawan menyurut untuk melemparkan kepingan uang.
"Pangeran, sudah waktunya kembali." Pengawal Ta berbisik pelan.
Putra mahkota melirik ke segala arah memastikan situasi sekitarnya. Sebagian putra bangsawan sudah ada yang tergeletak di atas meja, arak yang mereka minum sudah mengendalikan kesadaran diri. Hanya tersisa beberapa orang termasuk putra mahkota sendiri.
"Mari kita kembali." Putra mahkota menarik tubuh untuk bangkit dari tempatnya duduk. Tubuhnya sempoyongan karena lebih banyak mengkonsumsi arak.
Miris, pengawal Ta memapah tubuh besar nan tinggi itu. Perasaan pengawal Ta tercubit mendapati dinasti Raja yang tak berniat berubah. Setibanya di istana, Pengawal Ta tak membiarkan dayang atau kasim yang membantu melepaskan pakaian putra mahkota. Sebab, esok hari akan jadi bahan laporan kepada Ibu Suri. Otomatis akan mempengaruhi kesehatannya.
Usai membersihkan tubuh Putra mahkota, pengawal Ta duduk di tepi tempat tidur. Manik matanya menatap lekat wajah pulas dalam mimpi itu. Mereka tumbuh bersama di lingkungan yang sama, suka duka mereka lewati bersama, hadirnya pengawal Ta di sisi putra mahkota menjadi teman satu - satunya. Jauh dalam lubuk hati pengawal Ta, seorang putra mahkota bukan hanya penerus raja yang harus dilayani, namun seperti adik baginya. Yang wajib ia lindungi.
...----------------...
Aula istana sudah dipenuhi oleh para menteri, pembahasan tentang penobatan putra mahkota sebagai raja masih diperbincangkan, bukan hanya tentang tahta namun juga calon permaisuri. Gagalnya memilih calon tempo hari tak membuat tekad ibu suri memudar.
Bak sayembara lamaran untuk sang putra mahkota pun berdatangan, meski setiap hari ada saja utusan dari kerajaan lain. Namun belum juga memenuhi kriteria yang dicari seorang Ibu Suri.
"Yang Mulia Ibu Suri, seorang utusan akan menghadap anda."
Tubuh tua ibu Suri menegakkan duduk sambil menghela nafas panjang seraya memberi isyarat mempersilahkan utusan itu masuk ke dalam aula.
Dua pengawal membuka pintu besar dan lebar, seorang utusan mengayunkan kaki penuh hormat dan juga sopan, tubuh tegapnya tak menunjukkan gentar atau pun gugup.
"Yang Mulia Ibu Suri, saya datang menghadap anda membawa surat dari raja Re." Laki - laki itu meluruskan tangan dengan posisi tubuh bertumpu di kedua lutut.
Seorang pengawal mengambil surat itu dan memberikan kepada Ibu Suri. Jemari lentik wanita paruh baya ini segera menyambut surat itu, netra nya dengan seksama membuka gulungan serta membaca tujuan surat itu.
"Apa Raja mu yakin dengan penawarannya ini?" Ibu Suri menyeringai. "Kalian tahu konsekuensinya, bukan ?"
"Raja kami sangat bersalah atas kejadian beberapa tahun silam yang menimpa mendiang Raja dan Ratu kerajaan ini, sebagai penebus dosa atas penyerangan itu, Raja Re mengutus putrinya untuk berdamai, putri adalah seorang yang terpelajar kelak akan bisa mendampingi putra mahkota untuk naik ke singgasananya." Utusan itu memberi keyakinan atas niat tulus Rajanya.
"Yang Mulia Ibu Suri ada baiknya menerima lamaran ini. Dengan begitu kita akan tahu penyerangan itu bertuan pada siapa?" Usul penasehat istana.
"Siapkan pernikahan putra mahkota, sampaikan pada Raja mu, bahwa lamarannya diterima." Putus Ibu Suri setelah menimbang dengan baik usul penasehat istana.
Utusan itu meninggalkan aula dengan perasaan senang. Ia berharap penyerangan yang mengarah pada kerajaan mereka bisa diselesaikan.
Semua orang di dalam aula tersenyum penuh makna masing-masing setelah jatuhnya keputusan ibu suri. Bagi hati yang baik maka kabar ini dianggap hal baik dan permulaan yang patut di kawal. Namun bagi hati dengki ini adalah awal yang buruk bahkan bisa saja jadi malapetaka bagi kubu tertentu.
Perasaan lega sedikit terasa di hati Ibu Suri karena sebentar lagi putra mahkota memiliki seorang pendamping. Dan ibu Suri berharap putri yang akan menjadi permaisuri benar-benar tangguh dan cerdas. Untuk menghadap putra mahkota maka butuh gadis yang cerdas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Husna
sebenarnya yg disini paling tersakiti dan menderita malah ibu suri , utk melindungi putra mahkota
putra mahkota hanya memikirkan ego nya saja
klo belajar bisa jadi raja,bisa menyelidiki semua kasus dan berkuasa
2023-01-03
0
Ayuwidia
Penasaran dengan sosok putri yang akan menjadi pendamping putra mahkota 😃.
Siapa ya dia? 🤔
Lanjut Kak Ririn 😊
2022-08-04
1
𝑀𝒶𝓁𝒶
Luar biasa. Benar-benar seperti terbawa kedalam cerita. Semangat kk
2022-08-03
1